Cast:
Tiffany SNSD as Hwang Mi Young aka Tiffany Hwang
Park Kahi as Hwang Kahi
Ji Yeon T-Ara as Hwang Jiyeon
Siwon Suju as Choi Siwon
Park Ga-in as Kahi’s Daughter
Won Bin as Kim Wonbin
Donghae Suju as Lee Donghae
Jung Jessica as Jung Jessica
Seo In Guk as Seo In Guk
Yunho TVXQ as Jung Yunho
==========================================================================
“Eomma, kita akan bertemu siapa?” tanya Ga In pada Kahi yang masih mendandani Ga In di Minggu cerah ini.
“Nanti kau akan tahu sayang,” jawab Kahi sambil tersenyum.
“Apa kita akan bertemu appa?” tanya Ga In.
“Tidak Ga In, kita akan bertemu orang yang spesial. Ayo, kita berangkat,” ajak Kahi menggandeng tangan Ga In lalu melangkah menuju taman bermain yang sudah dijanjikan.
Sesampainya di taman bermain, Ga In dan Kahi sudah disambut dengan Wonbin yang memegang balon warna merah, kesukaan Ga In.
“Anyeong, Kahi. Kau sudah sampai. Apa ini anakmu?” tanya Kahi sambil memandang Ga In yang tampak imut dengan mini dress warna merah dan ikat rambut dengan warna senada.
“Eomma, ahjussi nuguseo?” tanya Ga In dengan wajah kebingungan.
“Ah, Ga In, ini Wonbin ahjussi, teman eomma. Ayo beri salam,” perintah Kahi.
“Anyeong ahjussi, Park Ga In imnida,” sapa Ga In sambil membungkukan badan dengan sopannya.
Wonbin tersenyum manis mendengar sapaan dari Ga In, “Anyeong Ga In, paggil saja Wonbin ahjussi.”
“Ahjussi teman eomma ne? Apakah ahjussi teman appa juga?” tanya Ga In.
Kahi buru-buru menjelaskan, “Aniyo Ga In, Wonbin ahjussi teman eomma dari kecil, dan belum pernah bertemu dengan appa.”
“Ooo.. Ahjussi tampan, tapi lebih tampan appa-ku,” kata Ga In sambil tersenyum lucu.
“Jinnja? Jika aku memberimu balon merah ini dan mentraktirmu makan es krim, apakah aku masih kalah tampan dari appamu?” tanya Wonbin menggoda.
“Wonbin ahjussi yang paling tampan di antara semuanya!!!” teriak Ga In sambil mengulurkan tangannya meraih balon yang ditawarkan Wonbin. Kahi mengelus rambut Ga In dan Wonbin hanya tersenyum mendengar ucapan Ga In lalu menggendong Ga In. Sekilas mereka tampak seperti keluarga bahagia. Di satu sisi Kahi merasa sedih karena seharusnya Sihoo lah yang ada di sampingnya. Tapi di sisi dia bahagia melihat Ga In yang mulai akrab dengan Wonbin.
“Eomma, ayo cepat kita naik wahana itu,” tunjuk Ga In bersemangat. Sebelah tangan Wonbin yang tidak menggendong Ga In lalu terulur menyambut tangan Kahi. Kahi membalas uluran tangan itu lalu tersenyum berjalan beriringan bersama keduanya. Mereka pun mulai mencoba wahana yang ada di situ satu per satu sambil sesekali mampir ke tempat penjual makanan untuk mengisi perut lapar mereka.
Setelah menyelesaikan wahana terakhir mereka pun memutuskan mampir ke salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli buku mewarnai untuk Ga In. Ternyata mereka berpapasan dengan Jiyeon dan In Guk yang memang sedang berkencan di pusat perbelanjaan tersebut.
“Jiyeon Ahjuma..!!” panggil Ga In kencang.
Jiyeon yang melihatnya hanya melotot sebal. “Aiisshh..!! Anak itu, sudah ku bilang untuk memanggilku eonni di tempat umum. Menurunkan pasaran saja,” gerutunya sambil bergumam di samping In Guk. In Guk hanya terkekeh mendengar gerutuan Jiyeon.
Ga In lalu berlari menghampiri dan memeluk kaki jenjang Jiyeon. “Ahjuma, apa yang ahjuma lakukan di sini?” tanyanya.
“Ga In, sudah ahjuma bilang kan untuk memanggil eonni jika kita berada di tempat ramai,” keluh Jiyeon sambil berjongkok dan mengelus rambut Ga In.
“Mianhae, tapi eomma melarangku memanggilmu eonni. Kata eomma itu tidak sopan,” jawab Ga In polos.
“Hmmm.. Dasar eomma mu itu tidak pengertian sekali,” dengus Jiyeon. “Di mana eomma mu?” tanya Jiyeon.
Kahi dan Wonbin pun keluar setelah membayar buku yang dibeli Ga In dan menghampiri Jiyeon dan In Guk yang masih berada di depan food court pusat perbelanjaan tersebut.
“Oppa?” Jiyeon terkejut melihat pria yang jalan bersama Kahi. Sementara Wonbin dengan santainya berjalan sambil melambaikan tangan pada Jiyeon. Jiyeon lalu refleks memeluk Wonbin, “Oppa.. Wonbin oppa, neomu bogoshipo..” Jiyeon mencoba menahan air matanya agar tidak keluar.
Wonbin membalas pelukan Jiyeon sambil mengusap-usap punggung Jiyeon. “Nado bogoshippo,” jawabnya.
“Eomma, mengapa Jiyeon ahjuma menangis? Wonbin ahjussi nakal ya?” tanya Ga In khawatir melihat bibi kesayangannya menangis.
Kahi mengelus rambut Ga In penuh cinta. “Aniya, Jiyeon ahjuma bahagia bisa bertemu lagi dengan Wonbin ahjussi. Saking bahagianya Jiyeon ahjuma menangis terharu,” jelasnya.
“Aku tidak menangis jika bertemu dengan halmonie atau haraboeji. Aku malah bahagia. Padahal kan aku tidak sering bertemu dengan mereka,” kata Ga In membela diri.
“Berbeda sayang,” kata Jiyeon setelah melepas pelukan Wonbin.
Menyadari keberadaan In Guk yang merasa diabaikan, Ga In pun bertanya, “Ahjuma, siapa ahjussi ini?”
Jiyeon menepuk kepalanya. “Aigoo, aku sampai lupa memperkenalkan dia,” katanya menyesal. In Guk hanya tersenyum salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya. “Ini Seo In Guk ahjussi, temannya Aunty Fany, teman Jiyeon ahjuma juga,” kata Jiyeon.
“Anyeong, Seo In Guk imnida,” lalu membungkuk hormat pada Kahi dan Wonbin.
“Anyeong, Park Kahi Imnida..”
“Kim Won Bin imnida,” balas Wonbin.
“Park Ga In imnida,” kata Ga In.
“Park? Marga kalian Park? Bukankah suami Noona bermarga Kim?” tanya In Guk heran menunjuk Wonbin.
“Dia bukan suami eonni ku, dulu hampir. Suami eonniku bernama Park Sihoo,” jelas Jiyeon.
“Aaahh.. Mianhamnida,” kata In Guk merasa tidak enak.
“Gwencahana,” Kahi hanya tersenyum maklum.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Wonbin kemudian.
“Aku menemani In Guk oppa berjalan-jalan. Dan sekarang kita akan makan siang,” jelas Jiyeon.
“Asyiiikkk.. Aku juga mau makan siang bersama Jiyeon ahjuma dan In Guk ahjussi,” teriak Ga In sambil melompat kegirangan.
“Yak! Siapa yang mengajakmu?” kata Jiyeon meralat omongan Ga In. Lalu memberi kode pada Kahi untuk cepat-cepat membawa Ga In ke tempat makan lain karena tidak ingin kencan perdananya ini diganggu bocah itu.
“Aniya Ga In. Kau makan dengan eomma dan Wonbin ahjussi saja, ne?” bujuk Kahi.
“Waeyo?” tanya Ga In polos.
“Karena mereka sedang berkencan, chagi. Orang dewasa yang berkencan tidak boleh membawa anak kecil. Dan berkencan hanya dilakukan oleh dua orang saja,” jelas Wonbin.
“Tapi aku sering berkencan dengan eomma, tidak apa-apa,” bela Ga In.
“Sudah, nanti In Guk ahjussi terganggu karena kenakalanmu,” bujuk Gain.
“Aku tidak akan nakal, janji. In Guk ahjusii, gwenchana?” goda Ga In.
“Ah? Ne.. Ramai-ramai juga pasti akan seru,” kata In Guk sambil tersenyum.
“Kajja!! Kita makan,” kata Ga In menggandeng tangan In Guk.
“Dasar anak genit!!!” desis Jiyeon ketika In Guk dan Ga In melewatinya.
“Yak! Apa yang kau katakan Hwang Jiyeon?” kata Kahi.
“Anakmu itu, pintar sekali merayu pria. Kemarin, Siwon sajangnim, sekarang Wonbin oppa, baru saja In Guk oppa. Benar-benar mengganggu acara kencanku hari ini,” omel Jiyeon.
“Hahaha.. Itulah hebatnya anakku. Siapa orang yang tidak luluh dengan rayuannya,” kata Kahi bangga.
“Benar-benar sepertimu. Pantas saja Wonbin oppa kembali lagi padamu,” sindir Jiyeon.
“Yak! Dasar kau ini,” kata Kahi menjitak kepala Jiyeon.
“Aww!!! Appo! Oppa, lihatlah mantan pacarmu menjitak kepalaku keras sekali. Aku heran mengapa dulu kau mau berpacaran dengannya,” omel Jiyeon.
Wonbin hanya mengelus kepala Jiyeon penuh sayang seperti seorang ayah pada anaknya.
“Sifatnya yang seperti inilah yang membuatku merindukannya dan tidak mampu melepasnya,” kata Wonbin.
Kahi hanya salah tingkah mendengarnya. “Ayo kita susul mereka,” kata Kahi menunjuk In Guk dan Ga In lalu mulai berjalan meninggalkan Jiyeon dan Wonbin.
“Ngomong-ngomong, kemana saja oppa selama ini? Oppa tidak tahu eonniku hampir gila setelah kau tinggalkan?” kata Jiyeon sambil berjalan di samping Wonbin.
“Ne, aku menyesal pernah menyakitinya dulu. Tapi kau harus tau, rasa cintaku padanya tidak pernah berubah,” jawab Wonbin lalu menjelaskan semua pada Jiyeon. Dari saat dia harus meninggalkan Korea sampai saat Kahi menikah dan kini bercerai.
Mereka berlima pun sampai di restoran dan mulai memesan makanan. Benar-benar seperti sebuah keluarga yang utuh. Jiyeon dan In Guk pun berpisah dengan Kahi, Wonbin dan Ga In yang merengek ingin cepat pulang karena lelah. Wonbin lalu mengantar Kahi dan Ga In pulang naik taksi sementara Jiyeon dan In Guk memilih untuk jalan-jalan lagi.
“Aku ingin bertemu eomma dan appamu,” kata Wonbin ketika Kahi dan Ga In sudah masuk ke taksi.
“Belum saatnya, Oppa,” tolak Kahi halus. “Aku tidak ingin mereka menyalahkanmu karena perceraianku dengan Sihoo oppa. Karena sampai sekarang mereka belum tahu kalau aku sudah menggugat cerai Sihoo oppa,” jelas Kahi.
“Hmmm… Baiklah. Suatu hari aku akan datang. Meminta maaf dan menunjukkan rasa bersalahku karena dulu telah meninggalkan putri sulungnya,” kata Wonbin.
“Anyeong oppa,” kata Kahi melambaikan tangan. “Gomaweo untuk hari ini. Sepertinya Ga In menyukaimu,” katanya sambil mengelus rambut Ga In. Sementara Ga In sudah tertidur di sampingnya.
“Nde, gomaweo juga sudah jalan-jalan bersamaku. Aku bahagia, tolong jaga Ga In,” kata Wonbin. Lalu taksi melaju dan memisahkan mereka.
Kahi lagi-lagi tersenyum simpul. Entahlah, hari ini dia merasa lega karena Ga In bisa nyaman bersama Wonbin, tapi di satu sisi dia masih takut jika suatu hari Wonbin akan meninggalkannya lagi. Lalu, bagaimana pula dia akan menceritakan kondisi rumah tangganya dengan Sihoo pada kedua orangtuanya. Sedangkan suaminya itu adalah pria yang dikenal keluarganya sebagai pria baik yang bertanggung jawab.
“Perjalanan bisnis?” tanya Tiffany pada Siwon ketika mereka ada di ruangan kantor.
“Nde, hanya tiga hari saja. Kita berdua. Ini pertemuan yang sangat penting dengan Jung corp,” kata Siwon.
“Hmm.. Baiklah. Tapi kenapa harus di pulau Jeju?” keluh Tiffany.
“Waeyo?” tanya Siwon.
“Aniyo, hanya saja pulau Jeju kan sarana untuk liburan dan berbulan madu,” kata Tiffany lemah.
“Memangnya kenapa? Kau ingin kita berbulan madu di sana?” tanya Siwon sambil terkekeh.
“Mwo? Yang benar saja?” jawabnya lirih sambil memutarkan bola matanya. Tiffany dan Siwon kini jauh lebih akrab dan sudah tidak canggung sejak mereka menetapkan diri sebagai Aunty dan Uncle bagi Ga In. Namun keduanya belum berani memantapkan hati masing-masing. Keduanya masih menyangkal perasaan suka yang dimiliki meskipun keduanya sering salah tingkah dengan perilaku lawannya.
“Sebaiknya kau bersiap-siap nona Hwang. Besok pagi ku jemput di rumahmu,” kata Siwon.
“Nde, sajangnim. Saya permisi,” kata Tiffany lalu pergi berlalu meninggalkan meja Siwon.
“Apa katanya?” Jessica lalu menghampiri Tiffany yang sudah terduduk di kantin saat jam makan siang, diikuti Donghae dan In Guk.
“Perjalanan bisnis,” jelas Tiffany menirukan omongan Siwon.
“Hanya kalian berdua?” tanya In Guk.
“Memangnya Lee sajangnim berkenan ikut?” tanya Tiffany menyindir Donghae.
“Aniya, kami sedang melaksanakan program hamil,” jelas Donghae.
“Yak! Pabo! Kenapa kau menceritakan hal semacam itu pada mereka berdua?” kata Jessica menepuk lengan kekar Donghae.
“Waeyo? Kita juga perlu tahu, “balas Tiffany sambil cekikikan.
“Jangan kau praktekan itu dengan Choi sajangnim, ne? Tapi mungkin seru juga jika kau mengandung Choi Junior di perutmu,” kata In Guk seenaknya.
“Yak! Jaga bicaramu. Bagaimana kalau ada yang dengar?” kata Tiffany celingukan pada daerah sekitarnya.
“Oppa, ucapan itu adalah doa. Kau harus berhati-hati,” kata Jessica menegur halus.
“Nde, mianhae Fany-ah,” kata In Guk menyesal. “Jadi, Mr. Dan Mrs. Lee, berapa kali kalian berhubungan badan dalam seminggu? Aniyo, dalam sehari?” tanya In Guk mengungkit soal program hamil.
“Yak!! Kau ini!!” omel Jessica dan Donghae bersamaan.
“Ku dengar kau mulai mengencani adikku, In Guk oppa?” kata Tiffany.
In Guk hanya tersenyum malu sambil menjawab, “Ah itu, kami hanya baru jalan sekali.”
“Aku titipkan Jiyeon padamu, Oppa. Jangan sakiti dia,” kata Tiffany.
“Aigoo.. Kenapa jadi serius begini?” selidik Jessica.
“Molla, aku hanya khawatir sesuatu yang buruk akan menimpanya. Semoga hanya perasaanku saja,” keluh Tiffany.
“Kau ini, kau kan hanya akan meninggalkannya 3 hari saja. Tidak perlu khawatir. Aku, Jessica dan In Guk akan merawat keluargamu juga,” kata Donghae.
“Gomaweo, oppa,” jawab Tiffany.
Keesokan harinya Siwon pun menjemput Tiffany. Siwon berpamitan kepada kedua orang tua Tiffany serta Kahi, Jiyeon dan Ga In. Awalnya Ga In merengek ingin ikut bersama dengan Siwon dan Tiffany. Namun, berkat bujuk rayu Siwon yang menjanjikan oleh-oleh untuk Ga In, akhirnya Ga In pun luluh dan bersedia menunggu sampai mereka pulang. Siwon dan Tiffany pun naik pesawat menuju Jeju dan akhirnya sampai di hotel yang sudah dipersiapkan perusahaan mereka. Bahkan kamar mereka sengaja dipesan bersebelahan untuk memudahkan pekerjaan.
“Kau tidak ada kuliah hari ini?” tanya Kahi pada Jiyeon sebelum bersiap-siap ke restoran menyusul eomma dan appanya sambil mengantar Ga In ke sekolah.
“Aniya. Dosenku mendadak sakit. Dan karena hari ini hanya ada satu mata kuliah, otomatis libur kan?” jawab Jiyeon.
“Oh begitu.. Berarti siang ini kau bisa menjemput Ga In kan? Sekalian menemani dia di rumah sore ini. Restoran sedang ramai pesanan karena ada perayaan. Kemungkinan kami akan selesai malam.”
“Andwee..!! Eonni, hari ini aku akan pergi menonton dengan In Guk oppa. Jebaaalll… Mengertilah,” mohon Jiyeon.
“Aigooo… apa kau berkencan 3 hari sekali? Kau tidak bosan? Baru kemarin kita bertemu saat kau berkencan,” sindir Kahi.
“Eonni, kami sedang dalam proses penjajakan. Bukankah itu bagus? Jadi aku bisa melupakan Yunho oppa,” jawab Jiyeon.
“Benar juga. Kau tidak boleh hanya berharap pada pengacara itu. Bahkan sekarang dia sepertinya tidak pernah kemari lagi sejak kasus appa selesai,” kata Kahi. Kasus penipuan yang menimpa ayah mereka pun terungkap. Uang penipuan itu pun dikembalikan pada keluarga Hwang beserta hak milik perusahaan. Namun tuan Hwang yang sudah jatuh cinta dengan dunia kuliner pun memilih untuk menjual perusahaannya dan meneruskan bisnis kulinernya yang kini sudah cukup punya nama. Bahkan berencana untuk membuka cabang restaurant.
“Sepertinya dia lelah mengharap pada Fany eonni. Coba dia menyukaiku, aku tidak akan menyia-nyiakannya seperti yang Fany eonni lakukan,” kata Jiyeon.
“Aku bersyukur dia tidak menyukaimu,” balas Kahi acuh.
“Yak! Eonni!” omel Jiyeon.
“Aku berangkat ne. Jangan lupa kunci pintu rumah!” balas Kahi.
Jiyeon pun mulai bersiap-siap karena In Guk berkata akan menjemput sebelum jam makan siang. Tiba-tiba handphone Jiyeon berbunyi. Namun itu bukan dari In Guk, tetapi dari Yunho. Jiyeon bingung apakah dia harus mengangkat telepon itu atau tidak. Namun akhirnya dia pun mengangkat telepon itu. “Yeobseo,” sapanya.
“Ah Jiyeon ah? Apa kau hari ini sibuk? Mau makan siang bersama?” tanya Yunho dari seberang telpon.
Jiyeon kaget mendengar ucapan Yunho. Apa ada yang salah dengan Yunho? Mengapa tiba-tiba sekali di saat dia ingin melupakannya. Jiyeon melirik jam tangannya, mungkin sebentar lagi In Guk akan mengabari untuk menjemputnya. Namun ini adalah kesempatan langka, kapan lagi Yunho akan mengajaknya makan? Jika Jiyeon menolak tawarannya, Yunho mungkin akan enggan mengajaknya pergi lagi.
“Bagaimana Jiyeon? Kau sibuk ya? Tidak apa-apa, mungkin lain kali saja,” kata Yunho putus asa.
Jiyeon yang panik pun langsung menjawab, “Aniyo, aku bisa.”
“Baiklah, 10 menit lagi mungkin aku sudah di depan rumahmu. Bersiap ya,” kata Yunho terdengar gembira.
“Nde oppa. Aku tunggu,” kata Jiyeon lalu memutuskan sambungan telepon. Jiyeon lalu mengetik pesan untuk In Guk yang mengatakan bahwa dirinya tidak bisa pergi bersama In Guk karena harus mengantar temannya ke rumah sakit. Awalnya dia merasa sangat menyesal karena membohongi In Guk, namun dirinya sendiri tidak dapat memungkiri jika masih ada rasa yang tersimpan untuk Yunho.
==========================================================================
Aduh, kenapa ya lama-lama bosen banget mau ngelanjutin ceritanya. Mendadak stuck dan kehabisan ide gitu. Maaf -maaf ya kalo ceritanya makin gak jelas dan ngalor ngidul. Soalnya aku bikinnya pake mood dan gak ada kerangka pikirnya. Hahaha…