Trinity (Part 5)

tumblr_nhwpr2367M1s2l93uo1_500

Cast:

Tiffany SNSD as Hwang Mi Young aka Tiffany Hwang

Park Kahi as Hwang Kahi

Ji Yeon T-Ara as Hwang Jiyeon

Siwon Suju as Choi Siwon

Park Ga-in as Kahi’s Daughter

Won Bin as Kim Wonbin

Donghae Suju as Lee Donghae

Jung Jessica as Jung Jessica

Seo In Guk as Seo In Guk

Yunho TVXQ as Jung Yunho

==========================================================================

 

“Eomma, kita akan bertemu siapa?” tanya Ga In pada Kahi yang masih mendandani Ga In di Minggu cerah ini.

“Nanti kau akan tahu sayang,” jawab Kahi sambil tersenyum.

“Apa kita akan bertemu appa?” tanya Ga In.

“Tidak Ga In, kita akan bertemu orang yang spesial. Ayo, kita berangkat,” ajak Kahi menggandeng tangan Ga In lalu melangkah menuju taman bermain yang sudah dijanjikan.

Sesampainya di taman bermain, Ga In dan Kahi sudah disambut dengan Wonbin yang memegang balon warna merah, kesukaan Ga In.

“Anyeong, Kahi. Kau sudah sampai. Apa ini anakmu?” tanya Kahi sambil memandang Ga In yang tampak imut dengan mini dress warna merah dan ikat rambut dengan warna senada.

“Eomma, ahjussi nuguseo?” tanya Ga In dengan wajah kebingungan.

“Ah, Ga In, ini Wonbin ahjussi, teman eomma. Ayo beri salam,” perintah Kahi.

“Anyeong ahjussi, Park Ga In imnida,” sapa Ga In sambil membungkukan badan dengan sopannya.

Wonbin tersenyum manis mendengar sapaan dari Ga In, “Anyeong Ga In, paggil saja Wonbin ahjussi.”

“Ahjussi teman eomma ne? Apakah ahjussi teman appa juga?” tanya Ga In.

Kahi buru-buru menjelaskan, “Aniyo Ga In, Wonbin ahjussi teman eomma dari kecil, dan belum pernah bertemu dengan appa.”

“Ooo.. Ahjussi tampan, tapi lebih tampan appa-ku,” kata Ga In sambil tersenyum lucu.

“Jinnja? Jika aku memberimu balon merah ini dan mentraktirmu makan es krim, apakah aku masih kalah tampan dari appamu?” tanya Wonbin menggoda.

“Wonbin ahjussi yang paling tampan di antara semuanya!!!” teriak Ga In sambil mengulurkan tangannya meraih balon yang ditawarkan Wonbin. Kahi mengelus rambut Ga In dan Wonbin hanya tersenyum mendengar ucapan Ga In lalu menggendong Ga In. Sekilas mereka tampak seperti keluarga bahagia. Di satu sisi Kahi merasa sedih karena seharusnya Sihoo lah yang ada di sampingnya. Tapi di sisi dia bahagia melihat Ga In yang mulai akrab dengan Wonbin.

“Eomma, ayo cepat kita naik wahana itu,” tunjuk Ga In bersemangat. Sebelah tangan Wonbin yang tidak menggendong Ga In lalu terulur menyambut tangan Kahi. Kahi membalas uluran tangan itu lalu tersenyum berjalan beriringan bersama keduanya. Mereka pun mulai mencoba wahana yang ada di situ satu per satu sambil sesekali mampir ke tempat penjual makanan untuk mengisi perut lapar mereka.

Setelah menyelesaikan wahana terakhir mereka pun memutuskan mampir ke salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli buku mewarnai untuk Ga In. Ternyata mereka berpapasan dengan Jiyeon dan In Guk yang memang sedang berkencan di pusat perbelanjaan tersebut.

“Jiyeon Ahjuma..!!” panggil Ga In kencang.

Jiyeon yang melihatnya hanya melotot sebal. “Aiisshh..!! Anak itu, sudah ku bilang untuk memanggilku eonni di tempat umum. Menurunkan pasaran saja,” gerutunya sambil bergumam di samping In Guk. In Guk hanya terkekeh mendengar gerutuan Jiyeon.

Ga In lalu berlari menghampiri dan memeluk kaki jenjang Jiyeon. “Ahjuma, apa yang ahjuma lakukan di sini?” tanyanya.

“Ga In, sudah ahjuma bilang kan untuk memanggil eonni jika kita berada di tempat ramai,” keluh Jiyeon sambil berjongkok dan mengelus rambut Ga In.

“Mianhae, tapi eomma melarangku memanggilmu eonni. Kata eomma itu tidak sopan,” jawab Ga In polos.

“Hmmm.. Dasar eomma mu itu tidak pengertian sekali,” dengus Jiyeon. “Di mana eomma mu?” tanya Jiyeon.

Kahi dan Wonbin pun keluar setelah membayar buku yang dibeli Ga In dan menghampiri Jiyeon dan In Guk yang masih berada di depan food court pusat perbelanjaan tersebut.

“Oppa?” Jiyeon terkejut melihat pria yang jalan bersama Kahi. Sementara Wonbin dengan santainya berjalan sambil melambaikan tangan pada Jiyeon. Jiyeon lalu refleks memeluk Wonbin, “Oppa.. Wonbin oppa, neomu bogoshipo..” Jiyeon mencoba menahan air matanya agar tidak keluar.

Wonbin membalas pelukan Jiyeon sambil mengusap-usap punggung Jiyeon. “Nado bogoshippo,” jawabnya.

“Eomma, mengapa Jiyeon ahjuma menangis? Wonbin ahjussi nakal ya?” tanya Ga In khawatir melihat bibi kesayangannya menangis.

Kahi mengelus rambut Ga In penuh cinta. “Aniya, Jiyeon ahjuma bahagia bisa bertemu lagi dengan Wonbin ahjussi. Saking bahagianya Jiyeon ahjuma menangis terharu,” jelasnya.

“Aku tidak menangis jika bertemu dengan halmonie atau haraboeji. Aku malah bahagia. Padahal kan aku tidak sering bertemu dengan mereka,” kata Ga In membela diri.

“Berbeda sayang,” kata Jiyeon setelah melepas pelukan Wonbin.

Menyadari keberadaan In Guk yang merasa diabaikan, Ga In pun bertanya, “Ahjuma, siapa ahjussi ini?”

Jiyeon menepuk kepalanya. “Aigoo, aku sampai lupa memperkenalkan dia,” katanya menyesal. In Guk hanya tersenyum salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya. “Ini Seo In Guk ahjussi, temannya Aunty Fany, teman Jiyeon ahjuma juga,” kata Jiyeon.

“Anyeong, Seo In Guk imnida,” lalu membungkuk hormat pada Kahi dan Wonbin.

“Anyeong, Park Kahi Imnida..”

“Kim Won Bin imnida,” balas Wonbin.

“Park Ga In imnida,” kata Ga In.

“Park? Marga kalian Park? Bukankah suami Noona bermarga Kim?” tanya In Guk heran menunjuk Wonbin.

“Dia bukan suami eonni ku, dulu hampir. Suami eonniku bernama Park Sihoo,” jelas Jiyeon.

“Aaahh.. Mianhamnida,” kata In Guk merasa tidak enak.

“Gwencahana,” Kahi hanya tersenyum maklum.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Wonbin kemudian.

“Aku menemani In Guk oppa berjalan-jalan. Dan sekarang kita akan makan siang,” jelas Jiyeon.

“Asyiiikkk.. Aku juga mau makan siang bersama Jiyeon ahjuma dan In Guk ahjussi,” teriak Ga In sambil melompat kegirangan.

“Yak! Siapa yang mengajakmu?” kata Jiyeon meralat omongan Ga In. Lalu memberi kode pada Kahi untuk cepat-cepat membawa Ga In ke tempat makan lain karena tidak ingin kencan perdananya ini diganggu bocah itu.

“Aniya Ga In. Kau makan dengan eomma dan Wonbin ahjussi saja, ne?” bujuk Kahi.

“Waeyo?” tanya Ga In polos.

“Karena mereka sedang berkencan, chagi. Orang dewasa yang berkencan tidak boleh membawa anak kecil. Dan berkencan hanya dilakukan oleh dua orang saja,” jelas Wonbin.

“Tapi aku sering berkencan dengan eomma, tidak apa-apa,” bela Ga In.

“Sudah, nanti In Guk ahjussi terganggu karena kenakalanmu,” bujuk Gain.

“Aku tidak akan nakal, janji. In Guk ahjusii, gwenchana?” goda Ga In.

“Ah? Ne.. Ramai-ramai juga pasti akan seru,” kata In Guk sambil tersenyum.

“Kajja!! Kita makan,” kata Ga In menggandeng tangan In Guk.

“Dasar anak genit!!!” desis Jiyeon ketika In Guk dan Ga In melewatinya.

“Yak! Apa yang kau katakan Hwang Jiyeon?” kata Kahi.

“Anakmu itu, pintar sekali merayu pria. Kemarin, Siwon sajangnim, sekarang Wonbin oppa, baru saja In Guk oppa. Benar-benar mengganggu acara kencanku hari ini,” omel Jiyeon.

“Hahaha.. Itulah hebatnya anakku. Siapa orang yang tidak luluh dengan rayuannya,”  kata Kahi bangga.

“Benar-benar sepertimu. Pantas saja Wonbin oppa kembali lagi padamu,” sindir Jiyeon.

“Yak! Dasar kau ini,” kata Kahi menjitak kepala Jiyeon.

“Aww!!! Appo! Oppa, lihatlah mantan pacarmu menjitak kepalaku keras sekali. Aku heran mengapa dulu kau mau berpacaran dengannya,” omel Jiyeon.

Wonbin hanya mengelus kepala Jiyeon penuh sayang seperti seorang ayah pada anaknya.

“Sifatnya yang seperti inilah yang membuatku merindukannya dan tidak mampu melepasnya,” kata Wonbin.

Kahi hanya salah tingkah mendengarnya. “Ayo kita susul mereka,” kata Kahi menunjuk In Guk dan Ga In lalu mulai berjalan meninggalkan Jiyeon dan Wonbin.

“Ngomong-ngomong, kemana saja oppa selama ini? Oppa tidak tahu eonniku hampir gila setelah kau tinggalkan?” kata Jiyeon sambil berjalan di samping Wonbin.

“Ne, aku menyesal pernah menyakitinya dulu. Tapi kau harus tau, rasa cintaku padanya tidak pernah berubah,” jawab Wonbin lalu menjelaskan semua pada Jiyeon. Dari saat dia harus meninggalkan Korea sampai saat Kahi menikah dan kini bercerai.

Mereka berlima pun sampai di restoran dan mulai memesan makanan. Benar-benar seperti sebuah keluarga yang utuh. Jiyeon dan In Guk pun berpisah dengan Kahi, Wonbin dan Ga In yang merengek ingin cepat pulang karena lelah. Wonbin lalu mengantar Kahi dan Ga In pulang naik taksi sementara Jiyeon dan In Guk memilih untuk jalan-jalan lagi.

“Aku ingin bertemu eomma dan appamu,” kata Wonbin ketika Kahi dan Ga In sudah masuk ke taksi.

“Belum saatnya, Oppa,” tolak Kahi halus. “Aku tidak ingin mereka menyalahkanmu karena perceraianku dengan Sihoo oppa. Karena sampai sekarang mereka belum tahu kalau aku sudah menggugat cerai Sihoo oppa,” jelas Kahi.

“Hmmm… Baiklah. Suatu hari aku akan datang. Meminta maaf dan menunjukkan rasa bersalahku karena dulu telah meninggalkan putri sulungnya,” kata Wonbin.

“Anyeong oppa,” kata Kahi melambaikan tangan. “Gomaweo untuk hari ini. Sepertinya Ga In menyukaimu,” katanya sambil mengelus rambut Ga In. Sementara Ga In sudah tertidur di sampingnya.

“Nde, gomaweo juga sudah jalan-jalan bersamaku. Aku bahagia, tolong jaga Ga In,” kata Wonbin. Lalu taksi melaju dan memisahkan mereka.

Kahi lagi-lagi tersenyum simpul. Entahlah, hari ini dia merasa lega karena Ga In bisa nyaman bersama Wonbin, tapi di satu sisi dia masih takut jika suatu hari Wonbin akan meninggalkannya lagi. Lalu, bagaimana pula dia akan menceritakan kondisi rumah tangganya dengan Sihoo pada kedua orangtuanya. Sedangkan suaminya itu adalah pria yang dikenal keluarganya sebagai pria baik yang bertanggung jawab.

 

 

“Perjalanan bisnis?” tanya Tiffany pada Siwon ketika mereka ada di ruangan kantor.

“Nde, hanya tiga hari saja. Kita berdua. Ini pertemuan yang sangat penting dengan Jung corp,” kata Siwon.

“Hmm.. Baiklah. Tapi kenapa harus di pulau Jeju?” keluh Tiffany.

“Waeyo?” tanya Siwon.

“Aniyo, hanya saja pulau Jeju kan sarana untuk liburan dan berbulan madu,” kata Tiffany lemah.

“Memangnya kenapa? Kau ingin kita berbulan madu di sana?” tanya Siwon sambil terkekeh.

“Mwo? Yang benar saja?” jawabnya lirih sambil memutarkan bola matanya. Tiffany dan Siwon kini jauh lebih akrab dan sudah tidak canggung sejak mereka menetapkan diri sebagai Aunty dan Uncle bagi Ga In. Namun keduanya belum berani memantapkan hati masing-masing. Keduanya masih menyangkal perasaan suka yang dimiliki meskipun keduanya sering salah tingkah dengan perilaku lawannya.

“Sebaiknya kau bersiap-siap nona Hwang. Besok pagi ku jemput di rumahmu,” kata Siwon.

“Nde, sajangnim. Saya permisi,” kata Tiffany lalu pergi berlalu meninggalkan meja Siwon.

 

“Apa katanya?” Jessica lalu menghampiri Tiffany yang sudah terduduk di kantin saat jam makan siang, diikuti Donghae dan In Guk.

“Perjalanan bisnis,” jelas Tiffany menirukan omongan Siwon.

“Hanya kalian berdua?” tanya In Guk.

“Memangnya Lee sajangnim berkenan ikut?” tanya Tiffany menyindir Donghae.

“Aniya, kami sedang melaksanakan program hamil,” jelas Donghae.

“Yak! Pabo! Kenapa kau menceritakan hal semacam itu pada mereka berdua?” kata Jessica menepuk lengan kekar Donghae.

“Waeyo? Kita juga perlu tahu, “balas Tiffany sambil cekikikan.

“Jangan kau praktekan itu dengan Choi sajangnim, ne? Tapi mungkin seru juga jika kau mengandung Choi Junior di perutmu,” kata In Guk seenaknya.

“Yak! Jaga bicaramu. Bagaimana kalau ada yang dengar?” kata Tiffany celingukan pada daerah sekitarnya.

“Oppa, ucapan itu adalah doa. Kau harus berhati-hati,” kata Jessica menegur halus.

“Nde, mianhae Fany-ah,” kata In Guk menyesal. “Jadi, Mr. Dan Mrs. Lee, berapa kali kalian berhubungan badan dalam seminggu? Aniyo, dalam sehari?” tanya In Guk mengungkit soal program hamil.

“Yak!! Kau ini!!” omel Jessica dan Donghae bersamaan.

“Ku dengar kau mulai mengencani adikku, In Guk oppa?” kata Tiffany.

In Guk hanya tersenyum malu sambil menjawab, “Ah itu, kami hanya baru jalan sekali.”

“Aku titipkan Jiyeon padamu, Oppa. Jangan sakiti dia,” kata Tiffany.

“Aigoo.. Kenapa jadi serius begini?” selidik Jessica.

“Molla, aku hanya khawatir sesuatu yang buruk akan menimpanya. Semoga hanya perasaanku saja,” keluh Tiffany.

“Kau ini, kau kan hanya akan meninggalkannya 3 hari saja. Tidak perlu khawatir. Aku, Jessica dan In Guk akan merawat keluargamu juga,” kata Donghae.

“Gomaweo, oppa,” jawab Tiffany.

 

Keesokan harinya Siwon pun menjemput Tiffany. Siwon berpamitan kepada kedua orang tua Tiffany serta Kahi, Jiyeon dan Ga In. Awalnya Ga In merengek ingin ikut bersama dengan Siwon dan Tiffany. Namun, berkat bujuk rayu Siwon yang menjanjikan oleh-oleh untuk Ga In, akhirnya Ga In pun luluh dan bersedia menunggu sampai mereka pulang. Siwon dan Tiffany pun naik pesawat menuju Jeju dan akhirnya sampai di hotel yang sudah dipersiapkan perusahaan mereka. Bahkan kamar mereka sengaja dipesan bersebelahan untuk memudahkan pekerjaan.

 

“Kau tidak ada kuliah hari ini?” tanya Kahi pada Jiyeon sebelum bersiap-siap ke restoran menyusul eomma dan appanya sambil mengantar Ga In ke sekolah.

“Aniya. Dosenku mendadak sakit. Dan karena hari ini hanya ada satu mata kuliah, otomatis libur kan?” jawab Jiyeon.

“Oh begitu.. Berarti siang ini kau bisa menjemput Ga In kan? Sekalian menemani dia di rumah sore ini. Restoran sedang ramai pesanan karena ada perayaan. Kemungkinan kami akan selesai malam.”

“Andwee..!! Eonni, hari ini aku akan pergi menonton dengan In Guk oppa. Jebaaalll… Mengertilah,” mohon Jiyeon.

“Aigooo… apa kau berkencan 3 hari sekali? Kau tidak bosan? Baru kemarin kita bertemu saat kau berkencan,” sindir Kahi.

“Eonni, kami sedang dalam proses penjajakan. Bukankah itu bagus? Jadi aku bisa melupakan Yunho oppa,” jawab Jiyeon.

“Benar juga. Kau tidak boleh hanya berharap pada pengacara itu. Bahkan sekarang dia sepertinya tidak pernah kemari lagi sejak kasus appa selesai,” kata Kahi. Kasus penipuan yang menimpa ayah mereka pun terungkap. Uang penipuan itu pun dikembalikan pada keluarga Hwang beserta hak milik perusahaan. Namun tuan Hwang yang sudah jatuh cinta dengan dunia kuliner pun memilih untuk menjual perusahaannya dan meneruskan bisnis kulinernya yang kini sudah cukup punya nama. Bahkan berencana untuk membuka cabang restaurant.

“Sepertinya dia lelah mengharap pada Fany eonni. Coba dia menyukaiku, aku tidak akan menyia-nyiakannya seperti yang Fany eonni lakukan,” kata Jiyeon.

“Aku bersyukur dia tidak menyukaimu,” balas Kahi acuh.

“Yak! Eonni!” omel Jiyeon.

“Aku berangkat ne. Jangan lupa kunci pintu rumah!” balas Kahi.

 

Jiyeon pun mulai bersiap-siap karena In Guk berkata akan menjemput sebelum jam makan siang. Tiba-tiba handphone Jiyeon berbunyi. Namun itu bukan dari In Guk, tetapi dari Yunho. Jiyeon bingung apakah dia harus mengangkat telepon itu atau tidak. Namun akhirnya dia pun mengangkat telepon itu. “Yeobseo,” sapanya.

“Ah Jiyeon ah? Apa kau hari ini sibuk? Mau makan siang bersama?” tanya Yunho dari seberang telpon.

Jiyeon kaget mendengar ucapan Yunho. Apa ada yang salah dengan Yunho? Mengapa tiba-tiba sekali di saat dia ingin melupakannya. Jiyeon melirik jam tangannya, mungkin sebentar lagi In Guk akan mengabari untuk menjemputnya. Namun ini adalah kesempatan langka, kapan lagi Yunho akan mengajaknya makan? Jika Jiyeon menolak tawarannya, Yunho mungkin akan enggan mengajaknya pergi lagi.

“Bagaimana Jiyeon? Kau sibuk ya? Tidak apa-apa, mungkin lain kali saja,” kata Yunho putus asa.

Jiyeon yang panik pun langsung menjawab, “Aniyo, aku bisa.”

“Baiklah, 10 menit lagi mungkin aku sudah di depan rumahmu. Bersiap ya,” kata Yunho terdengar gembira.

“Nde oppa. Aku tunggu,” kata Jiyeon lalu memutuskan sambungan telepon. Jiyeon lalu mengetik pesan untuk In Guk yang mengatakan bahwa dirinya tidak bisa pergi bersama In Guk karena harus mengantar temannya ke rumah sakit. Awalnya dia merasa sangat menyesal karena membohongi In Guk, namun dirinya sendiri tidak dapat memungkiri jika masih ada rasa yang tersimpan untuk Yunho.

==========================================================================

Aduh, kenapa ya lama-lama bosen banget mau ngelanjutin ceritanya. Mendadak stuck dan kehabisan ide gitu. Maaf -maaf ya kalo ceritanya makin gak jelas dan ngalor ngidul. Soalnya aku bikinnya pake mood dan gak ada kerangka pikirnya. Hahaha…

Daddy’s Choice (Part 6)

wpid-wp-1421665487803.jpeg

Main Cast:

Siwon Suju as Choi Siwon

Tiffany SNSD as Hwang Tiffany

Won Bin as Choi Wonbin (Siwon’s Dad)

U-know Yunho as Jung Yunho

Jiyeon T-ara as Choi Jiyeon (Siwon’s Young Sister)

Supporting Cast:

Leeteuk Suju as Hwang Leeteuk (Tiffany’s Dad)

Taeyeon SNSD as Hwang Taeyeon (Tiffany’s Mom)

Sooyoung SNSD as Choi Sooyong (Siwon’s Mom)

Jessica SNSD as Jessica (Tiffany’s best friend)

Seohyun SNSD as Seohyun (Jiyeon’s best friend)

Max Changmin as Seo Changmin (Seohyun’s brother)

Kyuhyun Suju as Cho Kyuhyun (Seohyun’s Boyfriend)

==========================================================================

Selesai makan Yunho pun mengantar Jiyeon ke rumahnya. Suasana rumah masih sangat sepi, sepertinya Tiffany dan Siwon belum pulang. “Kau tidak apa-apa sendirian di rumah?” tanya Yunho ketika Jiyeon sudah turun dari mobil dan sedang berdiri di samping mobilnya.

“Ne, oppa. Ada bibi Han yang akan menemaniku. Lagipula mungkin sebentar lagi Oppa dan eonni juga akan pulang,” kata Jiyeon.

“Arasso, tidurlah dengan nyenyak. Sampaikan salamku untuk Tiffany dan Siwon,” Yunho lalu pergi meninggalkan Jiyeon.

Jiyeon melangkah ke dalam rumah ketika ayahnya menelfonya. “Yeobseo, Appa..” sapa Jiyeon.

“Kau di mana? Apakah kau bersama Siwon dan Tiffany?” tanya ayahnya dari telfon.

“Mereka belum pulang,” kata Jiyeon.

“Kemana mereka? Ini sudah hampir jam 8 malam. Dan mereka tidak menjawab telfon Appa,” kata Wonbin.

“Entahlah, mungkin Tiffany ingin mengunjungi rumahnya,” lanjutnya.

“Bisa jadi. Rumah itu kan sekarang tidak ada yang menempati,” kata Wonbin.

“Appa, ada yang ingin aku tanyakan,” kata Jiyeon. “Jika ahjussi sudah meninggal seperti ini apakah perjanjian pernikahan itu tetap berlangsung?” tanya Jiyeon.

“Tentu saja. Apalagi sekarang Tiffany sudah tidak punya siapa-siapa. Tentu saja dia menjadi tanggungjawabku, tanggungjawab kita semua,” jawab Wonbin.

Jiyeon menghela nafas berat. “Arasseo,” katanya.

“Kau kenapa Jiyeon?” tanya Appa-nya khawatir.

“Entahlah Appa. Ada yang ingin ku ceritakan padamu tapi aku sendiri tidak yakin,” keluhnya.

“Tentang apa?” selidik ayahnya.

“Sudahlah Appa, lupakan saja. Aku lelah sekali,” jawab Jiyeon.

“Baiklah. Kau istirahatlah, Nak,” Wonbin lalu menutup percakapan dengan putri kesayangannya itu.

Di tempat lain, seusai pemakaman Siwon menemani Tiffany menuju rumah yang selama 1 bulan terakhir ini ditempati ayah Tiffany seorang diri. Ternyata rumah itu sudah disita petugas bank karena pemiliknya tidak mampu melunasi hutangnya. Tiffany yakin sekali pasti ayahnya menghabiskan uang pemberian Wonbin untuk berjudi.

Tiffany lalu masuk ke kamarnya dan menemukan fotonya sewaktu kecil bersama ayah dan ibunya. Dia kembali menitikkan airmata ketika mengusap-usap foto kenangannya sebelum ibunya meninggal.

Siwon memperhatikan kamar Tiffany yang bernuansa pink dan menemukan banyak sekali foto masa kecil Tiffany yang menurutnya sangatlah cantik dan manis.

“Waktu itu umurku 6 tahun,” kata Tiffany sambil masih memandangi foto berpigura di tangannya.

“Mwo?” Siwon lalu menghampiri Tiffany.

“Eomma meninggal waktu aku berumur 6 tahun. Dokter bilang, eomma mengidap kanker otak,” kata Tiffany dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Sejak eomma meninggal, appa jadi sering mabuk-mabukkan, berjudi dan mulai mengabaikan pekerjaannya. Aku sangat membenci appa, meskipun aku tahu appa sangat mencintai eomma sehingga dia tidak mampu mengikhlaskan kepergian eomma,” kata Tiffany akhirnya diiringi dengan tangisan.

“Appa-mu pasti sangat menyayangi eomma-mu dan kau. Dia tidak ingin kau hidup menderita,” kata Siwon merangkul Tiffany dan mengambil foto di tangan Tiffany. “Wanita ini?” Siwon terkejut melihat foto wanita yang Tiffany katakan sebagai ibunya.

FLASHBACK

Beberapa hari sebelum kedatangan Tiffany ke rumah mereka, Siwon masuk ke kantor ayahnya ketika Wonbin sedang menatap foto seorang wanita. “Appa, ini laporan keuangan bulan kemarin. Sepertinya ada kesalahan dalam perhitungannya,” ujarnya.

Wonbin yang terkejut lalu buru-buru menyembunyikan foto itu. Namun terlambat, Siwon sudah melihatnya.

“Siapa wanita itu Appa? Apakah itu calon istri Appa?” tanya Siwon lalu mengambil foto yang sedang dipegang ayahnya.

“Ah, itu cinta pertama, Appa,” kata Wonbin sambil tersenyum.

“Menarik, bisa ceritakan padaku?” Siwon yang tampak antusias kini duduk di hadapan ayahnya.

“Wanita ini bernama Kim Taeyeon, tapi setelah menikah dia berganti nama menjadi Hwang Taeyeon,” jelas Wonbin. “Wanita yang sangat ceria dan cerdas, tapi sayang Appa tidak beruntung. Dia memilih pria lain untuk menjadi suaminya,” lanjutnya.

“Lalu?”

“Lalu Appa bertemu dengan eomma-mu, Choi Sooyoung. Wanita cantik yang juga sama cerianya seperti Taeyeon. Yang sudah memberikan Appa kau dan Jiyeon. Yang rela mengorbankan nyawanya demi Jiyeon,” kata Wonbin lagi.

“Lalu bagaimana kisah hidup wanita bernama Taeyeon ini?” tanya Siwon.

“Dia sudah meninggal 17 tahun yang lalu. Appa dengar dia sakit,” kata Wonbin sedih.

“Appa masih mencintainya?”

Wonbin hanya tersenyum. “Entahlah, kadang jika Appa melihat fotonya Appa jadi merindukannya,” jawabnya.

“Apakah Appa ingin menikah lagi?” tanya Siwon.

“Hahaha.. Kau tahu, anak Taeyeon sangat cantik. Mungkin kau bisa menikah dengannya. Supaya Appa bisa melihat Taeyeon setiap hari. Bukankah selama ini Appa sudah melihat sosok eomma-mu dalam diri Jiyeon,” kata Wonbin bercanda.

“Aku kan sudah punya Yuri, Appa,” tolak Siwon.

“Baiklah, Appa saja yang akan menikahinya,” katanya sambil tersenyum.

“Terserah Appa saja. Asal Appa tidak sedih karena kesepian, aku dan Jiyeon akan menerima,” kata Siwon. “Jadi bagaimana dengan laporan ini?” katanya kembali membahas pekerjaan

FLASHBACK END

 

Siwon teringat pada percakapannya dengan ayahnya. Jadi selama ini ayahnya ingin menikahi Tiffany karena Tiffany adalah anak dari mendiang Taeyeon, cinta pertama ayahnya. Pantas saja ayahnya sangat menginginkan Tiffany. Hati Siwon terasa sakit. Dia sangat mencintai Tiffany, tapi dia pun tidak ingin ayahnya menderita. Karena dulu ayahnnya gagal mendapatkan Taeyeon, maka ayahnya ingin memperistri Tiffany sebagai pengganti Taeyeon.

Siwon menyesal mengapa waktu itu dia menolak pilihan ayahnya untuk menjodohkannya dengan anak Taeyeon, yaitu Tiffany. Seandainya dulu dia tidak pernah bersama Yuri. Tapi semua sudah terjadi. Satu-satunya jalan adalah menjadi anak yang berbakti dan mengikhlaskan ayahnya untuk berbahagia dengan Tiffany, gadis yang kini dicintainya dan ia yakini juga bahwa Tiffany mencintainya sama seperti yang dia rasakan.

Tiffany mengambil beberapa barang miliknya yang tersisa di rumah itu lalu mengajak Siwon pulang untuk beristirahat. Mereka sampai di rumah larut malam dan Jiyeon pun sudah tertidur. Ketika Tiffany hendak masuk kamarnya yang berada di samping kamar Siwon, Siwon menarik lengan Tiffany dan memeluknya.

“Kau harus kuat Tiffany,” kata Siwon. Suaranya bergetar menahan air mata. “Jadilah istri yang baik untuk Appa,” ucapnya lalu melepas pelukannya dan kemudian berbalik menuju kamarnya dan air mata menetes dari matanya. Selama ini dia tidak pernah menangis untuk wanita manapun selain ibunya. Tapi Tiffany dan cintanya yang pupus sangat menyakitkan.

Tiffany tidak bergeming pada posisinya. Baru saja air matanya kering karena menangisi ayahnya yang meninggal, kini air matanya keluar lagi karena pria yang dicintainya dengan mudahnya mengatakan padanya untuk menjadi istri yang baik bagi ayahnya. Tiffany segera masuk ke kamarnya dan menghempaskan diri di kasur menangis sejadi-jadinya.

Dua insan yang saling mencinta itu pun menangisi nasib mereka masing-masing. Seandainya takdir mempertemukan mereka pada waktu dan tempat yang berbeda, semua tidak akan menjadi seperti ini. Seandainya ayah Siwon mengikhlaskannya. Seandainya ayah Siwon tidak pernah jatuh cinta pada Taeyeon. Seandainya ayah Siwon tidak jatuh cinta pada Tiffany yang mirip dengan Taeyeon. Seandainya…

 

Seminggu kemudian Wonbin datang dari Finlandia dan membawa banyak oleh-oleh untuk Siwon, Tiffany dan Jiyeon. Tentu saja porsi Jiyeon lebih banyak karena Wonbin berhutang memberikan hadiah sejak Jiyeon protes karena Tiffany mendapat gelang sedangkan dirinya hanya mendapatkan mantel.

“Kau suka bunganya?” tanya Wonbin ketika Tiffany mencium memberikan bunga mawar pink kesukaannya.

“Ne, ahjussi. Aku suka warnanya,” jawab Tiffany sambil tersenyum.

“Eomma-mu sangat menyukai bunga mawar. Hanya saja dulu dia menyukai warna putih. Tapi kau menyukai warna pink,” banding Wonbin.

“Appa, kapan kalian akan menikah?” tanya Jiyeon yang masih membuka oleh-olehnya.

“Minggu depan, tepat pada ulang tahun Tiffany,” kata Wonbin.

“Omo! Cepat sekali. Aku belum mempersiapkan gaun untuk pendamping pengantin,” kata Jiyeon.

“Kita masih bisa mencarinya hari ini, Jiyeon,” kata Tiffany.

“ Dan aku harus mulai membiasakan diri memanggilmu eomma,” kata Jiyeon sambil tertawa.

“Dan aku juga tidak boleh memanggilmu ahjussi lagi,” kata Tiffany pada Wonbin.

Siwon Nampak tidak antusias dengan percakapan ini. “Aku permisi dulu. Hari ini ada rapat,” katanya.

“Mwo? Tapi jadwalmu hari ini kosong, Siwon-ssi,” ingat Tiffany.

“Ada rapat mendadak,” kata Siwon lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

“Akhir-akhir ini oppa aneh sekali,” kata Jiyeon.

“Mungkin dia banyak pekerjaan. Kau tahu kan selama Appa pergi Oppa-mu lah yang memegang kendali di perusahaan,” kata Wonbin.

Tiffany juga merasa ada yang aneh dengan Siwon. Setelah Appanya meninggal, Siwon jarang sekali mengobrol dengannya. Di rumah dan di kantor pun Siwon tampak sekali ingin menhindarinya.

“Benar juga,” kata Jiyeon.

“Appa dengar bisnis dengan perusahaan Jung berjalan dengan lancar,” kata Wonbin.

“Ne, Appa. Yunho Oppa bilang dia sangat senang bekerja dengan perusahaan Appa,” jawab Jiyeon bersemangat.

“Yunho?” Wonbin mengingat-ingat.

“Putra pemilik perusahaan Jung. Dia temanku juga ahjussi. Dulu kau pernah mengantarku ke rumahnya ketika aku berpamitan,” kata Tiffany membantu Wonbin mengingat.

“Aigoo.. Anak itu! Tentu saja aku mengenalnya. Dia anak yang tampan dan baik. Aku yakin dia bisa menjagamu, Jiyeon,” kata Wonbin.

“Apa yang Appa katakan?” kata Jiyeon tersipu malu.

“Kau menyukainya kan?” goda Wonbin.

“Appa!” Jiyeon memukul lengan ayahnya.

“Kau sudah besar, sayang. Appa setuju jika kau dengannya,” katanya merangkul lalu mengacak-acak rambut Jiyeon.

Tiffany hanya tersenyum melihat kelakuan kedua orang itu. Seandainya Siwon ada di sini, kebahagiaan  itu akan terasa lengkap.

Malam harinya Wonbin menemani Jiyeon memilih baju yang tepat untuk menjadi pendamping pengantin Tiffany serta memilih tuxedo untuk dirinya sendiri. Jiyeon keheranan bukankah Wonbin sudah menyerahkan pilihan tuxedonya kepada Siwon. Namun Wonbin berkata dia ingin memilih model lain untuk Siwon pakai di hari pernikahannya dengan Tiffany. Jiyeon kemudian menyimpulkan bahwa Appa-nya sengaja membelikan tuxedo lagi untuk Siwon sebagai pendamping pengantin pria.

Tiffany masih duduk di ruang keluarga karena Wonbin dan Jiyeon tidak mengizinkannya untuk ikut memilih baju. Karena jika Tiffany ikut maka tidak akan menjadi sebuah kejutan, kata Wonbin. Siwon yang pulang ke rumah melewati Tiffany begitu saja tanpa mengucapkan salam dan langsung menuju kamarnya. Tiffany yang gerah dengan sikap Siwon lalu mengikutinya ke kamar dan membiarkan pintu kamar Siwon terbuka.

Siwon yang melihatnya hanya bertanya, “Mau apa kau?”

Tiffany tersenyum sinis padanya. “Mau apa? Harusnya aku yang bertanya ada apa denganmu?” Tiffany melipat tangan di dadanya.

“Aku? Tidak ada apa-apa,” kata Siwon sambil duduk di tepi ranjang dan melepas dasinya.

“Tidak ada apa-apa katamu? Kau tahu seminggu terakhir ini rasanya kau menghindariku. Apa salahku?” nada bicara Tiffany mulai meninggi.

“Apa salahmu? Salahmu adalah kau akan menikah dengan Appaku!” kata Siwon bangkit dari kasurnya dan berdiri di hadapan Tiffany.

Tiffany yang terkejut mendengar ucapan Siwon lalu berkata, “Jika kau tidak setuju mengapa kau tidak mengatakannya pada ayahmu?”

Siwon tertawa kecil. “Ayahku sangat mencintamu karena kau mirip dengan ibumu, cinta pertama ayahku. Aku tidak mungkin menyakiti ayahku sendiri,” kata Siwon.

Tiffany hanya terdiam. Lalu kemudian berkata sambil meninggalkan kamar Siwon. “Jika begitu kau harus bisa menerimaku sebagai istri ayahmu,” katanya lalu berjalan keluar.

Siwon lalu menarik lengan Tiffany menahannya agar tidak pergi dari kamarnya. “Bagaimana bisa aku menerima orang yang aku cintai menikah dengan ayahku sendiri?” katanya mengguncang-guncangkan bahu Tiffany.

“Mwo?” Tiffany terkejut dengan ucapan Siwon.

“Aku mencintaimu Tiffany, sangat mencintaimu,” kata Siwon hampir putus asa.

“Kau jangan gila!” Tiffany lalu melepas pegangan Siwon di bahunya lalu memutuskan untuk mengabaikan ucapan Siwon.

Siwon buru-buru menarik Tiffany dan mendorongnya ke tembok sehingga badan Tiffany tertahan oleh kedua lengan Siwon di sampingnya. “Aku mencintaimu, sejak pertama kali melihatmu. Dan aku yakin kau juga mencintaiku,” kata Siwon.

Tiffany hampir menangis mendengar ucapan Siwon. Ternyata selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. “Aku tidak mencintaimu,” kata Tiffany berbohong.

“Bohong!” tangan kanan Siwon memukul tembok di dekat kepala Tiffany sementara tangan kirinya masih menopang badannya agar menghalangi Tiffany pergi. “Katakan sejujurnya bahwa kau mencintaiku,” pintanya.

“Aku tidak mencintaimu, Siwon,” Tiffany berkata sambil mulai menangis. Hatinya sakit sekali mengatakan kebohongan ini. Tapi dia harus menikahi Wonbin.

Siwon meletakan dahinya di kening Tiffany. “Katakan kau mencintaiku,” bisik Siwon sambil meletakan kedua tangannya di tembok pinggir bahu Tiffany.

“Aku tidak mencintaimu..” Tiffany menangis dan badanya yang bersandar pada tembok pun merosot sehingga dia terduduk di bawah lantai. Tiffany lalu memeluk lututnya. “Aku mencintaimu Siwon. Sangat mencintaimu,” katanya sambil terus menangis menutupi wajahnya.

Siwon lalu duduk di sampingnya dan memeluknya. “Aku tahu Tiffany. Aku pun sangat mencintaimu,” Siwon lalu mengangkat wajah Tiffany dan menghapus air matanya.

“Aku harus bagaimana?” tanya Tiffany frustasi.

“Kita mengaku pada Appa dan aku yakin Appa akan mengizinkan kita bersama,” tawar Siwon.

Tiffany hanya mengangguk. Siwon kembali memeluk Tiffany dan mengecup keningnya. Siwon lalu memandang wajah Tiffany dan mencium lembut bibirnya. Tiffany tidak mampu menolak dan hanya mampu membalas ciuman Siwon dengan senang hati. Ini adalah ciuman pertama. Terlebih ciuman ini dilakukan dengan orang yang sangat dia cintai.

Mereka tidak sadar jika Jiyeon sudah pulang dan sedari tadi melihat peristiwa itu dari luar karena pintu kamar Siwon tidak tertutup rapat. Jiyeon baru saja akan menceritakan semua ini pada Wonbin ketika bibi Han berteriak histeris. “Nona Jiyeon! Tuan Wonbin pingsan!”

Jiyeon lalu bergegas menghampiri ayahnya yang terkulai di lantai bawah. Tiffany dan Siwon yang mendengar teriakan bibi Han segera berdiri dan berlari menuju bawah.

“Oppa! Panggil ambulan,” Jiyeon lalu membuka kancing baju ayahnya dan melalukan bantuan hidup setelah mengecek denyut nadi dan nafas ayahnya.

“Apa yang terjadi?” tanya Tiffany.

Cardiac arrest. Kita harus cepat-cepat membawanya ke rumah sakit,” pinta Jiyeon sambil terus melakukan pijat jantung pada ayahnya.

Ambulan pun segera datang dan mereka bertiga ikut mengantar ke rumah sakit. Jiyeon bersama tim bantuan dari rumah sakit terus berusaha membuat kondisi Wonbin stabil. Wonbin lalu dibawa ke ICU. Dokter tak henti-hentinya memuji keahlian Jiyeon dalam menangani ayahnya.

Mereka bertiga duduk di ruang tunggu. “Appa kenapa?” tanya Siwon.

“Appa mengalami henti jantung. Mungkin karena terlalu lelah,” kata Jiyeon.

Tiffany menggenggam erat tangan Siwon. Baru saja mereka akan mengatakan kebenaran tapi Wonbin justru menderita musibah seperti ini. “Apa kalian lapar? Aku akan membeli makan dan minuman,” tawar Tiffany. Jiyeon dan Siwon mengangguk lalu Tiffany pergi meninggalkan mereka.

Ponsel Jiyeon berbunyi. Jiyeon lalu melihat siapa penelponya. Yunho. Tapi dia enggan menjawabnya setelah melihat peristiwa tadi sore. Ketika ayahnya sedang sibuk mengurus ukuran tuxedo, Jiyeon meminta izin untuk membeli minuman. Tapi dia justru melihat Yunho sedang menggandeng seorang wanita hendak menyeberang jalan. Rasanya sakit sekali mengingat akhir-akhir ini mereka sering menghabiskan waktu bersama. Jiyeon fikir Yunho menyukainya, namun apa yang dilihatnya tadi cukup menjelaskan bahwa Yunho adalah seorang playboy.

“Mengapa tidak kau angkat? Memangnya siapa yang menelfon?” tanya Siwon heran dengan tingkah Jiyeon.

“Yunho Oppa,” katanya.

“Ah.. Kalian sedang bertengkar ya?” goda Siwon. “Tapi sebenarnya hubungan kalian itu seperti apa sih?” kalian berpacaran?” selidik Siwon.

“Molla..” Jiyeon mengangkat bahu. “Tanyakan sendiri saja padanya. Bukankah kalian sering bertemu untuk urusan bisnis?” sahut Jiyeon.

Siwon mengingat ingat kapan terakhir kali bertemu Yunho. “Kami terakhir bertemu kemarin. Dan dia menitipkan salam untukmu dan Tiffany. Tapi bukankah kalian sering pergi bersama? Bahkan dia sering sekali menelfonmu,” selidik Siwon.

“Ya! Kau menguping telfonku Oppa?” Jiyeon mulai sewot.

“Aniya, dia sering menanyakanmu dan dia juga bercerita tentangmu kepadaku,” jawab Siwon. “Sepertinya dia menyukaimu,” lanjut Siwon.

“Oppa yakin? Mungkin ada wanita lain selain aku?” tanya Jiyeon.

“Molla, tapi Changmin bilang selain Tiffany dan Jessica tidak ada wanita lain yang dekat dengannya. Oiya, tentu saja kau termasuk yang dekatnya,” jelas Siwon.

“Aigoo.. Kalian pria-pria senang bergosip juga,” ledek Jiyeon.

“Bukan bergosip, hanya bertukar informasi,” tegas Siwon. “Jadi, apa yang terjadi pada kalian?”

Jiyeon menatap kakaknya. “Aniya, Oppa. Aku hanya sedang tidak ingin berbicara dengannya. Aku sangat mengkhawatirkan Appa,” kata Jiyeon.

Siwon hanya mengangguk mendengar jawaban Jiyeon. Lalu keduanya berdiam diri menunggu Tiffany sekaligus menunggu perkembangan ayahnya.

“Oppa,” panggil Jiyeon. Siwon memandangnya. “Kau mencintai Tiffany eonni?” tanya Jiyeon.

“Mwo? Bagaimana bisa?” Siwon mengelak.

“Kalian berciuman,” kata Jiyeon member pukulan telak pada Siwon.

“Jiyeon…” Siwon tidak mampu melanjutkan kata-katanya.

“Kalian saling mencintai. Pabo! Untuk apa kalian mengorbankan perasaan kalian dan menyakiti diri demi Appa?”

“Kau lihat sendiri kondisi Appa kan? Kami bermaksud menjelaskannya pada Appa. Tapi ternyata harus begini. Paling tidak aku harus menunggu sampai kondisi Appa pulih,” jelas Siwon.

Jiyeon memandang kakaknya. “Kau tahu? Tiffany eonni wanita yang baik, aku yakin kalian ditakdirkan bersama. Masalah Appa, kau tidak perlu khawatir. Aku akan membantumu berbicara padanya,” kata Jiyeon tulus.

Siwon lalu memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang. “Gomaweo, Jiyeon..”

Tiffany lalu datang membawa makanan dan minuman untuk mereka. Dokter pun keluar dari ruang ICU dan mengatakan bahwa kondisi Wonbin sudah stabil dan baru bisa ditemui ketika sudah sadar. Mereka bertiga menghela nafas lega. Lalu mulai bisa melahap makanannya dengan tenang.

“Jiyeon, tadi Yunho Oppa menghubungiku. Katanya kau tidak bisa dihubungi,” kata Tiffany.

“Mwo? Apakah kau memberitahu bahwa kita berada di sini?” tanya Jiyeon.

“Ne, aku menceritakannya pada Yunho Oppa dan dia berkata besok dia akan menengok ahjussi,” kata Tiffany.

Jiyeon tidak merespon ucapan Tiffany, lalu tiba-tiba ponselnya berbunyi lagi. Yunho mengirim sebuah pesan gambar. Gambar Jiyeon yang sedang tersenyum saat memegang boneka beruang dari taman hiburan. Jiyeon membaca pesan yang tertulis di bawah gambar itu.

“Gadis ini sangat cantik ketika tersenyum. Setiap hari aku berdoa pada Tuhan agar senyuman ini tidak pernah hilang dari wajahnya. Jika pada hari ini gadis ini bersedih, aku memohon pada Tuhan agar segera menghilangkan kesedihannya dan mengembalikan senyumannya. Karena kesedihannya, kehilangan senyumannya adalah rasa sakit bagiku,” tulis Yunho di pesannya.

Jiyeon hanya tersenyum membaca pesan itu. Namun tidak ada keinginan untuk membalasnya mengingat peristiwa tadi sore. Lalu mereka bertiga bergantian menjaga Wonbin sampai sadar keesokan harinya.

==========================================================================

Hahaha… lama banget ya update nya? ada yang nungguin cerita ini? #ngarep

Hayok dikomen donk, tinggal 1 part lagi nih :))

Trinity (Part 4)

tumblr_nhwpr2367M1s2l93uo1_500

Cast:

Tiffany SNSD as Hwang Mi Young aka Tiffany Hwang

Ji Yeon T-Ara as Hwang Jiyeon

Siwon Suju as Choi Siwon

Park Ga-in as Kahi’s Daughter

Seohyun SNSD as Seohyun

Junho 2PM as Lee Junho

Seo In Guk as Seo In Guk

==================================================================

Mereka berempat pun sampai di foodcourt yang terletak di dalam pusat perbelanjaan milik keluarga Siwon. Siwon tampak sangat menyukai Ga In dan merasa nyaman dengan kehadiran anak itu. Siwon duduk di samping Tiffany sehingga dirinya berada di seberang Ga In, sementara Tiffany berseberangan dengan Jiyeon. Siwon tak henti-hentinya menggoda Ga In dan membantunya menyuapi makanan.

“Apa kau suka makanannya, Tuan Putri?” tanya Siwon mengelap pipi Ga In yang belepotan.

“Nde, makanannya enak sekali Pangeran. Apakah aku boleh minta es krim?” tanya Ga In.

“Tentu saja, apapun yang kau minta adalah perintah bagiku,” kata Siwon.

“Aigoo.. Kalian berdua romantis sekali… Kau beruntung Ga In sayang, sudah menemukan Pangeran,” goda Jiyeon dengan tatapan pura-pura iri. Tiffany hanya tersenyum manis melihat ketiganya.

“Pangeran sudah punya yeojachingu?” tanya Ga In di sela-sela makannya.

“Belum. Waeyo? Kau mau menjadi yeojachinguku?” tanya Siwon pada Ga In.

“Bolehkah?” balas Ga In.

“Tentu saja, sayang,” goda Siwon.

“Aniya, aku masih kecil. Nanti eommaku marah. Dan kau akan jadi kakek-kakek,” tolak Ga In.

“Yaaahh.. Sayang sekali,” kata Siwon dengan raut wajah kecewa yang di buat-buat.

“Apa Pangeran mau menjadi Uncle-ku?” pinta Ga In.

“Mwo?” Siwon dan Tiffany sama-sama berteriak terkejut.

“Eomma bersama Appa, Kakek dan nenek, Jessica ahjuma dan Donghae ahjussi. Aunty Fany juga harus bersama Uncle. Iya kan Jiyeon ahjuma?” paksa Ga In.

Jiyeon yang kebingungan hanya mengangguk sambil melirik Siwon dan Tiffany.

“Ga In-ah, kau jangan minta yang macam-macam, nde?” bujuk Tiffany. “Mianhe sajangnim,” kata Tiffany membungkuk.

“Tapi aku hanya ingin punya Uncle Siwon. Apakah itu macam-macam?” tanya Ga In dengan raut wajah kecewa.

“Eonni, Ga In ini masih kecil. Wajar jika banyak maunya,” kata Jiyeon menenangkan.

“Gwencana, Nona Hwang. Aku senang mempunyai keponakan seperti Ga In. Apakah aku boleh menjadi uncle bagi Ga In?” tanya Siwon.

“Jinjja? Jika sajangnim tidak keberatan, aku sangat berterimakasih,” balas Tiffany.

“Well, Ga In sayang.. Sekarang kau boleh memanggilku Uncle Siwon, nde?” kata Siwon sambil tersenyum manis.

“Horee..!! Gomaweo Aunty dan Uncle. Sekarang keluargaku sudah lengkap. Lalu apakah Aunty dan Uncle juga akan menikah seperti Jessica ahjuma? Aku ingin tinggal serumah juga dengan Uncle Siwon,” pinta Ga In.

Tiffany yang sedang meminum juice-nya tiba-tiba tersedak, “Yah! Jiyeon! Apa yang kau ajarkan pada anak ini?”

Jiyeon hanya menahan tawanya, “Aniya, eonni. Ini pasti pengaruh pelajaran pohon keluarga di sekolahnya kemarin.”

Siwon ikut terkekeh, “Soal itu nanti Uncle bicarakan dengan Aunty ya. Sekarang kau habiskan makananmu lalu kita jalan-jalan, nde?”

Tiffany lalu melirik Siwon, “Apakah tidak memakan waktu lama, Sajangnim? Bagaimana dengan kantor?”

“Sudahlah, sekali-kali kita juga harus istirahat. Nikmati saja hari ini,” kata Siwon menepuk bahu Tiffany.

Tiba-tiba Tiffany merasa sekujur tubuhnya lemas mendapat tepukan dari Siwon. Rasanya jantungnya mau meledak ditambah dengan melihat senyuman manis yang tersungging di bibirnya. Tiffany baru menyadari betapa tampan atasannya ini.

Selesai makan, mereka lalu pergi ke tempat bermain. Tentu saja hanya Jiyeon dan Ga In yang menikmati arena bermain ini. Jiyeon mendampingin Ga In mandi bola dan bermain perosotan. Sementara Siwon dan Tiffany duduk di bangku sambil mengawasi mereka.

“Ga In sangat lucu dan pintar,” kata Siwon memecah keheningan di antara mereka.

“Nde, eonniku sangat beruntung memiliki putri seperti dirinya,” jawab Tiffany sambil tersenyum.

“Nona Hwang, bolehkah aku memanggilmu dengan nama saja? Tiffany? Fany?” izin Siwon.

Tiffany terkejut dengan permintaan Siwon, namun kemudian menjawabnya. “Oh, nde. Gwencana, sajangnim,” jawabnya sambil memamerkan eye smile andalannya.

Siwon membalas dengan senyuman. “Dan, jika tidak di kantor.. Maukah kau memanggilku Oppa? Siwon Oppa. Supaya.. Uhmm.. agar kita lebih akrab. Maksudku, aku ingin berteman denganmu, bukan menjadi atasanmu saja. Tapi, itu jika kau tidak keberatan sih,” tanya Siwon ragu-ragu.

Tiffany hanya tertawa kecil. “Tentu saja, Oppa,” katanya dengan suara manja yang dibuat-buat dan membuat Siwon ikut tertawa.

Mereka pun pulang ketika menjelang sore. Siwon dan Tiffany tidak kembali ke kantor. Awalnya Tiffany merasa takut, namun karena bos-nya lah yang mengajaknya pergi bermain, apa boleh buat.

Siwon mengantar mereka sampai di depan rumah. “Gomaweo, Sajangnim. Aniya, maksudku gomaweo Siwon Oppa,” kata Tiffany.

Siwon tersenyum dan menjawab, “Sama-sama. Lain kali kita pergi jalan-jalan lagi, nde?” kata Siwon sambil mengelus kepala Ga In yang ada di gendongan Tiffany.

“Ne, Uncle. Aku mau dicium, bolehkah?” Ga In merajuk pada Siwon.

“Dasar genit,” gumam Jiyeon.

Siwon terkekeh mendengar permintaan Ga In lalu mencium pipinya. Namun karena posisi kepala Ga In yang dekat dengan wajah Tiffany, membuat Siwon seakan-akan hendak mencium Tiffany. Jantung Tiffany rasanya berhenti berdetak saat mencium aroma tubuh dan shampoo yang seolah melekat di kepala Siwon.

“Sekarang, kau istirahatlah Tuan Putri. Uncle pulang dulu, nde?” pamit Siwon.

“Ne, Uncle. Dadah..” Ga In melambaikan tangan.

“Aku permisi, Fany, Jiyeon,” pamit Siwon lagi.

“Nde, Oppa. Hati-hati di jalan,” kata Tiffany.

“Kamsahamnida, Sajangnim,” jawab Jiyeon.

Siwon lalu melambaikan tangan sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari pandangan mereka.

“Apa-apaan ini? Siwon Oppa?” goda Jiyeon sambil mencubit pinggang Tiffany ketika mereka masuk ke dalam rumah.

“Yak! Dia yang memintaku untuk memanggilnya seperti itu,” elak Tiffany.

“Aigoo.. Fany-ah.. Siwon Oppa..!!” kata Jiyeon dengan espresi sok imut.

“Siwon Oppa? Nugu?” serbu Kahi yang tiba-tiba muncul dan meraih Ga In untuk mandi.

“Aniya,” jawab Tiffany menutupi rasa malunya.

“Choi Siwon sajangnim, eonni,” balas Jiyeon sambil berbisik.

Kahi tersentak kaget, “Mwo? Kau memanggil atasanmu dengan Oppa? Seperti memanggil kekasihmu saja. Apa kalian mulai berpacaran?” selidik Kahi.

“Mereka sedang dalam proses menjadi Aunty dan Uncle bagi Ga In,” jawab Jiyeon sambil berlari menuju kamarnya.

“Yak!! Hwang Jiyeon..!!!” teriak Tiffany mengejar Jiyeon.

“Seohyun, kau lama sekali. Aku sudah berjamur di sini,” gerutu Jiyeon yang sedang menelpon Seohyun.

“Sebentar, ne? Kau sudah membeli tiketnya?” jawab Seohyun di seberang.

“Aku sedang mengantri. Antrianya cukup panjang,” jawab Jiyeon.

“Syukurlah, kalau begitu kau beli 3 tiket ya,” pinta Seohyun.

“Tiga? Memang kau membawa siapa?” tanya Jiyeon curiga.

“Aku mengajak kakak sepupuku. Sebenarnya ini permintaan ahjumaku, karena sepupuku setiap malam hanya berkutat dengan pekerjaan saja. Mungkin eommanya bosan melihat anaknya terus. Hahaha..” jawab Seohyun sambil tertawa.

Jiyeon hanya terkekeh tidak jelas. “Kau tidak mengajak Junho?” tanya Jiyeon.

“Aniya, dia bilang tidak suka film ini. Tapi dia bilang dia akan menyusul setelah film selesai untuk mentraktir makan,” jawab Seohyun.

“Omo! Baik sekali bocah itu,” seloroh Jiyeon.

“Nde, aku rasa kali ini dia mendapat pacar baru. Lalu memutuskan mentraktir kita makan,” jawab Seohyun.

“Baiklah, aku tutup telponnya ya,” kata Jiyeon lalu memutuskan sambungan dan mulai mengantri tiket film horror kesukaannya. “Aneh sekali, biasanya si tengik itu selalu mengintil aku dan Seohyun. Tapi kenapa kali ini tidak ikut? Jika ada wanita yang dia suka, pasti dia berkonsultasi denganku dulu. Ada apa dengan bocah itu?” batin Jiyeon terhadap Junho, sahabatnya.

Tepat saat dirinya memikirkan sahabatnya itu ponselnya berbunyi. “Yobseo,” sapa Jiyeon.

“Chagi-ya. Aku minta bantuanmu,” jawab suara pria di seberang.

“Yak! Jangan panggil aku seperti itu, Lee Junho!” jawab Jiyeon kesal.

Junho hanya terkekeh mendengar jawaban Jiyeon. “Omo, chagi. Kau manis sekali saat sedang marah begitu,” komentar Jiyeon.

“Kau menjijikan sekali. Ada apa?” seloroh Jiyeon.

“Tenang saja, setelah ini akan ada wanita yang ku panggil ‘chagi’ tapi tentu saja itu bukan kau,” jelas Junho.

“Aigoo.. Kau di mana sekarang?”

“Aku masih mencari perlengkapan untuk mengutarakan perasaanku. Kabari aku jika filmnya sudah selesai. Jangan lupa ajak Seohyun ke restoran tempat kita biasa makan siang, nde?”

“Mwo?? Jangan bilang orang yang kau suka itu adalah..”

Kata-kata Jiyeon terputus oleh sambungan telpon Junho yang diakhiri dengan ucapan, “Sampai jumpa chagi!”

“Yak! Lee Junho!” bentak Jiyeon keras pada ponselnya.

“Maaf agashi, apakah anda ingin membeli tiket menonton atau hanya berdiri di situ saja? Antrian sudah semakin panjang,” kata petugas penjual tiket.

“Ah, nde. Mianhamnida,” Jiyeon membungkuk malu. Jiyeon lalu membayar tiket dan membeli popcorn sampai akhirnya ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

“Biar kami yang membayar popcorn dan sodanya,” kata Seohyun sambil merangkul sahabatnya.

“Mengagetkan saja,” omel Jiyeon.

Seohyun hanya tertawa kecil lalu menyerahkan uang pada petugas kasir.

Jiyeon berbalik dan tampak mengenali sosok yang kini berdiri di belakangnya, “In Guk oppa?”

In Guk hanya tersenyum canggung melihat wanita yang berdiri di samping Seohyun, “Anyeong, Jiyeon..”

“Omo, kalian sudah saling kenal?” tanya Seohyun.

“Ne, Jiyeon pernah ke kantor mencari Tiffany,” jelas In Guk.

“Dan saat itu Ga In hilang,” sambung Jiyeon yang dibalas tawa oleh In Guk.

“Haaahhh… Baguslah, jadi aku tidak perlu repot-repot memperkenalkan kalian dan berada dalam situasi canggung. Ayo mari kita masuk,” ajak Seohyun. “Ngomong-ngomong, Junho tidak ikut?” bisik Seohyun.

“Dia bilang akan menyusul jika filmnya selesai, di restoran biasa,” jawab Jiyeon sambil mereka berjalan masuk ke dalam bioskop.

“Apakah dia sedang berkencan dengan seseorang yang tidak kita ketahui?” tanya Seohyun begitu mereka duduk di kursi penonton.

“Molla, terakhir dia bercerita tentang wanita itu adalah ketika dia membicarakan tentang..” kata-kata Jiyeon terputus dan diganti dengan teriakan mereka berdua “JEON HYOSUNG..!!”

“Ah jinjja, apakah dia sebodoh itu untuk mempermalukan dirinya sendiri di depan wanita itu?” omel Seohyun.

“Aku tidak bisa membayangkan betapa malunya dia nanti ketika Hyosung eonni menolaknya. Setauku dia akan segera bertunangan dengan Kikwang sunbae,” jelas Jiyeon.

“Dasar bodoh!” umpat Seohyun sambil mengunyah popcorn besar yang ada di pangkuannya.

“Nona nona bisakah kalian tenang? Filmnya sudah mulai,” tegur In Guk sambil mencomot pop corn dari Seohyun yang duduk di antara dia dan Jiyeon.

“Ah, mianhe oppa..” jawab Jiyeon dan Seohyun bersamaan.

Mereka pun menikmati film yang Jiyeon bilang “seru” itu sampai akhirnya Seohyun mengumpat. “Sial, tenyata ini film hantu! Berani beraninya kau membohongiku Hwang Jiyeon!” omelnya sambil menutupi wajahnya dengan kardus popcorn besar di pangkuannya.

“Salah sendiri kau tidak mencari info tentang film ini di internet,” ejek Jiyeon puas. In Guk hanya terkekeh kecil sambil sesekali menarik kotak popcornnya agar Seohyun melihat sosok hantu di film tersebut.

Ketika In Guk hendak mengambil popcorn di kotak itu, Jiyeon pun ternyata ingin mengambil popcorn. Sehingga tangan mereka secara tidak sengaja bersentuhan di dalam kardus itu. Buru-buru mereka menarik tangan masing-masing. Namun seulas senyum muncul dari bibir mereka. Entah mengapa sentuhan kecil tersebut membuat Jiyeon berdebar, demikian juga dengan In Guk. Sepanjang film itu pun mereka berdua habiskan untuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka berdua.

“Aaahhh… akhirnya filmnya selesai juga,” kata Seohyun lega setelah mereka keluar dari bioskop yang menurutnya sangat menyeramkan.

“Memangnya kau menonton apa? Sepanjang film ini tayang kau hanya bersembunyi di balik kardus pop corn itu,” ejek In Guk.

“Terimakasih Hwang Jiyeon kau sudah menjebakku ke dalam film yang sama sekali tidak berani aku tonton. Hah! Kau ini menyebalkan sekali,” omel Seohyun. Jiyeon hanya membalas dengan pelukan.

“Kajja, kita makan. Junho pasti sudah menunggu kita,” ajak Jiyeon.

Mereka bertiga pun bergegas ke tempat makan langganan mereka yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat mereka menonton film. Begitu masuk ke dalam, mereka tampak terkejut dengan dekorasi yang ada di situ. “Sepertinya baru ada orang yang menyatakan perasaannya kepada seseorang yang disukai,” kata In Guk setelah mengamati dekorasi di situ.

“Aku sudah tidak sabar menanti jawabannya,” kata Jiyeon tersenyum jahil. Jiyeon dan Seohyun pun langsung bergegas menghampiri Junho yang duduk sendirian di sudut ruangan.

“Jadi?” tanya Seohyun pada Junho

“Sudah pasti,” jawab Junho sambil cengar cengir.

“Sudah ku duga!” jawab Jiyeon sambil bertepuk kegirangan lalu duduk di samping Junho.

“Junho yah, ini In Guk oppa. Sepupuku,” kata Seohyun.

Junho lalu bangkit dan memberi hormat pada lelaki yang nampak lebih tua darinya. Setelah kedua lelaki itu saling memberi hormat dan berkenalan mereka pun mulai memesan makanan.

“Jadi, tidak ada traktiran hari ini?” kata Jiyeon pada Junho.

“Menurutmu?” jawab Junho dengan kalimat retoris.

“Sudah ku bilang Jeon Hyosung itu akan bertunangan. Kau saja yang tidak mau mendengarkan. Dan sekarang uangmu pasti terbuang sia-sia karena sudah mendekorasi ruangan ini dengan ornamen norak seperti ini,” kata Seohyun.

“Sudah, sudah. Kali ini biar aku saja yang traktir. Anggap saja ini hadiah perkenalan dariku untuk Jiyeon dan Junho,” kata In Guk mencoba melerai adik-adiknya ini.

“Ah, kamsahamnida,” jawab Jiyeon dan Junho.

“Tidak perlu sungkan, kalian kan sahabat Seohyun, jadi adikku juga,” kata In Guk.

Tanpa malu-malu Junho, Jiyeon dan Seohyun pun memesan makanan gratisan dari In Guk. Mereka pun mengobrol dengan seru sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 21.00 dan mereka memutuskan untuk pulang. In Guk pulang bersama Seohyun sementara Jiyeon diantar menggunakan Ducati milik Junho.

“Jiyeon-ah..” panggil In Guk ketika Seohyun dan Junho tengah berjalan di depan mereka sambil mengobrol menuju parkiran.

“Nde?” jawab Jiyeon .

“Bolehkah aku meminta nomor handphone mu?” Mmm.. Siapa tahu kelak aku membutuhkannya,” sahun In Guk malu-malu.

Jiyeon tersenyum manis lalu mengulurkan tangannya meminta ponsel In Guk. “Tentu saja, sini ku masukan nomorku ke ponselmu,” jawabnya.

In Guk dan Seohyun pun pamit pulang. Sementara Jiyeon tengah bersiap memakai helm. “Kau selalu mempunyai helm cadangan ya, Lee Junho,” kaya Jiyeon.

“Kita tidak pernah tau kan kapan dan di mana kita bisa berjumpa dengan jodoh kita. Jadi aku selalu membawanya jika nanti aku bertemu dengan orang spesial,” jawab Junho.

“Orang spesial apanya? Satu-satunya wanita yang mau kau bonceng kan hanya aku, atau Seohyun,” kata Jiyeon.

“Ah, kau benar juga. Malang juga ya nasibku,” ejek Junho.

“Yak! Kau ini menyebalkan!” Jiyeon lalu naik ke motor Junho setelah memukul helm yang bersarang di kepala Junho.

“Ngomong-ngomong kau sudah menemukan pengganti Choi Minho, atau pengganti Jaksa Yunho?” tanya Junho ketika motor sudah mulai berjalan.

“Maksudmu?”

“Ku pikir In Guk hyung menyukaimu,” kata Junho.

Jiyeon tersenyum di balik punggung Junho. “Jinjja yo?” Kita baru bertemu dua kali. Sekali di kantor Fany eonni, dan hari ini. Kau pikir cinta itu benar ada?” tanya Jiyeon.

“Entahlah, saat kau merasa nyaman dengan seseorang, itulah yang dinamakan cinta,” kata Junho.

“Aku belum tahu nyaman atau tidak bersamanya. Kita kan baru bicara sebentar. Yang jelas pria yang membuatku nyaman hanya kau. Mungkinkah aku mencintaimu?” tanya Jiyeon polos.

Junho terkekeh mendengar ucapan Jiyeon. “Kau ini ada-ada saja, kau nyaman denganku karena kau terbiasa membutuhkanku. Kau harus mulai terbiasa membuka hati untuk pria, atau kau akan berakhir di pelaminan denganku,” kata Junho.

“Enak saja!!!” omel Jiyeon sambil menepuk bahu Junho lagi.

Jiyeon sampai di rumah dengan selamat. Tidak lupa Jiyeon dan eommanya yang sudah menyambut di rumah mengucapkan terimakasih pada Junho yang sudah mengantarkan Jiyeon pulang. Lalu setelah mandi dan bersiap tidur, Jiyeon memeriksa kembali ponselnya.

“Anyeong Jiyeon, ini nomorku. Simpan ya. In Guk,” sebuah pesan dari In Guk pun menghiasi ponselnya.

“Nde, Oppa. Terimakasih untuk traktirannya hari ini J,” balas Jiyeon.

“Gwenchana. Apakah hari Minggu besok kau ada acara?” tanya In Guk lagi.

“Sepertinya belum ada. Kenapa Oppa?” balas Jiyeon sambil tersenyum-senyum.

“Apakah kau mau menemaniku jalan-jalan? Ke taman bermain atau toko buku? Tenang saja, kali ini aku yang traktir lagi,” kata In Guk.

“Baiklah, jangan lupa jemput aku,” balas Jiyeon.

“Arasso, ku jemput di rumahmu jam 10 pagi nde?” jawab In Guk.

“Siaaapp..!! J”

“Baiklah, selamat malam. Selamat tidur dan semoga mimpimu indah.”

“Terimakasih. Oppa juga, ne,” Jiyeon tak henti-hentinya tersenyum membaca pesan yang dikirim oleh In Guk.

==================================================================

Akhirnya berhasil ngepost cerita ini jugaaa… Setelah hampir berapa lama gak megang laptop buat nulis cerita. Ayok yok yang udah nungguin cerita ini dari lama monggo dikomen 😀

Daddy’s Choice (Part 5)

wpid-wp-1421665487803.jpeg

Main Cast:

Siwon Suju as Choi Siwon

Tiffany SNSD as Hwang Tiffany

Won Bin as Choi Wonbin (Siwon’s Dad)

U-know Yunho as Jung Yunho

Jiyeon T-ara as Choi Jiyeon (Siwon’s Young Sister)

Supporting Cast:

Leeteuk Suju as Hwang Leeteuk (Tiffany’s Dad)

Taeyeon SNSD as Hwang Taeyeon (Tiffany’s Mom)

Sooyoung SNSD as Choi Sooyong (Siwon’s Mom)

Jessica SNSD as Jessica (Tiffany’s best friend)

Seohyun SNSD as Seohyun (Jiyeon’s best friend)

Max Changmin as Seo Changmin (Seohyun’s brother)

Kyuhyun Suju as Cho Kyuhyun (Seohyun’s Boyfriend)

==================================================================

Keesokan harinya Yunho benar-benar datang ke rumah Jiyeon dan ikut bergabung sarapan dengan mereka bertiga. Jiyeon gembira sekali karena Yunho membawakan boneka beruangnya yang tertinggal. Setelah mengucapkan terima kasih, Jiyeon lalu mengajak Yunho menemui Siwon dan Tiffany di ruang makan. Yunho duduk di samping Jiyeon, tepat di depan Tiffany. “Kau makin cantik, Mi Young-ah,” puji Yunho melihat penampilan Tiffany.

“Tentu saja. Dan jangan panggil aku seperti itu, Oppa,” protes Tiffany.

“Kau jangan menggodanya Oppa. Atau nanti ku laporkan Appaku,” ancam Jiyeon. Yunho hanya terkekeh mendengar ancaman Jiyeon.

“Mi Young?” tanya Siwon meminta penjelasan.

“Mwo? Kau belum tau nama aslinya?” kata Yunho kaget.

“Oppa, sudahlah jangan dibahas,” pinta Tiffany.

“Aniya, aku harus mengetahuinya. Tolong jelaskan Yunho-ssi,” pinta Siwon.

“Jadi gadis ini bernama asli Hwang Mi Young. Tapi dia juga mempunyai nama lain yaitu Tiffany. Karena dulu teman-teman kami sewaktu kecil suka mengejek namanya yang mirip dengan rumput laut, dia tidak pernah suka dipanggil Mi Young. Dan lebih memilih nama Tiffany,” jelas Yunho.

“Ya! Eonni, namamu sangat indah. Mengapa kau tidak suka dipanggil begitu?” protes Jiyeon.

“Sudahlah, jangan dibahas. Kau ini menyebalkan sekali oppa,” kata Tiffany menendang kaki Yunho.

Selesai sarapan, Yunho pun menawarkan diri untuk mengantar Jiyeon ke kampusnya. Ketika Jiyeon dan Siwon sedang bersiap-siap di kamarnya masing-masing, Tiffany menghampiri Yunho. “Oppa, ada yang ingin aku tanyakan padamu,” katanya.

“Ada apa?”

“Apa kau serius ingin mendekati Jiyeon?”

“Mwo? Apa maksudmu?”

“Jangan jadikan dia pelampiasan karena aku menolakmu waktu itu. Jiyeon anak yang baik, aku sangat menyayanginya seperti aku menyayangi adikku sendiri,” kata Tiffany.

“Ya! Aku tidak mungkin mempermainkan wanita Mi Young-ah. Kau tahu kan bagaimana aku?”

“Selain denganku dan Jessica, kau tidak pernah dekat dengan wanita lain. Aku takut jika kau menyakiti Jiyeon,” kata Tiffany.

“Aniya, dia sudah ku anggap seperti adikku sendiri,” kata Yunho. “Meskipun..” kata-katanya terputus.

“Apa?” kata Tiffany curiga.

“Meskipun sepertinya aku menyukainya. Tapi jika kau merasa terganggu dengan kedekatan kami, aku akan menjauhinya,” kata Yunho.

“Bukan begitu. Jika kau memang menyukainya, maka sayangi dia dengan tulus,” pinta Tiffany.

“Tentu saja,” kata Yunho.

“Baiklah, aku percaya padamu,” kata Tiffany memeluk Yunho.

“Oppa, aku udah siap,” kata Jiyeon menghampiri mereka berdua dan terkejut melihat keduanya.

“Ku pegang janjimu Oppa, awas kalau kau macam-macam!” ancam Tiffany.

“Janji apa?” Jiyeon keheranan.

“Bukan apa-apa, ayo kita pergi,” ajak Yunho pada Jiyeon.

Tiffany tersenyum melihat mereka berdua. Tiba-tiba Siwon muncul di sampingnya. “Sepertinya dia memang orang yang baik,” kata Siwon pada Tiffany.

“Mwo?” Tiffany meminta penjelasan terhadap ucapan Siwon.

“Aku mendengar pembicaraan kalian,” kata Siwon menunjuk tembok tempatnya bersembunyi.

“Aigooo.. Harusnya kau ikut saja tadi berbicara dengannya,” protes Tiffany.

“Hahaha.. Jika aku ikut bergabung lalu dia berpura-pura baik di hadapanku bagaimana? Dengan cara tadi aku bisa mengetahui siapa dia sebenarnya. Dan aku lega dia tidak mencintaimu lagi,” kata Siwon.

“Benar juga, setidaknya aku bisa lega bahwa pernikahanku dan ahjussi sudah tidak menimbulkan beban bagi siapapun,” kata Tiffany. “Tapi ini beban bagiku,” batin Tiffany.

“Ah, aku jadi teringat kita harus mencari baju pengantin dan cincin untuk pernikahan kalian,” kata Siwon.

“Ne? Kapan?”

“Hari ini, selepas kerja kita mampir ke butik pesanan Appa,” kata Siwon.

Mereka pun akhirnya pergi ke kantor. Sepanjang perjalanan Tiffany hanya mampu terdiam, demikian juga dengan Siwon. Pekerjaan di kantor pun mereka jalani dengan biasa saja hingga mereka tidak menyadari waktu begitu cepat berlalu. Selepas bekerja mereka pun langsung mencoba baju pengantin.

“Bagaimana menurutmu Siwon? Apa ini bagus?” tanya Tiffany ketika mencoba baju pertama.

“Lumayan,” kata Siwon yang masih duduk di depan Tiffany sambil berfikir apa yang aneh dari gaun pengantin tersebut.

“Tapi aku merasa belahan dadanya terlalu rendah. Maaf agashi, tapi aku kurang nyaman,” keluh Tiffany.

“Nona tidak perlu khawatir, mari kita coba baju lain,” kata pelayan tersebut mengajak Tiffany mencoba gaun yang lain.

Tak lama kemudian Tiffany keluar dengan gaun pengantin model lain yang dirasa bagus. “Bagaimana menurutmu Siwon?” tanya Tiffany menggigit bibir.

Siwon tidak bisa berkedip melihat kecantikan Tiffany. Perpaduan warna gaun yang indah ditambah manisnya wajah gadis di hadapannya ini adalah keindahan yang tidak ternilai harganya.

“Melihat reaksi Tuan Choi seperti ini, pastilah dia menyukainya Nona,” kata si pelayan menjelaskan.

“Jinjja?” tanya Tiffany meyakinkan.

“Kau sangat cantik Tiffany, gaun ini sangat indah untuk kau kenakan,” puji Siwon.

“Ah, syukurlah.. Aku memang menyukai model dan warnanya,” kata Tiffany tersenyum senang.

“Baiklah, sekarang Tuan Choi yang memilih tuxedo,” kata pelayan itu lagi.

“Mwo? Tapi aku tidak tahu ukuran badan Appa,” kata Siwon.

“Tadi bos menyuruh untuk mengepaskan tuxedo dengan ukuran badan Tuan,” kata si pelayan.

“Mungkin ukuran badan ahjussi sama sepertimu Siwon-ssi,” kata Tiffany.

“Ah benar juga,” kata Siwon mulai memilih tuxedo. “Kau suka yang seperti apa, Tiffany?” tanyanya.

“Mungkin yang ini bagus,” katanya menunjuk sebuah tuxedo.

Siwon lalu mencoba tuxedo itu dan menunjukkannya pada Tiffany yang masih memakai gaun pengantinnya. “Bagaimana?” tanya Siwon.

Tiffany memandang Siwon dan berkata dalam hati. “Ya Tuhan, pria ini sangat tampan memakai pakaian apapun,” pujinya. “Ini bagus Siwon,” katanya lalu mendekat dan berdiri di samping Siwon. Kemudian mereka melihat bayangan mereka di kaca. “Bukankah gaun ini tampak serasi dengan tuxedo yang kau pakai?” tanyanya meyakinkan.

“Tentu saja. Kalian sangat serasi. Aigooo.. Aku iri pada keromantisan kalian,” kata si pelayan dengan mata berbinar-binar.

Tiffany dan Siwon tersipu malu mendengar pujian seperti itu. “Aniya, bukan aku yang menikah. Tapi dia,” kata Siwon menunjuk Tiffany.

“Jinjja? Mianhe.. Aku fikir kalian yang akan menikah. Karena kalian pasangan yang serasi,” kata pelayan tersebut kecewa.

“Baiklah, kami ambil pakaian ini,” kata Siwon lalu mengurus administrasi.

Si pelayan menghampiri Tiffany. “Maafkan kelancanganku tadi,” katanya.

“Tidak apa-apa,” kata Tiffany tersenyum manis.

“Tapi sungguh, kalian sangat pantas bersama. Sayang sekali kalian bukan pasangan. Beruntunglah pria yang akan menikahimu,” kata si pelayan lagi. “Semoga kau bahagia dengan orang yang kau cintai,” lanjutnya.

“Ne, gomaweo,” kata Tiffany kepada sang pelayan. “Seandainya saja aku memang menikah dengan orang yang aku cintai,” batin Tiffany.

Setelah selesai mencoba baju pengantin keduanya pun memilih cincin pengantin sesuai dengan keinginan mereka. Cukup aneh karena ayah Siwon begitu mempercayainya bahkan untuk ukuran badan. Lalu mereka memutuskan untuk makan malam di luar .

“Kau mau pesan apa?” tanya Siwon.

“Aku.. Mmm.. Apa ya? Aku tidak tahu makanan apa yang enak. Terserah kau saja,” kata Tiffany pasrah.

Siwon lalu memesan makanan yang membuat alis Tiffany naik karena semua makanan yang Siwon pesan sangat sesuai dengan seleranya. “Kau suka strawberry kan?” tanya Siwon.

“Ne, bagaimana kau bisa tau?” Tiffany keheranan.

“Hahaha.. Kau ini pelupa sekali, dulu kau pernah mengatakannya padaku ketika kita sedang berjalan-jalan saat pertama kali kau datang ke rumah. Kau ingat?” tanya Siwon.

Tiffany mengingat moment itu. Ketika Siwon mengajaknya melihat mall milik keluarga Choi, villa, perkebunan dan peternakan juga, lalu mereka pergi ke taman bermain menaiki seluruh wahana. Itu adalah saat yang paling membahagiakan baginya karena ayahnya saja tidak pernah mengajaknya pergi jalan-jalan. “Bukankah itu sudah lama sekali? Atau aku yang tanpa sadar mengucapkannya?” ingat Tiffany.

“Kau bilang kau suka warna pink, strawberry, kau takut petir, kau suka dipeluk, kau suka menangis, apalagi ya?” Siwon mencoba mengingat percakapan mereka dahulu.

“Omo! Bagaimana kau bisa mengingat semua itu?” Tiffany tersipu malu.

“Entahlah, semua tersimpan rapi di ingatanku,” kata Siwon.

Obrolan mereka terhenti ketika ponsel Tiffany berbunyi. “Yeobseo, ahjussi,” kata Tiffany membuka suara. “Wonbin ahjussi,” kata Tiffany memberi isyarat pada Siwon. “Aku? Ah, aku sedang makan malam bersama Siwon. Ne, tadi kami sudah memilih baju pengantin, sangat indah. Tapi karena kami tidak tahu ukuranmu, kami menggunakan badan Siwon sebagai contohnya,” kata Tiffany.

Siwon menyambut kedatangan makanan mereka dengan tidak antusias. “Untuk apa Appa menelfon Tiffany? Apakah Appa benar-benar menyukainya?” Siwon bertanya dalam hati.

“Cincin? Sudah, cantik sekali. Siwon pandai memilih,” puji Tiffany pada Wonbin. Siwon mencoba tersenyum mendengar pujian itu.

“Hadiah? Aniya, aku dan Siwon seharian belum pulang ke rumah. Ne, nanti akan aku buka. Gomaweo, ahjussi. Jaga kesehatanmu, jangan terlalu lelah. Ne, anyeong,” Tiffany lalu menutup telfon dengan suara gembira.

“Apa yang dia katakan?” selidik Siwon.

“Ahjussi menanyakan apakah kita sudah membeli gaun dan cincin. Kau sudah mendengar ceritaku pada ahjussi kan?” Tiffany menguji pendengaran Siwon.

“Lalu?” tanya Siwon.

“Ahjussi bilang dia mengirim hadiah untuk kita dari Finlandia. Tapi aku bilang kita belum pulang seharian, jadi belum sempat membuka hadiah,” jelas Tiffany.

“Lalu?” Siwon kembali bertanya.

“Sudah,” jawab Tiffany.

“Hanya itu saja?”

“Memangnya aku bicara apalagi selain terimakasih?” Tiffany mulai malas menjawab pertanyaan Siwon yang bertubi-tubi.

“Kau tadi mengucapkan jaga kesehatan,” papar Siwon.

“Memangnya kenapa? Aku kan tidak ingin ahjussi sakit,” jelas Tiffany.

“Mengapa kau peduli padanya?” tanya Siwon.

“Aigoo.. Kau ini. Dia kan calon suamiku. Apakah tidak boleh aku memperhatikan kesehatannya?” jelas Tiffany.

“Benar juga. Kau kan akan menikah dengannya,” kata Siwon dengan suara lirih.

Seketika Tiffany menghentikan suapannya dan menatap Siwon. “Apakah ada masalah denganmu? Kau tidak menyetujui pernikahan kami?” tanya Tiffany.

“Aniya, aku senang jika Appa akan segera menemukan pendamping hidup,” kata Siwon sambil tersenyum lalu melanjutkan makannya.

Dada Tiffany terasa sesak. Bukan itu jawaban yang dia inginkan. Dia ingin Siwon menolak pernikahan itu dan berkata bahwa dia mencintai Tiffany. “Ternyata dia memang tidak menaruh sedikitpun rasa kepadaku,” batin Tiffany. Lalu perlahan dia pun mulai melahap makanan yang sudah tidak ada rasanya lagi baginya.

Mereka sampai di rumah ketika Jiyeon sedang membuka bingkisan kiriman Wonbin. “Oppa, Eonni! Appa mengirim hadiah untuk kita,” kata Jiyeon memamerkan mantel kuning barunya. “Ini untuk eonni, ayo bukalah! Aku penasaran sekali,” katanya sambil menyerahkan bingkisan untuk Tiffany.

“Ah, cantik sekali mantel ini,” kata Tiffany ketika membuka kadonya yang berupa mantel berwarna pink, kesukaannya.

“Oppa, buka juga kadomu,” pinta Jiyeon.

Siwon lalu membuka kado yang ternyata juga mantel yang motif dan bahannya sama persis dengan punya Tiffany dan Jiyeon. Hanya saja milik Siwon berwarna hitam.

“Ternyata sama saja, hanya beda warna,” kata Jiyeon membandingkan. Tiba-tiba ponsel Jiyeon berbunyi. “Appa!” sapanya setika menerima telfon dari ayahnya. “Sudah, Tiffany eonni sangat menyukainya. Appa ternyata tahu warna kesukaan eonni,” kata Jiyeon menggoda ayahnya. “Ne? Di saku?” Jiyeon menunjuk saku mantel Tiffany.

Tiffany merogoh saku tersebut dan mendapati sebuah gelang perak bertuliskan namanya. “Omo! Cantik sekali. Sampaikan terimakasihku untuk ahjussi,” kata Tiffany pada Jiyeon.

“Appa! Tiffany eonni menyukai gelangnya. Dia berterimakasih padamu,” kata Jiyeon sambil tersenyum. “Appa romantis sekali. Tapi mengapa di saku mantelku tidak ada hadiah lagi?” protes Jiyeon. “Arasso, tapi besok aku minta hadiah lagi ya Appa?” kata Jiyeon lalu mengucapkan salam perpisahan kepada ayahnya. “Appa romantis sekali kan Oppa?” kata Jiyeon gembira.

“Aku permisi ke kamar,” kata Siwon lalu meninggalkan kedua gadis tersebut yang masih mengagumi gelang pemberian Wonbin.

“Kenapa dia?” tanya Jiyeon keheranan. Tiffany hanya mengangkat bahu.

Suatu hari, Tiffany sedang sibuk mengerjakan tugas kantornya ketika Jessica menghubunginya lewat ponsel. “Yobseo, Sica. Ada apa?” tanya Tiffany.

“Fany-ah cepatlah kau ke rumah sakit,” pinta Jessica dengan suara panik.

“Ada apa? Siapa yang sakit?” Tiffany tidak kalah panik.

“Cepatlah kau kemari. Ayahmu kecelakaan,” kata Jessica.

“Mwo?” tangis Tiffany mulai pecah ketika mendengar perkataan Jessica. “Bagaimana bisa?” Tiffany mulai histeris.

“Nanti aku ceritakan. Cepatlah kau kemari, kondisinya sangat parah dan butuh banyak darah,” papar Jessica.

Tiffany segera menutup telfon dan masuk ke kantor Siwon. “Siwon-ssi, aku mohon izin sebentar. Appaku.. Kecelakaan,”kata Tiffany dengan suara terisak.

“Mwo?” Siwon tidak kalah panik.

“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kata Jessica, kondisinya sangat parah. Aku pamit,” kata Tiffany.

“Kau akan pergi bersamaku. Tenanglah Tiffany,” Siwon lalu bergegas memeluk bahu Tiffany dan membimbingnya keluar kantor lalu bersama-sama pergi ke rumah sakit.

Setibanya di sana Tiffany sudah disambut dengan Jessica dan Changmin. “Bagaimana keadaannya?” tanya Tiffany.

“Appamu mengalami perdarahan hebat karena kecelakaan saat hendak menyeberang dan dokter akan melakukan operasi. Sebaiknya kau temui mereka untuk menandatangani persetujuan,” bimbing Jessica.

Tiffany lalu memandang Siwon. “Jangan kau fikirkan biayanya, yang penting Appammu selamat,” Siwon mengelus lengan Tiffany.

Setelah Tiffany mengurus persetujuan, Leeteuk (ayah Tiffany) pun segera dibawa ke ruang operasi. “Appa..” kata Tiffany sambil menangis memandangi ayahnya yang setengah sadar.

“Fany-ah.. Mianhe..” kata Leeteuk menahan sakit.

“Ne, Appa. Appa harus kuat,” Tiffany menahan tangis.

“Appa.. Sa-yang.. pada-mu..” suaranya semakin melemah.

“Ne, Appa. Aku tahu, aku juga sayang Appa. Appa tolong bertahan,” tangis Tiffany pecah ketika dia memegang tangan ayahnya yang semakin dingin.

“Sudah, Tiffany. Ayahmu pasti akan sembuh,” kata Siwon.

“Tolong.. Jaga.. Fany..” kata Leeteuk memandang Siwon.

“Ne, ahjussi. Aku akan terus menjaganya. Ahjussi juga akan sembuh,” kata Siwon lalu mereka berdua memandang Leeteuk yang masuk ke ruang operasi.

“Appa..” Tiffany menangis lagi ketika pintu ruangan operasi ditutup.

Siwon lalu memeluk Tiffany. “Appamu akan sembuh,” bisik Siwon sambil mengusap-usap punggung Tiffany.

“Aku takut.. Aku tidak mau Appa pergi. Dia tidak jahat, dia sangat menyayangiku,” kata Tiffany masih terisak.

“Aku tahu, Tiffany. Sekarang mari kita berdoa,” katanya mempererat pelukan pada Tiffany.

Jessica dan Changmin amat prihatin dengan kondisi Tiffany dan ayahnya. Changmin lalu merangkul Jessica dan menenangkan kekasihnya. Tak lama kemudian Yunho, Jiyeon dan Seohyun datang ke rumah sakit.

“Bagaimana keadaan ahjussi?” tanya Jiyeon pada Siwon. Siwon lalu melepas pelukannya pada Tiffany.

“Kita belum tahu, Jiyeon. Sekarang beliau sudah masuk ruang operasi. Mari kita berdoa semoga beliau cepat pulih,” kata Siwon.

Jiyeon lalu memeluk Tiffany. “Eonni..” keduanya menangis bersamaan.

“Bagaimana kau bisa di sini?” tanya Changmin pada adiknya.

“Tadi aku sedang di perpustakaan menemani Jiyeon. Lalu Yunho Oppa mengabari Jiyeon. Dan pas sekali tadi kami bertemu di pintu masuk,” jelas Seohyun.

Dua jam kemudian dokter keluar dari ruang operasi. “Bagaimana keadaan ayahku, dokter?” tanya Tiffany.

Dokter lalu memandang satu persatu orang di sekitarnya. “Anda putrinya? Bisa ikut saya sebentar? Atau anda ingin ditemani?” tanya dokter.

“Saya yang akan menemaninya dokter,” kata Jiyeon lalu merangkul Tiffany mengikuti dokter tersebut.

“Mohon maaf, Nona. Ayah Anda tidak dapat diselamatkan. Beliau mengalami perdarahan di kepala dan trauma di lehernya,” kata dokter.

Seketika tangis Tiffany pecah, Jiyeon hanya dapat memeluk dan mengusap-usap punggung Tiffany. Jiyeon lalu menanyakan beberapa hal medis terkait dengan kasus ayah Tiffany.

“Saya turut berduka cita,” kata dokter menepuk punggung Tiffany. “Semoga kelak anda menjadi dokter yang baik,” katanya tersenyum pada Jiyeon. Dokter itu sangat terpukau dengan kepandaian Jiyeon.

Siwon, Yunho, Jessica, Changmin dan Seohyun pun menghampiri mereka berdua. “Apa yang terjadi?” tanya Yunho.

“Ahjussi sudah berpulang,” jawab Jiyeon. Tiffany masih tidak berhenti menangis.

“Fany-ah, kau harus kuat,” kata Jessica mengelus lengan Tiffany. Tapi pertahanannya tidak cukup kuat. Dia tidak bisa melihat sahabatnya menangis. Maka dia pun ikut menangis di pelukan Changmin.

Siwon lalu menghubungi ayahnya dan mengabari apa yang terjadi. Lalu setelah menutup telfon dia kembali berbicara pada Tiffany. “Tiffany, appa belum bisa pulang. Tapi urusan pemakaman biar aku yang mengurusnya. Changmin, kau ikut aku mengurusnya,” katanya pada Changmin.

“Aku juga ikut membantu,” kata Yunho menawarkan diri. Mereka bertiga pun pergi mengurus segala urusan pemakaman ayah Tiffany.

Sore harinya Leeteuk pun dimakamkan. Semua tetangga datang ke pemakaman dan mengucapkan bela sungkawa kepada Tiffany termasuk keluarga Yunho yang awalnya tidak menyukai hubungan Tiffany. Namun setelah Tiffany menjadi bagian dari keluarga Choi, mereka mulai peduli padanya.

“Kami permisi pulang Tiffany, kau yang sabar ne? Siwon-ssi, tolong jaga dia,” kata Jessica pamit diikuti Seohyun dan Changmin.

Tiffany yang masih terduduk di samping makam ayahnya hanya mampu mengangguk. Jessica dan Seohyun memeluknya bergantian dari belakang. Lalu mereka bertiga pun pergi. Tinggallah Siwon, Jiyeon dan Yunho yang masih berdiri di belakang Tiffany.

“Eonni, kau jangan seperti ini,” Jiyeon ikut duduk di samping Tiffany lalu memeluknya. “Ayo, kita pulang. Ahjussi pasti sedih kalau kau masih menangisi kepergiannya,” kata Jiyeon menahan air mata.

“Aku masih ingin di sini. Kau pulanglah dulu dengan Siwon, hari sudah menjelang sore,” kata Tiffany mengelus punggung tangan Jiyeon yang masih merangkulnya.

“Yunho-ssi, bolehkah aku meminta tolong padamu untuk mengantar Jiyeon pulang? Aku akan menemani Tiffany,” pinta Siwon.

Yunho mengiyakan permintaan Siwon dan mengajak Jiyeon pulang. “Kajja. Aku akan mengantarmu,” kata Yunho lalu membantu Jiyeon berdiri.

Siwon lalu duduk di samping Tiffany menggantikan posisi Jiyeon. “Kau pulang saja, Siwon. Temani Jiyeon,” kata Tiffany.

“Aniya, aku tidak akan meninggalmu,” katanya pada Tiffany.

Yunho dan Jiyeon pun lalu berpamitan pada mereka. Sesampainya di mobil Yunho, keduanya pun terdiam. “Kita pulang sekarang?” tanya Yunho memastikan.

Jiyeon tidak menjawab pertanyaan Yunho dan masih menunduk. “Aku tahu apa yang Tiffany eonni rasakan,” katanya.

Yunho meliriknya lalu memutar badannya ke arah Jiyeon.

“Eommaku meninggal 5 tahun yang lalu karena kecelakaan,” bisiknya pelan. “Kami sedang berjalan-jalan ketika mobil datang dengan kecepatan tinggi,” lanjutnya sambil mulai terisak. “Eomma mendorongku, sehingga aku terduduk di pinggir jalan. Tapi dia tertabrak dan..” tangis Jiyeon yang tadi ditahannya pun  pecah.

Yunho yang panik langsung memeluk dan mengusap-usap lengan Jiyeon. “Sudah Jiyeon, sudah,” kata Yunho menangkan.

“Perdarahannya juga sangat hebat, bahkan kakinya patah,” lanjut Jiyeon. “Sejak itu, aku memutuskan untuk kuliah di kedokteran agar aku bisa menjadi dokter yang baik dan menyelamatkan nyawa pasienku. Aku tidak ingin kehilangan orang yang aku cintai lagi,” kata Jiyeon mengakhiri ucapannya sambil terus menangis.

“Ne, kita semua pasti bersedih. Tapi kita harus kuat Jiyeon. Tersenyumlah,” katanya menghapus air mata Jiyeon.

Jiyeon merasa sangat nyaman di pelukan Yunho. Untuk beberapa saat Yunho membiarkan Jiyeon menangis di pelukannya. Entah mengapa rasanya sangat sakit melihat Jiyeon menangis. Dia ingin sekali bisa menghapus luka di hati Jiyeon.

Setelah cukup lama Jiyeon yang menyadari posisinya yang sedang dipeluk Yunho langsung merasa salah tingkah. “Ah, mianhe.. Aku membasahi bajumu,” kata Jiyeon bangkit dari posisinya dan berusaha mengeringkan kemeja Yunho yang basah karena airmatanya.

Yunho tersenyum kecil. “Sudahlah, nanti juga kering sendiri,” katanya menahan pergelangan tangan Jiyeon agar tidak mengusap-usap kemejanya.

“Ah, ne,” wajah Jiyeon memerah ketika tangan Yunho memegang pergelangan tangannya. Tangan itu jugalah yang memeluk dan menyentuh wajahnya untuk menghapus airmatanya.

Yunho mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambar kepada Jiyeon. “Kau ingat ini?” tanyanya pada Jiyeon.

Jiyeon mengamati foto itu. Seorang gadis sedang memeluk boneka beruang putih yang besar sambil tertawa dan melambaikan tangan. Lalu di foto kedua gadis itu masih memeluk boneka yang sama dan tersenyum manis. Namun mata gadis itu tidak mengarah ke kamera foto. Jadi foto itu diambil tanpa sepengetahuan gadis itu. “Ini kan fotoku ketika kita ke taman bermain,” kata Jiyeon. “Oppa mengambilnya diam-diam,” protesnya.

Yunho tersenyum. “Kau ingat ahjussi itu bilang kau sangat cantik jika tersenyum? Jadi, jangan bersedih lagi dan tersenyumlah,” kata Yunho.

“Ah, ne,” pipi Jiyeon bersemu merah mendengar ucapan Yunho.

“Kau lapar tidak?” tanya Yunho.

Jiyeon menggeleng lemah.

“Hmm… Dulu pertama kali kita berkencan, kita tidak jadi makan malam. Lalu kau berjanji tidak akan menolakku jika aku mengajakmu makan malam kan?” tanya Yunho mengingatkan.

Jiyeon hanya mengangguk dan mengingatnya.

“Baiklah Nona Choi, maukah kau pergi makan malam denganku? Anggap saja ini kencan kedua kita,” kata Yunho sambil tersenyum mengulurkan tangannya.

Jiyeon terkikik mendengar pertanyaan Yunho. Sungguh pria ini sangat pandai membuat mood-nya baik. “Dengan senang hati, Tuan Jung,” katanya menyambut uluran tangan Yunho. “Haruskah aku berganti baju dan berdandan cantik?” tanya Jiyeon.

Yunho pura-pura berfikir. “Hmm.. Aku rasa tidak perlu. Kau sudah sangat cantik tanpa make-up,” jawabnya yang membuat Jiyeon tersipu malu.

“Ya! Oppa ini,” Jiyeon memukul lengan besar Yunho. Lalu dengan tertawa terbahak-bahak Yunho melajukan mobilnya menuju restoran. Mereka berdua sangat menikmati makan malam ini. Awalnya Jiyeon tidak nafsu makan karena teringat Tiffany. Namun Yunho mengatakan bahwa dia akan membelikan es krim cokelat kesukaan Jiyeon jika Jiyeon menghabiskan makanannya.

==================================================================

Ada yang nungguin lanjutan cerita ini??? #ngarep. Sudah hampir 6 bulan yah aku gak buka blog, semoga kalian pada nungguin kelanjutan cerita ini ya. Heheheheee…

Adilkah Ini Untukku

tumblr_mjfsm900mV1s2l93uo1_1280

Cast:

Hwang Tiffany

Choi Siwon

Jung Yunho

Jung Jessica

Lee Donghae

Kwon Yuri (cameo

==================================================================

Aku memilih dia bukan karena cinta padanya

Aku memilih dia hanya karena kau tinggalkan aku

Kau tinggalkan aku di sini sendiri

Aku memilih dia

——————————————————————————————————————–

“Saranghae, Tiffany. Kau bagaimana? Apakah kau juga mencintaiku?” tanya Siwon pada Tiffany ketika mereka sedang makan berdua di restaurant kesukaan Tiffany.

“Mwo?” Tiffany tersadar dari lamunannya

Siwon hanya geleng-geleng kepala. “Mianhae, Fany ah jika ini terlalu cepat untukmu. Aku tau kau masih sedih karena Yunho meninggalkanmu dan memilih untuk menikah dengan Yuri. Aku tau ini tidak mudah untukmu melupakannya. Karena dia adalah satu-satunya pria yang kau cintai. Aku hanya tidak ingin kau bersedih dan tidak bisa menjalani hidupmu dengan bahagia. Aku ingin kau kembali menjadi Tiffany yang ceria. Aku benar-benar mencintaimu, dan aku ingin membahagiakanmu,” kata Siwon tulus.

Tiffany menunduk. Memang terlalu dini untuk melupakan Yunho, kekasih yang hampir 3 tahun dipacarinya. Namun keputusan Yunho minggu lalu untuk menikah dengan Yuri memang mendadak, padahal waktu itu mereka hampir merayakan 3 tahun usia pacaran mereka. Tentu saja Tiffany merasa sakit hati diputuskan sepihak tanpa ada alasan yang jelas.

*FLASHBACK*

“Aku bosan denganmu. Lagi pula Yuri lebih cantik dan kaya, orangtuaku pun menyukainya. Kita putus saja,” kata Yunho pada Tiffany.

“Oppa, kita hampir tiga tahun bersama. Dan beraninya kau memutuskanku tanpa alasan yang masuk akal..!!” jerit Tiffany.

“Sudah ku bilang aku bosan denganmu. Kau cari saja pria lain. Aku tau Siwon, Donghae dan Nickhun sangat menyukaimu. Mereka pasti mau jadi pacarmu. Kau tinggal memasang wajah sedih saja,” jawab Yunho santai.

“PLAK..!!” tak bisa menahan emosi Tiffany pun refleks menampar Yunho. “Aku rasa kita memang harus berakhir,” lalu dia pun berlari meninggalkan Yunho.

*FLASBACK END*

 

“Kau melamun lagi?” tanya Siwon masih menunggu jawaban dari Tiffany.

Tiffany lantas memandang Siwon, “Oppa yakin?”

Siwon mengangguk mantap, “Tentu saja. Kapan aku pernah ragu-ragu tentang perasaanku?”

“Aku memang sudah lama mengenal Oppa. Oppa sangat baik dan memperhatikanku. Tapi aku masih belum yakin mampu melupakan si brengsek itu. Maukah Oppa membantuku?” Tiffany ragu.

“Tentu saja Fany. Kita bisa mencoba dulu, tidak ada salahnya kan?” tanya Siwon meyakinkan.

“Baiklah, malam ini aku resmi menjadi yeoja-chingu-mu,” kata Tiffany sambil tersenyum.

Siwon pun menggenggam tangan Tiffany dan lalu menyentuh lembut pipi Tiffany lantas berbisik, “I love you..”

“Love you too,” balas Tiffany. “Namun aku sendiri tidak yakin apakah dengan menerima cintamu bisa membuat aku melupakannya. Tapi aku memang sedang membutuhkan seseorang yang mampu menemaniku jika aku merasa sepi sendiri,” batin Tiffany.

ENAM BULAN KEMUDIAN

Tiffany dan Jessica duduk di bangku taman dekat kontrakan mereka. “Kau sudah pacaran dengan Siwon oppa kan?” tanya Jessica, sahabat dekat Tiffany yang dibalas Tiffany dengan anggukan kepala. “Aku tau kau masih mencintai Yunho Oppa,” cibirnya.

“Darimana kau tau?” tanya Tiffany curiga.

“Caramu memandang Siwon oppa berbeda dengan caramu memandang Yunho oppa. Tidak ada cinta, hanya seperti seorang adik kepada kakaknya. Atau malah seorang majikan kepada pengawalnya,” jawab Jessica.

“Entahlah.. Aku masih belum bisa mencintainya seperti aku mencintai Yunho oppa. Padahal Siwon oppa sangat baik padaku dan sangat memperhatikanku,” Tiffany menunduk pilu.

Jessica merangkul pundak Tiffany, “Jangan jadikan Siwon oppa sebagai pelampiasan, Fany-ah. Kasihan dia, dia sangat mencintaimu dengan tulus dan sepenuh hatinya. Setiap kau tidak membalas pesannya atau tidak mengangkat telfonnya, dia selalu menghubungiku dan menanyakan keadaanmu. Bahkan dia selalu berkata padaku untuk mengingatkanmu makan dan beribadah setiap harinya.”

Tiffany menunduk lagi memandangi tanah tempatnya berpijak, “Dia terlalu baik padaku. Aku tidak sampai hati menyakitinya. Aku tidak mau dia sakit hati karena tau aku masih mencintai Yunho oppa.”

“Ya! Kau ini bodoh sekali! Kenapa masih berharap kepada bajingan itu? Apa kau tidak bisa merasakan cinta dari Siwon oppa?” Jessica mulai emosi. Tiffany pun menangisi dirinya, Siwon dan Yunho.

Tiba-tiba seorang namja menghampiri mereka berdua. “Kalian di sini rupanya,” kata Siwon terengah-engah.

“Oppa, darimana kau?” tanya Jessica.

“Aku mencari Tiffany. Aku fikir dia pergi ke restaurant biasa, ternyata kalian di sini,” jawabnya.

“Oppa, seharusnya kau memberitahuku dulu kalau kau ingin menemuiku,” kata Tiffany.

“Apa aku harus lapor kalo aku merindukanmu? Aku kan namja-chingu-mu. Aku boleh kan merindukanmu dan menemuimu kapan saja aku mau? Lagipula hari ini aku sudah izin tidak ke kantor, ayo kita jalan-jalan,” ajaknya pada Tiffany.

“Sekarang?” tanya Tiffany dengan polosnya.

“Tentu saja bodoh! Masa kau tahun depan?” Jessica gemas dibuatnya.

“Ya ya ya, aku ganti baju dulu oppa. Ayo kita masuk dulu,” kata Tiffany.

Siwon terpaku. “Kau tidak ingin menggandeng tanganku?” tanyanya sedih.

“Aigo! Oppa ini! Kajja!” kata Tiffany menarik lengan Siwon.

Siwon hanya tersenyum sambil menyerahkan buket bunga mawar berwarna pink. “Happy anniversary, chagi,” lalu dia mengecup kening Tiffany. Tiffany hanya kebingungan. “Selamat enam bulan, sayangku,” ulang Siwon lagi. “Masa kau lupa kalau setiap tanggal 10 kita merayakan pertambahan usia pacaran kita, Dan ini buket ke-6 yang ku persembahkan untukmu,” lanjutnya.

“Oppa…” mata Tiffany mulai berkaca-kaca. Dia tidak pernah diperlakukan begitu istimewa seperti ini bahkan oleh Yunho yang hampir tiga tahun dipacarinya. “Gomaweo..” Tiffany memeluk Siwon sambil menangis.

“Wae? Kenapa menangis chagi? Harusnya kau bahagia merayakan ulang bulan pacaran kita,” jelas Siwon.

“Gomaweo, oppa.. Saranghae..” bisik Tiffany terisak.

“Naedo saranghae, Fany-ah,” balas Siwon dengan memeluk Tiffany lebih erat lagi.

“Mianhae oppa, belum bisa mencintaimu dengan tulus. Belum bisa melupakan Yunho oppa. Tapi aku akan mencoba,” batin Tiffany.

“Ya! Kalian berdua bikin iri saja,” Jessica manyun.

“Makanya kau cepatlah berpacaran dengan Donghae. Dia kan menyukaimu,” kata Siwon kelepasan.

“Jinjja??” Jessica kegirangan mendengarnya.

Siwon yang menyadari kesalahannya karena membocorkan rahasia sahabatnya, Lee Donghae pun mengalihkan pembicaraan, “Ah, lupakan saja. Ayo kita masuk ke rumah,” katanya pada Tiffany dan meninggalkan Jessica yang bingung tapi gembira juga.

——————————————————————————————————————–

Sejak kau khianatiku

Dunia seolah akan runtuh

Dengan memilih dia aku mencoba untuk lupakanmu

Tuk melupakanmu yang menyakitiku

Aku memilih dia

——————————————————————————————————————–

Siwon dan Tiffany makan malam romantis di restaurant tempat pertama kali Siwon menyatakan cinta kepada Tiffany. Mereka sangat menikmati malam ini dan tidak ingin cepat berlalu begitu saja. Dipandanginya pria yang sudah 6 bulan dipacarinya.

“Ya ampun Tiffany! Kau bodoh sekali! Pria tampan, berhati malaikat yang sangat mencintaimu berani-beraninya kau sia-siakan hanya karena lelaki jahat itu. Aku harus bisa melupakan Yunho oppa dan mulai mencintainya,”  Tiffany memaki dirinya sendiri. “Tapi Siwon oppa memang benar-benar tampan,” katanya sambil memandangi pria itu.

Siwon yang merasa diperhatikan lantas berkata, “Kenapa sayang? Kau senyum-senyum terus dari tadi. Pasti karena aku tampan sekali ya hari ini?”

“YA! Oppa kau ini geer sekali! Tapi kau memang tampan, baik hati, sempurna,” kata Tiffany

Siwon yang dipuji jadi salah tingkah. “Begitukah? Beruntung sekali kau bisa mendapatkanku,” jawabnya sambil tersenyum jahil.

“Dasar kau! Tapi memang aku sangat berterimakasih pada Tuhan karena telah mengirimkanmu. Terimakasih oppa, aku sangat mencintaimu,” kata Tiffany sambil tersenyum.

Siwon mengelus tangan Tiffany lembut, “Aku lebih mencintaimu. Ayo cepat habiskan makananmu. Setelah ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat.”

“Mau ke mana?” tanya Tiffany keheranan.

“Ke suatu tempat yang ingin aku tunjukkan kepadamu,” jawab Siwon penuh misteri.

“Kau ini menyebalkan sekali,” Tiffany manyun.

“Tapi kau menyukainya, kan?” goda Siwon.

“Aaaahhh.. Terserah kau saja,” Tiffany pun mengalah.

Selepas makan Siwon mengajak Tiffany berjalan-jalan ke tepian sungai Han. “Jadi, oppa mengajakku ke sini? Kalau ini aku sudah sering melihatnya. Kebanyakan orang kan memang berpacaran di sini,” kata Tiffany.

“Ooo.. Sudah pernah lihat ya? Kalau ini sudah pernah lihat belum?” tanya Siwon sambil menunjukkan kalung berbentuk hati yang diukir dengan nama “Siwon” dan “Tiffany” di sisi lainnya.

“Oppa..” mata Tiffany membelalak kaget melihat kalung indah tersebut. “Cantik sekali,” lanjutnya.

“Kau suka?” tanya Siwon.

“Iya, indah sekali,” puji Tiffany.

“Sini aku pakaikan,” Siwon lalu menarik Tiffany sehingga posisi Tiffany ada di depan dan membelakanginya. Tiffany menyisihkan rambut panjangnya ke atas dan Siwon mulai memasangkan kalung tersebut. “Di sini aku ukir nama kita, semoga kita selalu bersatu, sayang..” Siwon lalu memeluk Tiffany dalam posisi Tiffany masih membelakanginya dan lantas mencium pipi Tiffany mesra.

“Oppa.. Kau ini menyebalkan sekali.. Aku mencintaimu,” Tiffany berbalik lalu mengecup bibir Siwon dan lantas dia berlari sebelum Siwon menyadarinya.

“Ya! Nona Hwang! Berani-beraninya kau!” Siwon mengejarnya dengan bahagia. Selama ini dia tidak pernah berani mencium bibir Tiffany karena takut Tiffany tidak akan menyukainya, namun ternyata Tiffany-lah yang pertama melakukannya.

“Yes! Itu ciuman pertamamu kan oppa? Dan aku lah yang berhasil mencurinya!” teriak Tiffany mengejek sambil terus berlari menghindari badan tegap Siwon mendekapnya.

“Berhenti kau nona Hwang! Kau harus menuntaskan yang baru saja kau mulai!” Siwon masih menuntut ciuman selanjutnya karena merasa ciuman pertamanya tadi terlalu singkat. Setelah bermain kejar-kejaran mereka pun memutuskan untuk pulang dan tentu saja Tiffany pun mau tidak mau harus menuntaskan ciuman pertama Siwon.

KEESOKAN HARINYA

“Tiffany, aku pergi dulu ya. Kau tidak kemana-mana kan hari ini?” tanya Jessica.

Tiffany yang masih tiduran di ranjang sambil memainkan kalung pemberian Siwon tadi malam tidak mendengarkan ucapan Jessica.

“Ya Tuhan.. Wanita ini sedari tadi kerjaannya hanya memandangi kalung saja. Sini aku lihat,” Jessica lalu menghempaskan badannya di kasur dan melihat kalung Tiffany. “Ciiieee.. Ada yang sedang jatuh cinta rupanya. Pantas saja dari tadi aku panggil tidak menyahut,” sindir Jessica.

“Oh ya? Kau mau pergi ke mana?” tanya Tiffany kemudian.

“Aku mau pergi dengan Donghae oppa,” jawab Jessica cengar cengir.

“Jadi kalian sudah berpacaran?” Tiffany membelalakan matanya.

“Belum! Hanya pendekatan. Ini kencan pertama kami. Kalau kami cocok, mungkin akan terus kami lanjutkan ke tahap yang lebih jauh seperti kau dan Siwon oppa,” jawab Jessica.

“Waahhh.. Aku doakan semoga kalian cepat berpacaran yaa,” kata Tiffany sambil tersenyum.

“Gomaweo..” Jessica memeluk Tiffany. “Aku pergi dulu ya, dan selamat Fany-ah,” lanjutnya.

“Selamat untuk apa?” tanya Tiffany.

“Karena sepertinya kau telah menemukan kebahagianmu bersama Siwon oppa. Aku tau dia pria yang sangat baik dan cepat atau lambat kau akan mencintainya dan berbahagia dengannya,” jawab Jessica tulus lalu tersenyum sambil melambaikan tangan dan berlalu dari pandangan Tiffany.

Tak lama setelah Jessica pergi Tiffany pun mandi. Selesai mandi dia memutuskan untuk menonton TV dan mengerjakan tugasnya. Hari ini tidak ada kuliah tapi tetap saja tugas menumpuk. 2 hari ke depan dia tidak akan bertemu Siwon karena Siwon sedang ditugaskan keluar kota. Mau tidak mau Tiffany harus menyibukkan diri dengan tugas perkuliahan supaya tidak sedih ketika merindukan Siwon. Kemudian bel pun berbunyi.

“Siapa ya? Jessica kan baru pergi, apa ada yang tertinggal? Atau Siwon oppa yang datang? Tapi kan dia sudah berangkat pagi tadi,” Tiffany bertanya dalam hati dan kemudian memutuskan untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya dia mendapati Yunho sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Jantungnya berdebar. Ada rasa cinta yang masih membara di hatinya untuk pria itu. Namun tangannya mengepal menahan emosi mengingat peristiwa 6 bulan silam ketika Yunho mencampakkanya untuk Yuri. Segera ditutupnya pintu rumah namun tangan Yunho jauh lebih kuat sehingga pintu itu tidak dapat tertutup.

“Fany-ah.. Jangan tutup pintunya. Ada yang ingin ku bicarakan denganmu,” kata Yunho.

“Pergi kau! Aku tidak ingin melihatmu lagi! Tidak walau sedetikpun!” Tiffany masih berusaha menutup pintunnya namun kali ini Yunho benar-benar mengeluarkan tenaganya dan setelah berhasil menggagalkan usaha Tiffany untuk menutup pintu, dia pun menarik Tiffany keluar.

“Izinkan aku bicara denganmu. Sebentar saja,” pinta Yunho lagi.

Tak mau menambah rumit persoalan, Tiffany pun menyerah dan membiarkan Yunho berbicara. “Waktuku tidak banyak, cepat katakan!” perintah Tiffany.

“Kau tidak mengajakku masuk ke dalam? Masa kita bicara sambil berdiri?” tawar Yunho.

“Bicara di sini atau tidak sama sekali,” Tiffany sama sekali tidak mengindahkan permintaan Yunho.

“Baiklah,” Yunho pun mengalah. “Aku sudah putus dengan Yuri. Dia lebih memilih pria lain untuk menjadi suaminya. Aku menyesal sekali telah meninggalkanmu. Bisakah kita mulai hubungan kita lagi dari awal? Beri aku kesempatan lagi Fany…” pinta Yunho.

“Apa? Putus? Lalu setelah kau tidak berharga lagi di matanya, kau mau kembali padaku? Kau pikir aku ini apa? Seenaknya saja kau bilang ingin kembali padaku! Aku sudah tidak peduli padamu, Oppa!” kata Tiffany dengan suara bergetar menahan tangis. Dia berbohong. Sebenarnya dalam hati dia masih sangat mencintai Yunho.

“Kau jangan berbohong Tiffany. Aku tau kau masih mencintaiku,” kata Yunho menyindir.

Sebuah pukulan telak bagi Tiffany karena dia paling tidak bisa berbohong. “Aku sudah mempunyai kekasih,” tantang Tiffany.

“Benarkah? Siwon-ssi?” Yunho membaca nama Siwon yang terukir jelas di kalung Tiffany. “Aku tidak percaya kau mencintainya. Aku tahu kau, Tiffany..” kata Yunho kemudian.

“Aku mencintainya. Kau tidak perlu meragukannya lagi,” Tiffany hampir berteriak menahan emosi bercampur tangis.

“Kau masih mencintaiku. Aku masih melihatnya di matamu. Aku masih bisa mendengarnya dalam suaramu. Kau tidak periu membawa-bawa Siwon. Masalah hati ini hanya milik kita. Kita selesaikan bersama. Kita mulai dari awal Tiffany. Aku akan menjagamu dengan sepenuh hati,” mohon Yunho.

Tiffany tersenyum penuh cibiran terhadap perkataan Yunho. “Kau tahu, Oppa? Sejak kau memutuskanku dan memilih untuk bersama Yuri, aku merasa sudah tidak punya nyawa untuk bertahan di dunia ini. Rasanya waktu itu aku ingin mati saja karena kau adalah cinta pertamaku,” Tiffany mulai menangis. “Lalu Siwon oppa datang dengan segala perhatian dan kasih sayangnya. Awalnya aku memang tidak punya rasa terhadapnya. Aku pergi bersamanya sekedar untuk melupakanmu. Tapi aku tidak bisa. Meskipun dia mati-matian membuatku melupakanmu. Kau terlalu susah untuk aku lupakan. Aku..” tangis Tiffany pecah.

Yunho mendekap Tiffany, “Maafkan aku.. Pasti berat bagimu. Tapi tidak ada salahnya mencoba lagi..”

Tiffany yang terisak di pelukan Yunho lalu melepaskan diri dari pelukan Yunho. “Aku memilih bersamanya hanya untuk melupakanmu. Tapi aku tidak bisa,” lanjutnya lagi.

“Aku tahu, Fany.. Kembalilah padaku.. Kalau kau terus bersamanya sama dengan kau member harapan padanya. Dan kau justru akan melukainya,” bujuk Yunho.

Tiffany terdiam. Apa yang dikatakan Yunho memang benar. Tapi apakah dia mampu menahan sakit jika kembali pada Yunho? “Beri aku waktu. Aku tidak mau salah mengambil keputusan,” pinta Tiffany.

“Baiklah. Hubungi aku jika kau sudah siap,” kata Yunho kemudian meninggalkan Tiffany yang masih berdiri gamang di depan rumahnya.

——————————————————————————————————————–

Adilkah ini untukku

Atau cukup adilkah ini untuknya

Dia yang selama ini mencintaiku dengan tulus dan sepenuh hatinya

Dosakah kini diriku yang tak pernah membalas arti cintanya

Karena cinta sejatiku telah menghilang

Telah habis terbawa olehmu

——————————————————————————————————————–

Sudah satu minggu berlalu setelah pertemuan Tiffany dan Yunho. Tiffany tampak sangat murung dan lebih banyak berdiam diri. Telefon dan pesan singkat dari Siwon tak pernah iya balas, demikian juga dengan Yunho. Sampai suatu saat Jessica yang mulai tidak kuat dengan sikap Tiffany memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.

“Tiffany! What’s wrong with you?” tanya Jessica.

“Apa?” jawab Tiffany seperlunya.

“Sudah seminggu kau tampak murung dan lebih sering melamun. Beruntung sekali ini sedang libur semester jadi kau tidak terlihat mencurigakan di kampus. Tapi aku yang melihatmu di rumah jadi risih sendiri,” jelas Jessica.

Tiffany memandang Jessica sekilas lalu kembali menatap jendela kamarnya, “Kau ini bicara apa sih?”

Jessica yang kesal dengan Tiffany langsung mengarahkan wajah Tiffany, “Ya! Tiffany Hwang! Tatap mataku!”

Pertahanan Tiffany mulai goyah, lantas dia menangis dan memeluk Jessica, “Aku jahat Jessica! Aku berdosa!”

Jessica yang kaget dengan sikap Tiffany lantas memeluk dan mengelus-elus kepala Tiffany. “Kau kenapa Tiffany? Apa aku salah bicara kepadamu?” tanyanya

“Minggu lalu.. Yunho oppa kemari,” Tiffany mencoba bercerita dengan menahan tangis. “Lalu… Dia memintaku kembali kepadanya dan meninggalkan Siwon oppa,” lanjutnya.

“Jadi karena itu kau tidak membalas pesan dan mengangkat telepon Siwon oppa?” Jessica mulai kesal.

“Mwo? Dari mana kau tau?” Tiffany keheranan.

“Siwon oppa menghubungiku dan bertanya ada apa denganmu. Katanya dia mengirim pesan dan menelfonmu. Tapi bukannya menjawab kau malah mengatakan padanya untuk tidak menghubungimu dulu. Lalu dia kebingungan, salahnya dimana?” terang Jessica. “Jadi, kau tidak menghubungi Siwon oppa tapi malah berhubungan dengan Yunho oppa?” tuding Jessica.

“Aku juga tidak menghubungi Yunho oppa. Aku menenangkan diri,” ujar Tiffany sambil melepaskan diri dari pelukan Jessica. Lalu dia memandangi kalung pemberian Siwon. “Apakah ini adil, Sica?” tanyanya sendu.

“Maksudmu?” Jessica kebingungan.

“Apakah adil jika Tuhan memberikan kesempatan padaku untuk berbahagia lagi dengan Yunho oppa setelah aku sempat menderita 6 bulan ini? Atau cukup adilkah ini untuk Siwon oppa jika aku meninggalkannya setelah aku menyia-nyiakannya selama 6 bulan ini?” Tiffany kembali menangis.

“Ya! Apa yang kau bicarakan?” Jessica mulai bingung dengan ucapan sahabatnya itu.

“Aku fikir ini adalah hadiah karena aku sudah cukup berusaha keras melawan sakit dan perih di hatiku karena Yunho oppa sudah mennyakitiku. Lalu Tuhan mengembalikan Yunho oppa kepadaku dan kami akan memulai segalanya dari awal. Adil kan?” jelas Tiffany.

“Kau akan kembali kepadanya?” Jessica nyaris berteriak.

“Lantas aku harus bagaimana? Aku merasa amat sangat berdosa kepada Siwon oppa. Dia sangat mencintaiku dan menyayangiku sepenuh hati. Sedangkan aku tak pernah sedikitpun berusaha membalas cintanya atau belajar untuk mencintainya. Ini tidak adil untuknya kan?” Tiffany menangis sejadi-jadinya.

“Fany-ah.. Tidak ada kata terlambat untuk belajar mencintai orang yang tulus mencintaimu. Aku yakin kau sudah mulai mencintai Siwon oppa. Hanya saja kedatangan Yunho oppa kemarin mengusik sedikit keyakinanmu,” bujuk Jessica.

“Aku takut tidak bisa.. Semua perasaan cintaku sudah tidak ada lagi di hatiku, semua cintaku telah hilang dan habis terbawa Yunho oppa. Aku sudah tidak punya cinta untuk ku berikan kepada Siwon oppa. Aku tidak mau menyakitinya lebih jauh. Sebelum dia benar-benar mencintaiku lebih dalam dan tersiksa karena mengetahui selama ini aku tidak pernah mencintainya,” tutur Tiffany.

“Kau berkata demikian semata karena kau baru saja bertemu Yunho oppa, sehingga kau merasa cinta itu masih ada untuknya. Tapi kau ingat, ketika kau bersama Siwon oppa kau merasa bahagia kan?” Jessica mulai menyadarkan Tiffany. “Hubungi mereka, dan ajak mereka untuk bicara saat kau sudah siap menentukan siapa yang akan menjadi cinta sejatimu,” kata Jessica akhirnya.

“Aku tidak tahu siapa yang akan ku pilih, Sica. Aku tidak mau disakiti kedua kalinya dan aku juga tidak mau menyakiti orang lain,” tangis Tiffany mulai mereda digantikan suara keputusasaan.

“Kau tahu, Tiffany. Hanya saja kau belum yakin. Jadi tolong fikirkan baik-baik,” kata Jessica menasihati. “Sekarang kau istirahat dulu. Nanti jika kau sudah siap, aku akan menghubungi mereka untuk menemuimu,” kata Jessica bersiap pergi dari kamar Tiffany.

“Gomaweo, eonni…” Tiffany memeluk Jessica sebelum meninggalkan kamarnya.

——————————————————————————————————————–

Aku memilih dia

Aku memilih dia

Aku memilih dia

——————————————————————————————————————–

Jessica menghubungi Siwon dan Yunho serta memberitahu kepada mereka perihal keputusan Tiffany. Siwon, Yunho dan Tiffany pun akhirnya bertemu di restaurant tempat Tiffany dan Siwon mengikat janji.

Siwon tiba lebih awal dari jam yang disepakati. Tiffany sudah duduk di kursi samping jendela, sendirian tanpa Jessica. Karena Tiffany yang meminta Jessica untuk tidak mendampinginya dengan alas an dia mampu menyelesaikan masalah ini sendiri.

“Chagi, ada apa ini? Mengapa kau tidak pernah menjawab telfonku bahkan pesan saja tidak kau balas? Lalu sekarang kau memintaku untuk kemari?” Siwon bertanya khawatir.

“Ada hal penting yang ingin aku bicarakan kepadamu, oppa. Tapi kita akan menunggu satu orang lagi datang,” jawab Tiffany. Tak lama kemudian Yunho datang menghampiri mereka.

“Untuk apa kau kemari? Kau ingin menyakitinya lagi?” bentak Siwon berdiri ketika melihat Yunho.

“Aku sudah putus dengan kekasihku. Dan aku akan kembali kepada Tiffany,” jawab Yunho.

“Enak sekali kau bicara seperti itu! Setelah kau mencampakkannya lalu kau ingin mengambilnya dariku? Tidak semudah itu!” Siwon membela diri.

“Kalian berdua duduklah. Biarkan aku yang berbicara,” Tiffany mulai melerai kedua pria tampan ini. Siwon dan Yunho duduk bersebelahan di hadapan Tiffany.

“Jadi bagaimana? Kau sudah memutuskan untuk kembali padaku atau tetap bersamanya?” tanya Yunho.

Tiffany memandang Siwon dan kemudian berkata, “Terimakasih Siwon oppa atas perhatian dan cinta yang sudah kau berikan kepadaku enam bulan ini.”

Siwon yang terkejut dengan ucapan Tiffany menjawab, “Apa maksudmu? Kau akan meninggalkanku, chagi? Fikirkan kembali..”

“Aku sudah berusaha mencintaimu selama 6 bulan kebersamaan kita, Oppa. Tapi sulit sekali rasanya mencintai orang baru setelah ditinggalkan Yunho oppa,” jelas Tiffany. Ada raut kemenangan di wajah Yunho. “Kau boleh merasa menang karena aku tidak mampu melupakanmu begitu saja meskipun Siwon oppa sudah mati-matian membantuku melupakanmu,” kata Tiffany memandang Yunho.

“Apa ku bilang? Kau pasti akan kembali padaku, Tiffany,” Yunho berkata sambil berusaha menggenggam tangan Tiffany. Namun Tiffany buru-buru meletakan tangannya di atas tangan Siwon.

“Kau tahu Siwon oppa? Aku merasa amat sangat berdosa kepadamu karena tidak pernah bisa membalas cinta tulus yang sudah kau berikan kepadaku. Ini tidak adil bagimu, memberi cinta tapi tak mendapat balasan. Maka dari itu, berikan aku kesempatan untuk mencintaimu lebih dalam lagi. Akhir-akhir ini aku sudah mampu membuka hati untukmu. Hanya saja kedatangan Yunho oppa kemarin sempat menggoyahkan keyakinanku. Tolong bantu aku, bimbing aku menemukan cinta sejati kita. Karena aku yakin kau adalah cinta sejatiku,” pinta Tiffany.

“Kau serius??” tanya Siwon dan Yunho bersamaan.

“Aku memang tidak mampu melupakanmu, Yunho oppa. Tapi aku tidak mau jatuh di lubang yang sama, aku tidak ingin sakit kedua kalinya. Dan aku juga tidak mau kehilangan cinta yang sudah aku dapat hanya untuk hal yang belum pasti akhirnya akan menjadi bahagia,” kata Tiffany pada Yunho. “Saat ini aku memang tidak mencintai Siwon oppa dengan sepenuh hati, belum. Tapi sebentar lagi pasti aku bisa, kau mau membantuku kan oppa?” tanya Tiffany pada Siwon.

Siwon tersenyum senang dan mengeratkan genggamannya pada tangan Tiffany, “Pasti, chagi. Apapun untukmu, untuk kita..”

Yunho berdiri, “Baiklah jika itu keputusanmu. Sejujurnya aku sangat menyesal pernah meninggalkanmu Tiffany. Dan sekarang aku benar-benar menyesal telah kehilangan kesempatan bersamamu kembali.”

“Kau pasti akan mendapatkan wanita yang tepat untukmu,” jawab Tiffany.

“Arasso.. Jaga Tiffany baik-baik Siwon-ssi. Jika kau gagal, aku akan merebutnya kembali,” Yunho menepuk bahu Siwon sambil tersenyum lalu meninggalkan mereka berdua.

“Kau tahu Miss Hwang? Aku hampir menangis tadi saat kau berkata kau tidak bisa melupakan Yunho hyung. Aku fikir kau akan meninggalkanku,” kata Siwon mengelus pipi Tiffany.

“Aku tidak mau kehilangan orang yang aku cintai untuk kedua kalinya. Karena aku yakin saat ini aku sudah benar-benar mencintaimu Mr. Choi,” katanya sambil mencium kalung pemberian Siwon yang masih melingkar di lehernya. “Terimakasih oppa sudah mencintaiku dengan sepenuh hatimu. Aku juga akan semakin mencintaimu,” lanjutnya.

“Gomaweo, chagi.. Ayo kita jalan-jalan,” ajak Siwon.

“Tapi aku lapar oppa. Kenapa tidak makan dulu saja? Kan kita sudah di sini?” pinta Tiffany.

“Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan kepadamu,” kata Siwon menarik tangan Tiffany sambil mulai berlari kecil.

“Sungai Han lagi?” kata Tiffany cemberut sesampainya di tempat yang ditunjukkan Siwon.

“Tiffany..!!!” seorang gadis berteriak memanggil namanya.

“Sica eonni…!!!” Tiffany berteriak senang melihat Jessica yang sudah duduk di tepi sungai bersama Donghae. “Ya! Jadi kalian berdua sudah berpacaran ya?” katanya sambil menjitak kepala Jessica.

“Kau ini tidak sopan sekali kepada yang lebih tua,” protes Jessica. Tiffany hanya menjulurkan lidah malu. “Jadi kau sudah memilih?” tanya Jessica.

“Aku memilih dia..” jawab Tiffany sambil melingkarkan tangannya di lengan Siwon malu-malu.

“Ahhh.. Bagus sekali. Kita bisa kencan ganda kan Donghae oppa?” kata Jessica sambil berdiri, Donghae menyusul berdiri sambil mengangguk.

“Lalu kalian sudah bepacaran?” selidik Siwon.

“Tepat 15 menit yang lalu,” jawab Donghae.

“Dari mana oppa tahu kalau mereka ada di sini?” tanya Tiffany pada Siwon.

“Tadi Donghae mengajakku untuk kencan ganda denganmu dan Jessica. Dia sangat percaya diri Jessica akan menerimanya,” terang Siwon.

“Tapi dia memang menerimaku,” bela Donghae.

“Iya. Aku memang tidak bisa menolak pesonamu,” jawab Jessica malu-malu.

“Ayo kita mulai kencan malam ini dengan makan es krim!!!” ajak Tiffany.

“Nanti setelah itu kita ke taman hiburan! Ayo oppa kita makan es krim duluan! Ayo kita balapan dengan Tiffany dan Siwon oppa!” Jessica menarik lengan Donghae lalu mulai berlari menuju kedai es krim.

“Kau tidak ingin mengalahkan mereka oppa?” tanya Tiffany pada Siwon yang hanya berdiri terdiam.

“Untuk apa menang dari mereka? Aku lebih suka memenangkan hatimu,” goda Siwon sambil merangkul pinggang Tiffany.

“Oppa.. Banyak orang, aku malu,” bisik Tiffany pada Siwon.

“Untuk apa malu? Kau kan yeoja-chingu-ku?” jawab Siwon.

“Ya! Mr. Choi! Kau ini,” kata Tiffany melepaskan diri lalu mencium bibir Siwon lembut. “Kejar aku!” katanya sambil berlari menyusul Jessica dan Donghae.

“Ya! Miss Hwang! Kau harus menuntaskan yang satu ini! Sudah kedua kalinya kau melakukan ini padaku!” teriak Siwon sambil berlari mengejar Tiffany. Setelah berhasil menangkap pinggang Tiffany, Siwon melanjutkan hal yang sudah dimulai Tiffany. Malam ini mereka sungguh bahagia dan dalam hati Tiffany berjanji akan mencintai Siwon sepenuh hatinya dan tidak akan menyakitinya.

“Saranghae, oppa..” kata Tiffany.

“I love you too..” balas Siwon sambil mengecup kening Tiffany. Lalu mereka bergandengan tangan menuju kedai tempat Jessica dan Donghae menanti mereka dengan tidak sabar.

TAMAT

==================================================================

Yaaaaeeeeeiiii…!!! Akhirnya bisa nulis lagi di blog ini. Maaf ya kalo udah pada nungguin fanfic dari aku. Halah, kayak ada yang mau baca aja sih? Wkwkwk. Cerita ini terinspirasi dari lagunya 3 Dieva yang judulnya Adilkah Ini Untukku. Aku suka banget sama lagu ini. Ya meskipun aku belum pernah mengalaminya, tapi entah kenapa lagu ini mengena banget di aku. Cerita dari lagunya pun gampang di pahami dan mudah di aplikasikan dalam bentuk cerita. Hehehe.. Semoga suka ya. Yuk di komen 🙂

Daddy’s Choice (Part 4)

wpid-wp-1421665487803

Main Cast:

Siwon Suju as Choi Siwon

Tiffany SNSD as Hwang Tiffany

Won Bin as Choi Wonbin (Siwon’s Dad)

U-know Yunho as Jung Yunho

Jiyeon T-ara as Choi Jiyeon (Siwon’s Young Sister)

Supporting Cast:

Leeteuk Suju as Hwang Leeteuk (Tiffany’s Dad)

Taeyeon SNSD as Hwang Taeyeon (Tiffany’s Mom)

Sooyoung SNSD as Choi Sooyong (Siwon’s Mom)

Jessica SNSD as Jessica (Tiffany’s best friend)

Seohyun SNSD as Seohyun (Jiyeon’s best friend)

Max Changmin as Seo Changmin (Seohyun’s brother)

Kyuhyun Suju as Cho Kyuhyun (Seohyun’s Boyfriend)

==================================================================

“Aish! Kenapa mobil ini harus mogok sekarang?” keluh Changmin.

“Kau ini kurang berhati-hati menjaga mobil. Harusnya tadi kau pakai mobilku saja,” omel Yunho.

“Mianhe, hyung. Tadi pagi mobil ini masih baik-baik saja. Sebentar aku telfonkan teknisi bengkel dulu,” kata Changmin menekan nomor telfon dari ponselnya.

Setelah berkomunikasi dengan orang di telfon Changmin akhirnya berkata, “Hyung, mereka akan datang setengah jam lagi.”

“Mwo? Lama sekali. Aku naik bus atau kereta saja,” kata Yunho keluar dari mobil Changmin.

“Hyung, bagaimana denganku?” tanya Changmin.

“Kau tunggulah mereka. Setelah itu kau susul aku di kantor,” jawab Yunho enteng.

“Bukankah sudah tidak ada rapat lagi, hyung? Mengapa kau buru-buru sekali? Kita bahkan belum makan siang,” rengek Changmin.

“Aku mengantuk sekali. Dan sudah pasti aku tidak dapat tertidur di mobilmu ditambah dengan cuaca panas seperti ini. Aku lebih baik langsung pulang kantor dan tidur di sana,” kata Yunho sambil tersenyum jahil. “Ah, ne. Kau bisa makan siang bersama Jessica nanti,” kata Yunho lalu berjalan meninggalkan Changmin mencari halte bus terdekat.

Cukup jauh mencari halte dari kantor Siwon. Yunho yang seorang pewaris perusahaan Jung pun harus rela berjalan panas-panas demi sebuah angkutan umum. “Ini semua gara-gara kecerobohan Changmin. Awas saja nanti setelah tidur aku habisi dia,” batin Yunho dalam hati. Akhirnya Yunho menemukan sebuah halte bus di seberang jalan. Halte tersebut sangat sepi, hanya ada seorang anak laki-laki yang usianya sekitar 5 tahun sedang menangis sendirian. “Apa dia kehilangan orang tuannya?” batin Yunho. Setelah menyeberang untuk menghampiri anak malang itu, langkah Yunho terhenti ketika seorang gadis mendekati anak itu. Yunho yang merasa mengenal gadis itu memutuskan untuk bersembunyi di balik pohon besar yang jaraknya sekitar 5 meter sehingga mereka berdua tidak melihatnya. Namun, Yunho masih bisa mendengar percakapan mereka.

“Aigoo.. Kenapa kau masih menangis? Tenang saja. Noona sudah menghajar anak-anak nakal itu dan mereka berjanji tidak akan menjahilimu lagi,” kata gadis itu.

“Jinjja?” kata si anak memastikan dan menatap gadis itu.

“Tentu saja. Kalau mereka macam-macam, noona yang akan melawannya,” kata gadis itu menepuk dada bangga.

“Gomaweo, noona,” kata anak itu tersenyum dan menghentikan tangisannya.

“Nde, siapa namamu?”

“Joon Ho, Lee Joon Ho,” kata anak itu. “Nama noona siapa?” anak itu balik bertanya.

“Ah iya. Aku Jiyeon, Choi Jiyeon,” kata gadis yang merupakan adik Siwon.

“Aduh,” anak itu meringis memandang lututnya yang berdarah.

“Aigoo, lututmu. Tadi mereka membuatmu jatuh rupanya. Dasar anak-anak nakal,” kata Jiyeon memegang lutut Joon Ho. “Sini noona obati,” Jiyeon lalu mengambil peralatan medisnya di tasnya. Perlahan dia mulai membersihkan dan mengobati luka di lutut Joon Ho.

“Aduh, sakit noona” Joon Ho mengeluh lagi ketika Jiyeon meneteskan obat luka di lututnya.

“Aniya, ini hanya sebentar. Supaya kuman di lukamu mati dan lukamu cepat sembuh,” Jiyeon menenangkan lalu memasang plester di lutut Joon Ho. “Nah, sudah selesai. Tidak sakit lagi kan?” tanya Jiyeon.

“Iya, gomaweo noona,” kata Joon Ho.

“Kau mau es krim?”

“Ne, tapi aku harus menunggu eomma di sini.”

“Ah, anak baik. Biar noona yang membelikan untukmu. Kau mau rasa apa?”

“Cokelat!” kata Joon Ho mantap.

“Wah! Selera kita sama. Kau tunggu di sini ya,” kata Jiyeon lalu berlari menghampiri toko es krim. Tak lama kemudian Jiyeon pun datang membawa es krim untuk mereka berdua. Setelah Joon Ho mengucapkan terima kasih mereka berdua pun makan es krim sambil menunggu ibu Joon Ho datang.

“Noona sudah punya namja-chingu?” tanya Joon Ho.

“Aish! Kau ini masih kecil sudah bertanya seperti itu,” ledek Jiyeon.

“Jawab saja noona,” rengeknya.

“Belum,” jawab Jiyeon sambil melahap potongan terakhir es krimnya.

“Kalau aku sudah besar aku ingin menjadi namja chingu-mu, noona,” kata Joon Ho.

“Mwo?” Jiyeon keheranan lalu tertawa terbahak-bahak. “Kenapa memangnya?” tanya Jiyeon.

“Karena Jiyeon noona cantik, baik, pandai mengobati dan mau membelikanku es krim,” jawab Joon Ho.

“Hahaha.. Akan ku fikirkan nanti ya,” kata Jiyeon menggoda.

Tak lama kemudian seorang wanita menghampiri mereka. “Joon Ho, kau sudah lama menunggu eomma?”

Jiyeon dan Joon Ho bangkit dari kursi. “Ne, tadi anak nakal mengejarku dan aku terjatuh lalu lututku berdarah,” kata Joon Ho menunjukkan lututnya yang sudah diperban. “Lalu Jiyeon noona menghajar mereka, mengobati lukaku dan membelikanku eskrim,” terangnya.

“Aniya, ahjuma. Lebih tepatnya menasihati mereka,” kata Jiyeon.

“Ah, anyeong. Lee Si Young imnida,” kata si Ibu membungkuk.

“Choi Jiyeon imnida,” Jiyeon balas membungkuk hormat.

“Gomaweo sudah menolong anakku. Bagaimana aku harus membalasnya?” tanya si Ibu.

“Sudahlah ahjuma. Aku senang bisa membantu Joon Ho,” kata Jiyeon tulus.

Sekali lagi terimakasih. Ayo Joon Ho kita pulang. Ucapkan salam pada noona,” kata si ibu menarik tangan Joon Ho.

“Sampai ketemu lagi, noona..” kata Joon Ho melambaikan tangan. Si ibu membungkuk hormat sambil tersenyum. Jiyeon pun membalas lambaian tangan mereka dan kembali duduk menunggu busnya yang tak kunjung datang.

Yunho pun memberanikan diri keluar dari balik pohon dan menghampiri Jiyeon. “Ehem..” dia berdehem.

Jiyeon meliriknya dan terkejut mendapati lelaki yang dikaguminya tiba-tiba berdiri di depannya. “Yunho Op.. Eh, Yunho-ssi,” sapa Jiyeon bingung menentukan panggilan.

“Gwencana, panggil Oppa saja,” kata Yunho lalu duduk di samping Jiyeon.

“Ah, ne. Oppa. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jiyeon.

“Mobilku, tepatnya mobil Changmin mogok. Jadi aku memutuskan naik bus untuk pulang,” jawab Yunho.

“Bukankah kantormu..” Jiyeon berpikir.

“Aku dari kantor Siwon. Menandatangani kontrak,” jelas Yunho.

“Ah, jadi si kuda sudah menyetujui kontrak dengan Yunho oppa? Yess!!” Jiyeon bersorak dalam hati.

“Kau sendiri? Apa yang kau lakukan?” tanya Yunho.

“Tadi aku membeli beberapa alat tulis,” jelas Jiyeon menunjuk pusat berbelanjaan yang tidak lain dan tidak bukan adalah milik keluarganya.

“Mobilmu?” tanya Yunho.

“Aku tidak naik mobil. Aku sedang ingin berjalan-jalan dan naik bus. Setelah Tiffany eonni menjadi sekretaris Siwon aku sering jalan-jalan sendiri. Kadang-kadang dengan Seohyun, tapi tadi dia berkata akan pergi dengan pacarnya,” jelas Jiyeon.

“Kau berbeda ya?” kata Yunho sambil tersenyum.

“Mwo?”

“Aku kira kau sama seperti semua gadis kaya yang anti naik bus, berdebu dan lebih memilih naik mobil pribadi,” papar Yunho.

“Aniya, aku memang malas membawa mobil. Dan sopirku kebetulan sedang pulang ke kampung halamannya,” kata Jiyeon merendah. “Jadi kau membenciku karena Appa-ku kaya?” tanya Jiyeon memastikan.

“Bukan membenci, hanya saja aku memang tidak suka dengan gadis yang memamerkan kekayaan dan tidak bisa merasakan hidup susah,” jelas Yunho. “Tapi nyatanya kau tidak begitu kan?”

Jiyeon hanya tersenyum. “Syukurlah, aku fikir kau membenciku. Karena sejak pertemuan pertama kita kau tampak tidak menyukaiku,” jelas Jiyeon.

“Awalnya memang aku tidak suka dengan keluargamu karena telah merebut adikku. Tapi Tiffany bilang dia bahagia, maka dari itu aku mengikhlaskan kalian untuk berbahagia,” jelasnya.

“Mianhe Appa telah merebut Tiffany eonni darimu,” kata Jiyeon pelan.

“Gwencana, itu sudah berlalu. Dia sudah memilih hidupnya. Sebagai kakak yang baik aku harus mendukungnya,” kata Yunho.

“Oppa masih mencintainya?” tanya Jiyeon. Ada kecemasan yang melanda ketika dia menanyakan hal tersebut.

“Bukan mencintai. Aku menyayanginya karena dia adik sekaligus sahabatku. Sampai kapanpun,” kata Yunho.

Ada kelegaan dalam diri Jiyeon mendengar jawaban Yunho tersebut.

“Lalu pacarmu?”selidik Yunho.

“Aku tidak punya,” kata Jiyeon malu-malu.

“Hmm.. Jadi kau masih mau memikirkan lamaran anak kecil tadi ya?” goda Yunho.

“Mwo? Joon Ho tadi? Bagaimana kau bisa tau?” Jiyeon keheranan.

“Berdiri di balik pohon sebesar itu dalam waktu cukup lama, agak melelahkan ya?” tanya Yunho menunjuk pohon besar tempat dia bersembunyi.

“Aigoo.. Jadi kau melihat semuanya? Tapi mengapa Oppa harus sembunyi di situ?” Jiyeon keheranan.

“Hmm.. Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan pada anak kecil tadi. Aku fikir kau yang membuatnya menangis. Kalau itu benar maka aku akan melaporkanmu pada polisi. Hahaha..” kata Yunho tertawa keras.

“Ya! Aku tidak seperti itu,” bentak Jiyeon.

“Iya iya. Aku melihat semuanya dari awal sampai akhir. Kau sangat menyukai anak kecil ya?” tanya Yunho yang dibalas Jiyeon dengan anggukan. “Kau masih kuliah kan? Jurusan apa yang kau ambil? Apakah sama dengan Seohyun?”

“Aku kuliah di kedokteran. Seohyun di seni rupa,” jelas Jiyeon.

“Jadi, kau benar-benar menghajar anak-anak nakal itu?” Yunho memastikan.

“Tentu saja tidak, aku hanya membuatnya senang,” jawab Jiyeon memamerkan giginya.

“Lalu, tawaran anak tadi? Kau menerimanya?” goda Yunho.

“Ya! Joon Ho masih kecil. Kalaupun dia sudah besar nanti pasti aku sudah tua,” elak Jiyeon.

“Kalau begitu dengan Yunho saja, dia kan sudah besar,” lagi-lagi Yunho menggoda Jiyeon.

“Mwo?” Jiyeon salah tingkah mendengar perkataan Yunho.

“Hahaha.. Hanya bercanda,” kata Yunho menyikut lengan Jiyeon.

Jiyeon mengangguk paham dan mereka berbicara beberapa hal tentang kehidupannya masing-masing. Ternyata mereka berdua menemukan kecocokan. Tak lama kemudian bus yang ditunggu Jiyeon pun datang.

“Ah, bus-ku sudah datang. Aku permisi dulu,Oppa,” kata Jiyeon membungkuk hormat.

“Kajja kita pergi bersama!” kata Yunho kemudian bangkit dan menarik tangan Jiyeon untuk naik bus bersama.

“Tapi bus ini jalurnya tidak melewati kantormu, Oppa,” kata Jiyeon kebingungan.

“Memangnnya siapa yang mau ke kantor?” tanya Yunho santai lalu keduanya duduk bersebelahan.

“Aku fikir Oppa mau ke kantor,” Jiyeon mengernyitkan dahi.

“Aku berubah fikiran. Sepertinya seru berjalan-jalan denganmu. Kau ingin mengajakku ke suatu tempat?” Yunho menawarkan diri.

“Taman bermain? Aku ingin sekali naik komedi putar” tanya Jiyeon ragu.

“Kau ini masih seperti anak kecil,” ledek Yunho.

“Aku memang masih berumur 19 tahun. Memang umur Oppa berapa?” balas Jiyeon.

“26 tahun,” jawab Yunho.

“Kau lebih tua dari Oppaku ternyata,” kata Jiyeon mengangguk tanda paham.

“Jadi, kau punya tempat pilihan lain tidak?” tanya Yunho.

“Tidak,” jawab Jiyeon mantap.

“Baiklah, hari ini aku menyerah,” kata Yunho. Jiyeon tertawa kecil.

Sesampainya di sana Jiyeon membeli tiket untuk mereka. “Kau yakin mau naik itu?” tanya Yunho.

“Iya, oppa takut?” tanya Jiyeon.

“Tentu saja tidak. Kajja! Aku penasaran,” kata Yunho menggandeng tangan Jiyeon.

“Omo! Yunho Oppa memegang tanganku. Bagaimana ini? Aduh… Jantung, jangan berdetak terlalu kencang. Aku tidak ingin dia mendengarnya,” kata Jiyeon dalam hati.

Setelah selesai bermain mereka pun makan siang di kedai yang ada di taman bermain tersebut. Meskipun kedainya tidak terlalu mewah, namun makanan yang ditawarkan sangat lezat. Yunho memuji pilihan Jiyeon. Selepas makan mereka kembali berjalan-jalan dan mencoba berbagai wahana. Akhirnya mereka sampai di sebuah wahana lempar cincin. “Wah, boneka beruangnya lucu,” kata Jiyeon memandang boneka beruang besar warna putih. “Ahjussi, aku mau mencoba,” kata Jiyeon.

Jiyeon pun mendapat 5 kali kesempatan untuk melempar cincin agar mengenai target, namun semua gagal. Yunho yang iba pun mencoba mendapatkan boneka beruang itu untuk Jiyeon, namun kelima cincin yang dia miliki pun tidak ada satu pun yang mengenai target.

“Kita pulang saja Oppa. Lagi pula sudah sore, aku takut tidak kebagian bus,” kata Jiyeon lalu berbalik meninggalkan wahana dan memutuskan untuk pulang.

Namun Yunho tidak menyusulnya. Ketika berbalik badan, Yunho tengah berjalan ke arahnya membawa boneka beruang yang Jiyeon inginkan. “Ini untukmu,” kata Yunho sambil tersenyum.

“Mwo? Oppa berhasil mendapatkannya?” Jiyeon bertanya kaget.

“Aniya, ini dari ahjussi pemilik wahana tadi. Dia bilang kau sangat cantik saat tersenyum. Karena itu dia tidak ingin melihat kau sedih. Dia lalu menyuruhku memberikan boneka itu untukmu,” kata Yunho.

“Ne? GOMAWEO AHJUSSI!!” teriak Jiyeon sambil melambaikan tangan pada pria paruh baya yang berjaga di stand lempar cincin tadi. Pria itu tertawa dan membalas lambaian Jiyeon. “Aku akan menjaga boneka ini. Gomaweo ahjussi,” kata Jiyeon lagi. Lalu Jiyeon dan Yunho pergi meninggalkan taman bermain itu.

Sepanjang perjalanan menuju halte, Jiyeon tidak henti-hentinya tersenyum sambil memeluk boneka beruang tersebut. “Kau bahagia sekali,” kata Yunho.

“Ne, aku senang mendapat boneka ini,” kata Jiyeon.

“Mwo? Bukankah kau bisa membeli boneka yang lebih bagus dan lebih mahal dari ini?” tanya Yunho.

“Berbeda rasanya jika kau mendapatkan sesuatu dengan uangmu dan pemberian dari orang yang mengasihimu. Itu tandanya orang-orang menyayangimu,” kata Jiyeon tersenyum. “Kau sendiri? Kau bahagia hari ini?” tanya Jiyeon.

“Ah ne. Aku bahagia. Terimakasih sudah mengajakku kemari,” kata Yunho tersenyum. “Anak ini sangat berbeda dengan yang ku fikirkan,” batin Yunho.

“Oppa tidak malu berjalan denganku?” tanya Jiyeon.

“Waeyo? Kau kan putri Mr. Choi yang terkenal itu, untuk apa aku malu?” tanya Yunho.

“Aniya, bukan masalah itu. Tapi lihatlah, kau mengenakan setelan kantor yang sangat rapi. Sedangkan aku hanya memakai jeans dan kemeja biasa,” jelas Jiyeon menjelaskan penampilannya.

“Lalu? Apa yang harus membuatku malu?” Yunho bertanya.

“Seharusnya pria dengan penampilan sepertimu itu berkencan dengan gadis yang memakai dress cantik seperti Tiffany eonni,” jelas Jiyeon.

“Berkencan?” Yunho menggoda Jiyeon. “Jadi, kita ini berkencan ya?” tanyanya.

“Aigoo.. Aduh, aku salah bicara ya? Maksudnya berjalan-jalan seperti ini,” Jiyeon salah tingkah dibuatnya.

“Hahaha.. Kau tinggal mengganti bajumu dengan dress. Gampang kan?” kata Jiyeon.

“Mengapa aku harus berganti baju?”

“Karena aku masih ingin berjalan-jalan denganmu.”

Wajah Jiyeon tiba-tiba memerah menahan rasa malu dan gembira. “Tapi aku tidak suka memakai pakaian seperti itu,” tolak Jiyeon.

“Kalau begitu pakailah apapun yang kau inginkan. Jadilah dirimu apa adanya,” kata Yunho sambil tersenyum.

Jiyeon memandang Yunho dan membalas senyumannya. Mereka memutuskan naik bus ke arah kantor Yunho sehingga Yunho dapat mengambil mobilnya dan mengantar Jiyeon pulang.

Sesampainya di kantor Yunho buru-buru mengambil kunci mobil dan membereskan barang-barangnya untuk bergegas pulang. “Hyung, kau dari mana saja? Aku fikir kau sedang tidur tapi aku tidak menemukanmu di kantor. Maaf untuk mobilku,” kata Changmin menyesal. Dia takut Yunho marah padanya sehingga memutuskan untuk meninggalkan kantor.

“Ah itu. Gomaweo Changmin, berkat mobil mogokmu itu aku bisa menemukan kebahagiaan hari ini. Sering-sering saja,” kata Yunho lalu berpamitan pulang.

“Hyung, aneh sekali,” kata Changmin lalu memandang keluar jendela. “Omo! Bukankah itu Jiyeon? Sedang apa dia di sini?” tanya Changmin keheranan.

“Kajja kita pulang, hari sudah mulai gelap,” kata Yunho mengajak Jiyeon masuk ke mobilnya.

“Ah, ne. Boleh aku letakan boneka ini di kursi belakang? Sepertinya akan tidak muat jika aku memeluknya terus,” kata Jiyeon menawarkan.

“Tentu saja,” Yunho pun membuka pintu mobil baris kedua sehingga boneka beruang Jiyeon menempati baris kedua mobil dan lalu membuka pintu depan mobil sehingga Jiyeon bisa duduk di sampingnya.

“Ah, gomaweo oppa,” kata Jiyeon tersipu diperlakukan seperti itu.

Mereka pun pergi meninggalkan kantor dan menuju rumah Jiyeon. Jiyeon menawarkan Yunho untuk ikut makan malam dengannya, Siwon dan Tiffany. Namun Yunho menolak dengan halus karena orangtuanya sudah menunggunya untuk makan malam.

“Lain kali jika aku mengajakmu makan malam, kau tidak boleh menolakku ya Jiyeon,” kata Yunho sebelum Jiyeon turun dari mobilnya.

“Arasso,” kata Jiyeon mengangguk. “Kau yakin tidak mau mampir dulu?” tanya Jiyeon.

“Aniya, orang tuaku sudah menungguku,” kata Yunho.

“Baiklah, aku permisi Oppa. Terimakasih sudah menemani dan mengantarku pulang,” kata Jiyeon.

“Ne, terimakasih untuk kencan hari ini,” goda Yunho.

Jiyeon hanya tersenyum salah tingkah lalu turun dari mobil dan melambaikan tangan pada Yunho yang mulai menjalankan mobilnya. Lalu Jiyeon berjalan dengan riang menuju ke dalam rumahnya dan menyapa Tiffany dan Siwon yang tengah menyantap makan malamnya.

“Dari mana saja kau? Memang kuliahmu sampai petang begini?” tanya Siwon.

Jiyeon hanya tersenyum manis. “Taman bermain,” katanya lalu duduk dan ikut bersantap bersama mereka.

“Ya! Cuci tanganmu dulu Jiyeon,” kata Tiffany.

“Arasso,” Jiyeon lalu cepat mencuci tangannya dan mengambil makanan. “Aku lapar sekali,” keluhnya.

Tiba-tiba Tiffany mendengar suara ponselnya berbunyi dan membaca nama yang tertera di layarnya. “Yunho oppa? Ada apa dia menghubungiku malam-malam? Bukankah urusan tadi sudah selesai?” lalu memandang Siwon.

Siwon menatap layar ponsel Tiffany dengan tatapan tidak suka. “Mungkin dia ingin memastikan apakah kau bahagia di sini,” kata Siwon acuh.

Jantung Jiyeon berdebar kencang. Rasanya dia ingin menangis kalau benar Yunho masih mengharapkan Tiffany. Baru saja dia merasakan kencan pertama yang tidak disengaja bersama Yunho, sekarang Yunho malah menghubungi Tiffany. “Dasar lelaki! Di mana-mana tidak pernah setia pada satu wanita!” omel Jiyeon dalam hati. Mendadak nafsu makannya hilang ketika Tiffany memutuskan untuk mengankat telfon Yunho.

“Yobseo, Oppa. Ada apa kau menelfonku?” tanya Tiffany.

“Ah, aku ingin berbicara dengan Jiyeon. Tadi aku lupa menanyakan nomor ponselnya,” kata suara di seberang.

“Ne, sebentar Oppa. Jiyeon, Yunho Oppa ingin berbicara denganmu,” kata Tiffany keheranan lalu menyerahkan ponselnya pada Jiyeon.

“Jinjja?” Jiyeon dengan senang hati menerima ponsel itu. “Yobseo oppa,” sapa Jiyeon ramah.

“Oppa?” selidik Siwon lalu menatap Tiffany. “Sejak kapan mereka akrab?” Tiffany hanya mengangkat bahu.

“Jiyeon, bonekamu tertinggal di mobilku. Aku baru ingat setelah sampai di rumah,” kata Yunho.

“Omo! Aku lupa mengambilnya. Baiklah Oppa, besok aku akan mengambilnya di kantormu,” tawar Jiyeon.

“Tidak usah Jiyeon, aku malu membawa boneka sebesar itu ke kantor. Hahaha,” kata Yunho sambil tertawa.

“Lantas aku harus bagaimana? Apa harus ku ambil ke rumah Oppa?” tanya Jiyeon sambil melirik Tiffany.

“Tidak perlu. Besok pagi sebelum berangkat kantor aku akan mampir ke rumahmu,” kata Yunho.

“Jinjja? Kau mau mengantarkan atau mau menemui Tiffany eonni?” goda Jiyeon namun hatinya terasa sakit menanyakan hal seperti itu.

“Hahaha.. Kau ini, tapi jika kau memaksaku untuk sarapan bersama, aku tidak akan menolak,” kata Yunho.

“Baiklah, aku tunggu besok pagi. Terimakasih sebelumnya,” kata Jiyeon mengakhiri pembicaraan.

“Ne. Oiya, bolehkah aku minta nomor ponselmu? Mmm.. Untuk berjaga-jaga siapa tahu aku akan membutuhkannya,” kata Yunho.

“Tentu saja, nanti akan ku kirim pesan untukmu,” kata Jiyeon.

“Baiklah.. Sampaikan salamku untuk Mi Young dan Siwon,” kata Yunho mengakhiri pembicaraan.

“Eonni, aku minta nomor telfon Yunho Oppa,” katanya lalu menyalin nomor Yunho dan mengirim pesan bahwa ini nomor Jiyeon. Lalu Jiyeon mengembalikan ponsel Tiffany dengan senyum sumringah.

“Sejak kapan kau akrab dengan Yunho?” tanya Siwon penasaran.

“Sejak tadi,” jawab Jiyeon kalem.

“Benarkah? Lalu untuk apa dia menelfonmu?” tanya Siwon heran.

“Dia ingin mengembalikan barangku yang tertinggal,” jelas Jiyeon.

“Barang apa? Bagaimana bisa kau begitu ceroboh meninggalkan barangmu dengan orang yang baru kau kenal?” nada bertanya Siwon mulai meninggi.

“Oppa, Yunho oppa itu orang yang baik. Kau tenang saja. Benar kan eonni?” Jiyeon meminta pembelaan Tiffany.

Tiffany mengangguk. “Benar, kau tenang saja Siwon-ssi. Yunho oppa itu orang yang baik. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Kalau dia macam-macam dengan Jiyeon, aku yang akan menghabisinya,” kata Tiffany mengacungkan tinjunya.

“Aaaaa.. Kalau dia babak belur karena tinjumu, aku yang akan mengobatinya,” kata Jiyeon. Keduanya terkikik lalu melanjutkan makan.

==================================================================

Akhirnya bisa balik nulis lagi setelah 3 bulan sok sibuk dengan persiapan ujian. Semoga ujianku lulus ya. Amiiinnn.. Selamat menikmati suguhan cerita dari sayaa 😀

The Untold Love Story

tumblr_inline_mxswlrxJu91rdaz6r

Cast:

Choi Siwon

Tiffany Hwang

Kwon Yuri

Jung Yunho

==================================================================

Tiffany’s Side

Aku menatap laki-laki yang sibuk memerintah pegawainya melakukan hal ini dan itu.

“Jangan letakan di situ, kurang tepat! Yak! Geser 1 meter lagi! Itu mengganggu pemandangan,” ucapnya.

Siwon, Choi Siwon namanya. Laki-laki dengan postur badan tinggi tegap, wajah tampan, rahang tegas, berhidung mancung, dan bentuk bibir yang bisa ku katakan, sempurna. Dia masih sibuk mengerjakan tugasnya sebagai seorang Wedding Organizer. Anak itu memang tidak bisa mempercayakan tugasnya kepada siapapun, bahkan pada bawahannya sendiri. Lantas untuk apa dia menggaji pegawainya kalau pada akhirnya dia sendiri yang menyelesaikan semua pekerjaan itu?

Aku masih memandangnya dari sini. Dari sebuah tempat berjarak 5 meter darinya. Aroma parfumnya masih tercium dengan jelas meskipun badannya mungkin sudah penuh keringat karena aktivitas seharian. Setelah memandangnya cukup lama, dia pun menghampiriku.

“Sudah menunggu lama, Nona Hwang?” tanyanya membuyarkan lamunanku.

“Hmmm.. Sepertinya cukup lama sampai aku bisa menghitung berapa pegawai yang kau marahi dalam sehari,” kataku sambil tertawa kecil.

Dia tersenyum menunjukkan lesung pipinya yang manis. Aku selalu benci ketika dia menunjukkan hal itu. Karena jantungku tidak pernah berhenti berdegup kencang saat ketampanannya bertambah sempurna. “Sudah lapar?” tanyanya lagi.

“Tentu saja. Aku hampir mati kelaparan menunggumu selesai mengoceh ke sana ke mari,” kataku sambil berpura-pura memanyunkan bibirku.

“Uuuuu.. Kau lucu sekali kalau sedang manyun,” dia pun mencubit pipiku yang memang agak chubby ini.

“Yak! Jangan cubit pipiku! Aku sudah besar!” protesku.

Siwon hanya tersenyum manis. “Bagiku kau teman kecilku yang imut-imut,” godanya.

“Teman..” rasanya aku mendapat pukulan telak di hatiku ketika dia berkata bahwa aku temannya. Tak bisakah kau menganggapku sebagai seorang wanita? “Ayo kita makan, aku lapar,” kataku sambil menarik tangan Siwon. Lagi-lagi dia hanya tersenyum memandangku.

Kami tiba di sebuah restaurant yang sering kami kunjungi sejak kecil. Kami saling mengenal satu sama lain sejak kami duduk di bangku taman kanak-kanak. Karena kebetulan eommaku dan eomma Siwon bersahabat sudah cukup lama. Siwon adalah lelaki pertama yang ku sukai, saat itu istilahnya masih “cinta monyet”. Karena usia kami waktu itu masih 5 tahun, belum mengenal cinta yang sesungguhnya.

Aku masih mengingat bagaimana sikapku padanya saat itu. Aku memang menyukainya, tapi aku bingung bagaimana mencari perhatiannya. Yang bisa aku lakukan hanya menjahilinya, mulai dari menggeser bangkunya hingga dia terjatuh, berteriak-teriak di telinganya, memukul lengannya dan mengejeknya dengan sebutan “anak mami” karena eomma Siwon tampak sangat memanjakannya dan selalu mencium Siwon sebelum dia masuk kelas.

Namun selain dengan kejahilanku aku pun sering berbagi makanan dengannya. Keakraban kami membuat kami digosipkan telah dijodohkan oleh orangtua kami. Hal ini membuatku senang, namun di sisi lain aku pun sedih ketika teman-teman wanitaku mulai menjauhiku karena mereka tidak suka aku berdekatan dengan lelaki yang memang paling tampan di sekolah dasarku saat itu.

“Apa kabar Yuri?” tanyaku membuka suara.

“Kau masih ingat dengan Yuri?” tanya Siwon.

“Ne, gadis yang paling cantik dan seksi di angkatan kita saat masih sekolah dulu. Namun seorang Choi Siwon membuang cokelat Valentine pemberian darinya,” kataku dengan nada menyindir sambil tersenyum.

Siwon hanya terkekeh mendengar ucapanku. “Namun sahabatku yang satu ini tiba-tiba akrab dengannya dan mati-matian menjodohkanku dengan gadis itu,” godanya.

“Tentu saja! Dia kan gadis popular di sekolah, jadi caraku menaikan pamorku adalah dengan mengakrabkan diri dengannya. Dan tentu saja menjodohkannya denganmu karena aku tahu dia gadis yang baik,” jawabku.

“Begitukah?” tanyanya.

“Kau tahu? Ternyata selama kita di sekolah dulu Yuri sangat membenciku karena dia mengira aku dan kau sudah dijodohkan. Pantas saja dulu aku dijauhi oleh teman-teman wanitaku dan satu-satunya teman yang ku punya hanya kau,” kataku.

“Hahaha.. Harusnya kau bahagia digosipkan berjodoh dengan pria tampan dan idola sepertiku,” godanya lagi.

“Huh.. Tapi gara-gara itu aku tidak punya teman berbagi selain Yuri. Beruntung dia sangat sabar meladenimu, dan sekarang lihat? Kaulah yang jatuh cinta padanya,” kataku sambil tertawa mengejek.

“Hahaha.. Sudahlah, kau sendiri bagaimana? Apa sudah mempunyai pacar? Selama satu tahun di London kau tidak pernah bercerita tentang lelaki manapun,” tanya Siwon.

Ya, sejak satu tahun lalu Siwon mengatakan bahwa dia menyukai Yuri –gadis yang awalnya dia benci karena sifatnya yang sok cantik dan banyak gaya- aku sangat sedih dan kecewa. Memang dulu akulah yang mendekatkan mereka, namun itu semua ku lakukan karena aku ingin menghilangkan gosip perjodohanku dengan Siwon. Saat Siwon bercerita bahwa Yuri ternyata tidak seburuk yang dia fikirkan, dan dia mengatakan bahwa dia mulai menyukai Yuri, aku langsung menangis.

Aku menangis karena kecewa, aku fikir akulah satu-satunya wanita yang mengisi hatinya. Tapi meskipun aku memang satu-satunya wanita yang mengisi hatinya, aku hanya dianggap olehnya sebagai seorang sahabat, tidak lebih. Dia tidak pernah mengerti perasaanku yang memang sudah menyukainya sejak kami masih kecil. Aku sering berfikir untuk mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya padanya. Namun aku takut, karena Siwon selalu membenci semua wanita yang pernah mengutarakan perasaan padanya. Aku tidak ingin dia menjauhiku, aku tidak ingin dia membenciku karena perasaan ini.

Karena itulah aku memutuskan untuk pergi ke London bersama sepupuku yang bekerja sebagai pelukis. Selain menenangkan diri, aku pun berusaha mengubur rasa cintaku pada Siwon. Aku sama sekali tidak menghubunginya dan memutus kontak dengannya. Lalu setelah satu tahun sepupuku sukses mengadakan pameran lukisan, aku pun kembali ke Korea untuk kembali kepada aktivitasku sebelumnya, menjadi pengurus butik keluarga Hwang.

“Ah itu, aku tidak tahu dia pacarku atau bukan. Hahaha..” kataku tertawa canggung.

Siwon’s Side

“Ah itu, aku tidak tahu dia pacarku atau bukan. Hahaha..” jawab Tiffany sambil tertawa canggung.

“Maksudmu?” tanyaku antusias.

“Jadi selama aku di London, aku berkenalan dengan seorang pria yang kebetulan dia juga orang Korea. Namanya Jung Yunho. Sewaktu Yoona sibuk dengan kegiatan pamerannya, aku berkenalan dengan Yunho yang kebetulan seorang penulis dan penyanyi yang sedang mencari inspirasi,” ceritanya.

“Bagaimana orangnya?” tanyaku lagi.

“Hmmm.. Tampan, tinggi, baik hati, ramah, murah senyum dan sangat humoris tentunya,” jawab Tiffany dengan mata berbinar.

Ada rasa sakit yang menghantam hatiku. Setelah kepergiannya yang mendadak satu tahun yang lalu dan tanpa kabar, rasanya aku ingin mati saja. Aku seperti kehilangannya separuh hidupku. Kehilangan wanita yang sangat aku cintai. Ya, aku mencintainya sejak kami masih kecil. Tapi aku tahu cintaku bertepuk sebelah tangan. Seorang Tiffany yang cantik dan juara kelas mana mungkin menyukai seorang pria dengan kecerdasan di bawahnya? Meskipun aku (ehem) tampan, namun tetap saja aku kurang percaya diri untuk mendekatinya.

Bahkan dia pun menjodohkanku dengan Yuri, wanita yang sewaktu sekolah dulu sangat tidak aku sukai karena gayanya yang berlebihan. Aku tidak habis fikir dengan Tiffany, mengapa dia heboh sekali menjodohkanku dengan Yuri? Padahal satu-satunya wanita yang ku cintai hanya dia. Apakah dia memang tidak mencintaiku? Aku sebenarnya ingin sekali mengungkapkan perasaanku padanya, tapi aku takut dia membenciku. Aku takut dia hanya menganggapku sebagai seorang sahabat.

“Kau menyukainya?” tanyaku hati-hati.

“Sedikit,” jawabnya.

“Dia menyukaimu?”

Tidak ada jawaban. Lalu Tiffany membuka mulutnya, “Dia pernah bilang bahwa dia menyukaiku dan ingin dekat denganku.”

“Jawabanmu?”

“Aku bilang kalau aku butuh waktu untuk mengenalnya. Dan sepertinya dia tidak keberatan, karena sampai saat ini dia masih berhubungan baik denganku,” lanjut Tiffany.

Aku mencoba tersenyum. Meskipun rasanya susah sekali. Namun, selama dia bahagia aku pun pasti akan mencoba bahagia untuknya.

Tak lama kemudian seorang wanita datang menghampiri kami berdua. “Fany! Siwon!” sapanya.

“Yuri-ah..!” kata Tiffany sambil berdiri dan memeluknya.

“Aku merindukanmu, kau lama sekali di London,” kata Yuri sambil melepas pelukkannya.

“Jinjja? Aku memang selalu dirindukan. Iya kan Siwon?” tanya Tiffany tiba-tiba menepuk bahuku.

“Tentu saja,” jawabku sambil tersenyum. “Duduklah, Yuri,” tawarku.

“Aniya, mianhe Fany aku harus membawa Siwon sekarang. Dia masih berhutang untuk menemui eomma dan appaku,” jelas Yuri.

Shit! Kenapa Yuri masih mengingatnya? Aku fikir dia sudah lupa dengan perkataanku saat itu. Siwon brengsek! Mengapa aku menjanjikan hal yang aku sendiri belum yakin. Setelah meminta Yuri menjadi pacarku 4 bulan yang lalu, aku sempat bercanda untuk bertunangan dengannya. Tapi ternyata Yuri menganggapnya serius, sedangkan aku sendiri belum bisa melupakan Tiffany. Bagaimana ini?

“Kalian sudah seserius itukah?” tanya Tiffany dengan tatapan terkejut.

“Ah, ne. Kami akan mencobanya. Iya kan Siwon?” jawab Yuri sambil menanyakan padaku meminta persetujuan. Aku hanya mampu mengangguk.

“Selamat untuk kalian,” kata Tiffany.

“Gomaweo, Fany-ah.. Kau juga ya cepat menyusul. Semoga cepat menemukan pendamping yang tepat ya. Kalau begitu kami pamit ya,” kata Yuri sambil menarik tanganku.

“Kau duluan saja, aku mau membayar dulu,” jawabku pada Yuri.

Yuri pun berlalu meninggalkan kami. Lalu aku beranjak membayar makan siang kami. Hingga akhirnya Tiffany bersuara.

Tiffany’s side

“Kau jahat…” aku hanya bisa memandanginya dengan tatapan kecewa. Aku kembali untuk Siwon, cinta pertamaku. Tapi dia justru akan bertunangan dengan Yuri.

“Mainhe Fany-ah. Aku bukannya tidak ingin berbagi kebahagiaan padamu, tapi belum saatnya. Karena aku sendiri masih belum yakin, tapi Yuri selalu memintaku untuk mencobanya,” jawab Siwon.

Aku lalu memeluknya dan menangis di pelukannya.

“Hei, kau kenapa? Mengapa menangis?”

“Aku merindukanmu, aku merindukan masa kecil kita, aku merindukan saat-saat kita bersama,” jawabku di sela tangisanku.

“Aku pun juga begitu Fany,” Siwon mempererat pelukannya padaku. Aku selalu merasa nyaman berada dalam pelukannya, bersandar di dadanya yang bidang dan bahu lebarnya. Sangat menenangkan, dan membuatku merasa aman dan terlindungi. Aku mencintaimu Siwon, sangat mencintaimu dengan segenap hatiku, dulu, sekarang dan selamanya. Aku ingin sekali mengatakannya, tapi ketidaksanggupanku mengalahkan segalanya dan kini aku sudah terlambat.

Siwon’s Side

Aku tidak mengerti apa yang terjadi pada Tiffany. Tiba-tiba dia menangis dan memelukku. Apa dia marah karena aku tidak memberitahunya tentang rencana pertunanganku dan Yuri? Namun Tiffany bukan orang yang gampang marah padaku.

Aku tidak sanggup melihatnya menangis, lalu aku mengeratkan pelukanku padanya. Aku tahu dia sangat suka jika ku peluk. Karena dia pernah berkata bahwa dia sangat merasa nyaman jika menangis dipelukanku.

Ku dengar Yuri membunyikan klakson mobilnya pertanda aku harus pergi. “Jangan menangis Fany-ah. Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Aku akan tetap menjadi Siwon-mu,” kataku menghibur.

Ku rasakan Tiffany mengangguk dalam pelukanku. Aku semakin tidak ingin meninggalkannya. Aku terlalu mencintainya, sangat mencintainya dengan seluruh nyawaku. Seandainya waktu bisa berputar, aku ingin mengungkapkan semua perasaanku padanya. Perasaaan cinta yang tidak pernah ku katakan. Perasaan cinta seorang Choi Siwon terhadap Tiffany Hwang yang tak pernah diungkapkan sejak dulu dan akan tetap selalu ada di hatiku selamanya.

END

==================================================================

Entah kenapa pas bikin FF ini rasanya ngempet sendiri. Kadang mikir sebenernya SiFany itu beneran real gak ya? I know that Nichkhun is such a good person, tapi tetep aja jauh di lubuk hati pengennya Tiffany ya sama Siwon (sadar woy sadar, udah jadi ceweknya Nichkhun). Yaudah lah ya, diterima aja. Yang penting gue besok jadi bininya Lee Junho 2PM (ada yang mau ngaminin gak?) amiiiinnnn…

DADDY’S CHOICE (PART 3)

wpid-wp-1421665487803.jpeg

Main Cast:

Siwon Suju as Choi Siwon

Tiffany SNSD as Hwang Tiffany

Won Bin as Choi Wonbin (Siwon’s Dad)

U-know Yunho as Jung Yunho

Jiyeon T-ara as Choi Jiyeon (Siwon’s Young Sister)

Supporting Cast:

Leeteuk Suju as Hwang Leeteuk (Tiffany’s Dad)

Taeyeon SNSD as Hwang Taeyeon (Tiffany’s Mom)

Sooyoung SNSD as Choi Sooyong (Siwon’s Mom)

Jessica SNSD as Jessica (Tiffany’s best friend)

Seohyun SNSD as Seohyun (Jiyeon’s best friend)

Max Changmin as Seo Changmin (Seohyun’s brother)

Kyuhyun Suju as Cho Kyuhyun (Seohyun’s Boyfriend)

===================================================================

Sesuai rencana, Jiyeon dan Seohyun menjemput Tiffany menjelang makan siang, karena mereka berencana makan siang di café Jessica.

“Ternyata café Jessica eonni cukup besar dan mewah ya?” puji Seohyun.

“Tentu saja. Dan makanannya pun sangat enak. Ah, aku merindukan masa-masa bekerja di sini,” kata Tiffany.

“Eonni, kau kan masih bisa memasak di rumah,” bujuk Jiyeon. Tiffany hanya tersenyum mengangguk. Mereka bertiga pun masuk ke dalam café tersebut yang untungnya masih belum terlalu ramai jam makan siang.

“Mi Young-ah..!!” sapa Jessica sambil berlari memeluk Tiffany yang sudah hampir seminggu tidak ia jumpai. “Bogoshipoo,” kata Jessica.

“Ya! Jangan memanggilku dengan nama asliku!” kata Tiffany pura-pura marah lalu balas memeluk Jessica.

“Kau lama sekali tidak kemari Tiffany. Semua pegawai merindukan masakanmu. Apalagi French toast buatanmu,” kata Jessica melepas pelukannya. “Seohyun? Mengapa kau bisa kemari?” Jessica kebingungan.

“Ah ne, eonni. Jadi ini Jiyeon, sahabatku dan sekaligus calon..” Seohyun kebingunan menjelaskannya.

“Aku putri Choi Wonbin, calon suami Tiffany eonni. Senang bertemu denganmu Jessica eonni,” jelas Jiyeon.

“Ah.. Ayo silahkan duduk. Aku Tiffany akan menyiapkan makanan dan minuman paling lezat. Kalian pasti lapar kan?” tanya Jessica ramah.

“Ne, eonni!” jawab Seohyun dan Jiyeon antusias.

Jessica segera menarik Tiffany ke dapur dan menyiapkan masakan. “Kau ingin memasak apa, Fanny?” tanya Jessica.

“Menu andalan di café ini. Chicken fillet with mushroom,” jawab Tiffany gembira.

“Hahaha.. Karena menu ciptaanmu itulah kau dipanggil mushroom,” goda Jessica mengenang masa lalu. “Kalau begitu aku buatkan milkshake ya. Kira-kira mereka suka apa ya? Kalo Seohyun suka vanila,” ingat-ingat Jessica.

“Jiyeon sangat suka cokelat,” jawab Tiffany.

“Omo! Kau calon ibu yang hebat,” goda Jessica. Tiffany hanya membalas dengan senyuman kecut. “Fany-ah, ada yang ingin aku ceritakan padamu,” terang Jessica.

“Mwo? Ada apa?”

“Setelah kau pergi dan mengundurkan diri dari café-ku, Yunho oppa masih sering kemari. Dan dia banyak bercerita padaku bagaimana dia kesepian dan merindukanmu,” kata Jessica.

“Ya! Jangan bilang lalu kalian saling jatuh cinta karena sering berbagi cerita bersama!” teriak Tiffany.

“Tentu saja tidak, bodoh! Mana mungkin aku mengkhianati Changmin oppa,” jelas Jessica.

“Lalu?”

“Kau tahu, dia sempat bertengkar dengan ayahnya..”

“Kenapa?”

“Jadi, dia sempat memohon pada ayahnya untuk menikahimu, tapi Jung ahjussi tidak mengizinkannya. Karena.. Aduh maaf, Fany-ah aku tidak bermaksud menghina tapi..,” kata-kata Jessica terputus.

“Aniya, aku tau maksudmu. Ahjussi memang menyukaiku sebagai adik atau sahabat Yunho oppa. Tapi dia sepertinya menginginkan menantu yang selevel dengannya. Karena itu dari dulu aku berusaha menjaga hati agar tidak jatuh cinta dengan Yunho oppa,” jelas Tiffany.

“Fany-ah,” Jessia mengusap lengan Tiffany mencoba menguatkan hati sahabatnya itu.

“Sudahlah, itu sudah berlalu. Apakah mereka masih bertengkar?” tanya Tiffany.

“Untungnya mereka sudah berbaikan. Yunho oppa sudah jarang membicarakan tentangmu lagi di hadapannya,” jelas Jessica. “Tapi dia sangat mencintaimu,” lanjut Jessica.

Tiffany hanya tersenyum dan fokus dengan masakannya. Tak lama makanan pun siap disajikan untuk mereka dan dua gadis yang sudah menunggu di meja dengan tidak sabar.

“Yippi! Saatnya makan!” kata Seohyun gembira sambil menepuk-nepuk tangan layaknya anak kecil.

“Ya! Seohyun kau ini seperti anak kecil yang menemukan mainan saja,” ledek Jiyeon. “Wah… Nampaknya lezat sekali. Dan minumannya tepat seperti yang kam inginkan,” puji Jiyeon sambil melirik Seohyun. Mereka berempat pun menyantap makan siang yang luar biasa lezat.

Tak lama kemudian muncul dua orang lelaki tampan menghampiri mereka.

“Mi Young-ah,” sapa lelaki tinggi berbadan kekar yang membuat Jiyeon terpana.

Tiffany yang merasa namanya dipanggil lalu menengok dan berteriak histeris, “Yunho Oppa!” Lalu berdiri dan memeluk pria itu.

“I miss you so bad, Fany,” kata pria itu membalas pelukan Tiffany lalu mengelus rambutnya.

“I miss you too, Mr. Hairy Armpit,” balas Tiffany.

“Ah, kalian berdua ini terlalu romantis,” goda pria di samping Yunho.

“Hahaha.. Anyeong Changmin Oppa,” Tiffany melepas pelukan Yunho dan membungkuk hormat pada kakak Seohyun itu.

“Bergabunglah dengan kami, Oppa. Kita makan bersama,” ajak Jessica. “Akan ku siapkan menu yang istimewa untuk kalian,” lanjutnya kemudian menyuruh pegawainya menyiapkan makanan.

Kedua pria itu pun duduk sehingga posisi mereka melingkar, Seohyun-Jessica-Changmin-Yunho-Tiffany-Jiyeon-Seohyun.

“Ah iya, Oppa. Kenalkan ini Jiyeon, putri Tuan Choi,” kata Tiffany.

“Anyeong haseo,” kata Yunho dan Jiyeon bersamaan.

“Dan wanita di sebelahnya adalah adikku yang paling cantik,” kata Changmin.

“Omo! Kau sudah besar, Seohyun,” goda Yunho.

“Aniya, Oppa. Kau saja yang sudah jarang berkunjung ke rumah,” elak Seohyun.

“Jiyeon, bagaimana kabar kakakmu?” tanya Changmin.

“Oppa baik-baik saja. Kalian sudah jarang bertemu memangnya?” balas Jiyeon.

“Oppamu memang sok sibuk. Hahaha.. Oh iya hyung, Jiyeon adalah adik dari Choi Siwon,” jelas Changmin.

“Ne, oppa. Siwon adalah kakakku,” terang Jiyeon dengan matanya tertuju pada Yunho yang mulai bersiap menyantap makanannya yang baru datang.

“Perusahaan Yunho, tepatnya ayahnya akan mengadakan kerjasama dengan Hyundai Mall. Jadi sebagai bagian public relationship aku memintamu untuk mempromosikan kami kepada Oppa-mu agar penawaran kami diterima. Berita yang ku dengar perusahaan akan diambil alih Oppa-mu karena Appa-mu akan pergi,” jelas Changmin.

“Ya! Kau ini tak tahu malu,” kata Yuhho.

“Ah, tidak apa-apa. Pasti Oppa akan menyetujuinya. Bukankah perusahaan Jung juga sudah ternama? Dan benar, Appa akan pergi ke Finlandia untuk 2-4 minggu ke depan,” jelas Jiyeon sambil terus menatap Yunho yang tampak acuh padanya karena masih terus menyantap makannya.

Yunho mengambil makanan Tiffany yang sudah dipotong dan siap Tiffany makan. “Ya! Oppa! Kau kan sudah punya makanan sendiri, mengapa kau masih melahap punyaku?” protes Tiffany.

“Aku merindukan makanan buatanmu, Mi Young-ah,” goda Yunho. Tiffany hanya membalas godaan Yunho dengan memukul lengan besarnya.

Jessica dan Changmin hanya tertawa. “Mereka memang sering berkelahi, jangan khawatir,” jelas Jessica.

Ada tatapan tidak suka dalam diri Jiyeon. Bukankah Tiffany calon istri Appa-nya? Tapi mengapa dia begitu mesra dengan pria lain? Tapi bukan itu masalah utamanya. Sepertinya Jiyeon menyukai pria itu, ada rasa tidak terima jika lelaki itu harus mencintai Tiffany.

Setelah selesai makan Tiffany, Jiyeon dan Seohyun berpamitan pulang. Yunho mengantar Tiffany sampai menuju mobil sementara Jiyeon dan Seohyun sudah berada di dalam mobil.

“Kau bahagia, Mi Young?” tanya Yunho.

“Ya! Sudah berapa kali aku bilang jangan memanggilku seperti itu,” protes Tiffany.

“Arasso, kau bahagia?” tanya Yunho lagi.

Tiffany teringat pada ucapan Jessica tentang perseteruan Yunho dan ayahnya. Jika dia berkata dia tidak bahagia maka Yunho akan nekat menikahinya dan memperpanjang urusan dengan keluarga Jung. “Ne, aku bahagia. Oppa tidak perlu khawatir,” kata Tiffany memasang senyum.

“Kau tahu, tawaran itu masih terus berlaku jika kau tidak bahagia,” kata Yunho.

“Berhentilah mengharapkanku dan cepat temukan gadis lain,” goda Tiffany. “Kau pantas mendapatkan yang lebih layak dariku, Oppa,” kata Tiffany lalu memeluk Yunho cukup lama. “Aku pulang Oppa. Mampirlah ke rumah ahjussi,” katanya sambil melepas pelukan dan melambaikan tangan. Yunho pun ikut melambai pada Jiyeon dan Seohyun.

Mereka bertiga berjalan-jalan sebentar di pusat perbelanjaan milik ayah Jiyeon. Karena Seohyun ingin membeli beberapa hal. Sebelumnya Siwon pernah mengajak Tiffany kemari untuk membeli beberapa kebutuhan wanita seperti pakaian, aksesoris dan perlatan kecantikan lainnya. Siwon benar-benar memperhatikannya waktu itu. “Omo! Apa yang kau fikirkan Tiffany? Mengapa sekarang kau membayangkan Siwon?” kutuknya dalam hati.

=============================================================================

Sesampainya di rumah, Seohyun langsung berpamitan pulang karena sudah menjelang malam. Tiffany langsung masuk kamar dan bergegas bersiap mandi ketika Jiyeon mengetuk pintunya.

“Boleh aku masuk?”

“Tentu saja, Jiyeon. Ada apa?”

“Mmm.. Ada yang ingin aku tanyakan padamu eonni,” kata Jiyeon ragu-ragu.

“Apakah namja tadi adalah namja chingu-mu?”

“Nugu?” Tiffany berfikir.

“Yunho Oppa,” jawab Jiyeon.

“Aniya. Dia sahabatku, bahkan sudah kuanggap sebagai kakak,” kata Tiffany kemudian menyuruh Jiyeon duduk di sampingnya.

Jiyeon pun duduk di tepi ranjang seperti Tiffany. “Tapi sepertinya dia menyukaimu,” kata Jiyeon lagi.

“Dia memang pernah menyatakan cinta padaku dan ingin menikahiku,” ingat Tiffany.

“Mwo? Lalu?” Jiyeon semakin penasaran.

“Aku menolaknya,” jawab Tiffany santai.

“Waeyo?”

“Kau menyukainya, Jiyeon?” Tiffany curiga.

“Jawab dulu pertanyaanku, eonni,” Jiyeon mengalihkan pembicaraan.

“Ah, aku hanya menganggapnya sebagai kakak. Lagipula keluarganya tidak mungkin menerimaku. Kau tau kan bagaimana keluargaku? Appa-ku saja seorang penjudi yang bahkan menjual anaknya demi membayar hutang. Mana mungkin keluarga Jung mau menerimaku?” kata Tiffany dengan suara sedih.

“Mianhe, eonni.. Aku tidak bermaksud,” kata Jiyeon.

“Sudahlah, itu sudah berlalu. Aku sama sekali tidak ada perasaan pada Yunho Oppa. Jadi? Kau menyukainya kan?” goda Tiffany.

“Ya! Bagaimana mungkin eonni? Kami kan baru saja bertemu,” kata Jiyeon mengelak.

“Hmm.. Tapi aku menangkap sesuatu yang berbeda darimu. Cepat atau lambat kau pasti akan bercerita juga,” ledek Tiffany.

“Hahaha.. Baiklah, sepertinya aku memang menyukainya eonni,” aku Jiyeon.

“Jinjja? Aku mendukungmu Jiyeon!” Tiffany menyemangatinya.

“Apakah dia menyukai wanita yang brutal dan kasar sepertiku?” Jiyeon berfikir.

“Maka dari itu kau harus belajar untuk menjadi Jiyeon yang manis dan menghapus imej dinosaurusmu,” ledek Tiffany.

“Darimana eonni tau?”

“Siwon yang memberitahu.”

“Kalian sering membicarakanku ya ternyata?”

“Aniya, hanya kebetulan,” kata Tiffany malu-malu.

“Kenapa wajahmu memerah eonni?”

“Aish! Kau ini!”

“Kau menyukai Siwon Oppa ya?” goda Jiyeon sambil menggelitik pinggang Tiffany.

“Ya! Apa yang kau lakukan Jiyeon!” Tiffany balas menggelitik Jiyeon hingga keduanya berguling-guling di kasur.

Tiba-tiba Siwon membuka pintu kamar Tiffany dan tertawa melihat tingkah kedua wanita itu. “Kalian ini seperti anak kecil,” ledeknya.

“Oppa, seharusnya kau mengetuk pintu dulu,” protes Jiyeon.

“Ah iya, mianhe Fany.. Tapi apakah kalian tidak ingin mengantar Appa pergi?” tanya Siwon mengingatkan.

“Omo! Ahjussi berangkat malam ini ya? Aigoo.. Mengapa aku bisa lupa?” keluh Tiffany.

“Kajja kita bersiap,” teriak Jiyeon bangkit dari kasur.

“Tidak perlu mengantar sampai bandara. Appa sudah dijemput oleh tim kantornya. Kalian hanya perlu berpamitan di sini,” kata Siwon.

Mereka pun keluar dari kamar Tiffany. Jiyeon berlari mendahului keduanya.

“Kau sudah sangat akrab dengan Jiyeon,” puji Siwon.

“Bukankah itu baik?” tanya Tiffany keheranan.

“Ne, tapi kau lebih pantas menjadi kakak ipar Jiyeon, bukan ibu tirinya,” kata Siwon sambil tersenyum.

“Mwo? Berarti aku harus menikahi kakak Jiyeon?” Tiffany salah tingkah mendengar ucapan Siwon dan menyesali perkataannya yang terdengar bodoh.

Siwon hanya membalasnya dengan senyuman dan buru-buru mengajak Tiffany keluar.

“Appa, aku mohon..” pinta Jiyeon sambil memeluk lengan ayahnya.

“Mintalah pada Oppa-mu. Appa sudah tidak ambil bagian dalam hal seperti itu,” jawab ayahnya santai.

Jiyeon berpaling menatap Siwon, lalu menatap ayahnya lagi. “Jadi sekarang namja ini yang mengambil alih perusahaan Appa?”

“Tentu saja, aku kan pewaris tunggal dan laki-laki satu-satunya di rumah ini,” kata Siwon bangga.

“Appa, bujuk Oppa supaya menerimanya,” pinta Jiyeon lagi.

“Memangnya ada apa?” tanya Siwon.

“Perusahaan Jung yang waktu itu ingin mengadakan kerjasama dengan kita. Kau sudah baca proposalnya?” tanya Wonbin.

“Ah iya. Aku sudah melihat profilnya. Waktu itu Changmin yang menjadi perwakilan,” ingat Siwon.

“Keputusan ada di tanganmu, Nak. Oiya, kau bilang sedang mencari pengganti Yoona kan karena dia sedang cuti hamil? Mengapa kau tidak menjadikan Tiffany sebagai sekretarismu? Appa rasa dia bisa bekerja dengan baik,” kata Wonbin.

“Ya, Appa! Mengapa kau mengalihkan pembicaraan? Dan mana boleh seorang ibu menjadi bawahan anaknya?” ledek Jiyeon.

“Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi esok hari, Jiyeon?” kata Wonbin mencubit pipi Jiyeon.

“Ahjussi, tapi aku hanya lulusan sekolah, aku bahkan tidak sempat kuliah,” kata Tiffany.

“Tidak masalah, kau cepat belajar dan aku yakin kau bisa,” kata Siwon.

“Baiklah, Appa pergi dulu. Kalian jaga diri baik-baik,” pamit ayahnya mencium kening Jiyeon lalu meninggalkan rumah.

Setelah kepergian Wonbin mereka bertiga menikmati makan malam buatan Tiffany dan pelayan. “Oppa, bagaimana permintaanku tadi?” tanya Jiyeon.

“Mwo?” Siwon pura-pura lupa.

“Aigoo.. Perusahaan Jung!” ingat Jiyeon.

“Mengapa kau semangat sekali menerimanya? Apakah ini akan mempengaruhi nilai kuliahmu di fakultas kedokteran?” tanya Siwon.

“Yunho Oppa kan?” kata Tiffany menggoda Jiyeon.

“Ooo.. Jadi kau menyukai putra pemilik perusahaan itu? Atasannya Changmin, hah?” Siwon ikut menggoda.

“Eonni! Mengapa kau menceritakannya? Aniya Oppa, dia itu teman Tiffany eonni. Temanku juga kan?” Jiyeon mengelak.

“Kau mengenal Yunho-ssi?” tanya Siwon pada Tiffany.

“Ne, dia sahabatku dari kecil. Bahkan sudah seperti kakakku sendiri,” kata Tiffany. Ada rasa tidak senang atau mungkin cemburu yang terpancar dari mata Siwon mendengar ucapan tersebut.

“Kau tidak usah khawatir Oppa. Tiffany eonni tidak menyukainya,” kata Jiyeon menenangkan.

“Ya! Apa yang kau bicarakan?” Siwon salah tingkah dibuatnya.

“Aigoo.. Mengapa mukamu memerah? Wajah Tiffany eonni juga memerah waktu aku membicarakanmu. Ada apa dengan kalian sebenarnya?” Jiyeon curiga.

“Kau ini! Baiklah, besok aku dan sekretaris baruku akan berdiskusi untuk kontrak tersebut,” kata Siwon melirik Tiffany.

“Eonni, pokoknya kau harus membantuku,” kata Jiyeon memeluk lengan Tiffany.

“Ne, Jiyeon” Tiffany mengacak-acak rambut Jiyeon.

“Besok pagi kita belanja kebutuhanmu, Tiffany. Perusahaan juga harus mengenalmu,” kata Siwon.

“Ah, ne. Mohon bimbingannya,” kata Tiffany sopan.

“Aaaaa.. Hati-hati dengannya eonni. Dia sangat playboy,” ledek Jiyeon. Siwon hanya menganggapinya dengan acuh.

========================================================================

Keesokan paginya Siwon dan Tiffany berbelanja kebutuhan Tiffany sebagai sekretaris baru. Awalnya Tiffany hanya meminta bekerja sampai Yoona, sekretaris asli Siwon kembali setelah melahirkan. Namun Siwon berkata jika hasil kerja Tiffany baik, dia akan menempatkan Tiffany di bagian lain. Semua karyawan memuji kecantikan Tiffany dan di hari pertamanya bekerja, semua terkesan dengan hasil kerja Tiffany dan keramahannya. Siwon sangat bangga pada Tiffany. Sekaligus senang karena dia akan selalu bersama Tiffany sepanjang hari.

“Saranghae, Fany-ah. Aku berdoa semoga kelak kita berjodoh, aku sangat tidak rela jika Appa-ku yang menikahimu. Akan lebih baik jika kau menikah denganku atau dengan orang lain saja. Agar aku tidak tersiksa melihatmu dengan suamimu nanti,” kata Siwon dalam hati saat melihat Tiffany yang sibuk mengerjakan tugasnya.

Beberapa hari kemudian Siwon dan Tiffany menghadiri rapat untuk menandatangani kontrak dengan perusahaan Jung. Berkat rengekan Jiyeon akhirnya Siwon menyetujui kontrak tersebut. Changmin dan Yunho-lah yang menjadi perwakilannya. Mereka berdua tampak sangat kompak mempresentasikan materi karena Tiffany sangat cepat mempelajarinya. Seluruh yang hadir memuji kepiawaian Tiffany.

“Tak ku sangka kau berbakat menjadi sekretaris, Fany. Aku fikir kau hanya bisa memasak,” goda Yunho.

“Ya! Aku ini punya banyak bakat, Oppa,” balas Tiffany.

Di sisi lain Changmin dan Siwon saling berbicara karena mereka sudah akrab sejak adik mereka Seohyun dan Jiyeon bersahabat. “Aku tidak yakin ahjussi akan menjadikan gadis itu calon istrinya,” kata Changmin.

“Mwo?” Siwon meminta penjelasan.

“Kau tahu, aku rasa dia lebih pantas jadi menantunya. Fany masih terlalu muda untuk menjadi ibumu,” balas Changmin.

“Aku harap juga begitu,” kata Siwon.

“Kau menyukainya,” goda Changmin.

“Aniya, aku hanya kasihan padanya,” balas Siwon.

“Andai saja Tiffany menerima lamaran Yunho. Sayangnya ayah Yunho tidak menyukai Tiffany hanya karena status sosialnya,” jelas Changmin.

“Yunho-ssi menyukai Tiffany?”

“Ne, tapi Tiffany hanya menganggapnya sebagai kakak. Dia menolak lamaran Yunho dan lebih memilih menjadi istri Appamu,” jawab Changmin.

“Ayo kita pulang, Changmin,” ajak Yunho.

“Ah ne, Hyung. Kami pamit pulang, Siwon dan Tiffany,” kata Changmin. Lalu dia dan Yunho membungkuk sopan.

Tiffany dan Siwon membalas dengan membungkuk hormat. “Hati-hati di jalan, Oppa,” kata Tiffany.

“Kau akrab sekali dengan Yunho,” kata Siwon

“Tentu saja, kami bersahabat sejak kecil,” jelas Tiffany sambil membereskan berkas-berkas.

“Hanya sahabat?” selidik Siwon.

“Kenapa?” tanya Tiffany.

“Changmin bilang Yunho menyukaimu,” jelas Siwon.

“Aigoo.. Dia memang tidak pandai menyimpan rahasia,” keluh Tiffany. “Ne, Yunho oppa pernah melamarku tapi aku tolak,” jawab Tiffany akhirnya.

“Kenapa?” Siwon lagi-lagi bertanya.

“Yunho itu sudah seperti kakakku sendiri. Aku tidak bisa memaksakan perasaan menjadi cinta begitu saja,” jelas Tiffany.

“Lalu Appa? Apakah kau mencintainya?” tanya Siwon.

“Entahlah, tapi apapun yang terjadi aku harus bisa menerima dan mencintai ahjussi,” jawab Tiffany.

Siwon merasakan sakit yang teramat dalam ketika mendengar jawaban Tiffany. Mengapa gadis itu memilih untuk belajar mencintai ayahnya? Mengapa gadis itu tidak memilih mencintainya saja? Lalu Siwon pun meninggalkan Tiffany yang masih sibuk merapikan barang-barangnya.

=================================================================================

Semoga suka ya sama lanjutannya. Maaf kalo masih berantakan :p

TRINITY (PART 3)

tumblr_nhwpr2367M1s2l93uo1_500

Cast:

Tiffany SNSD as Hwang Mi Young aka Tiffany Hwang

Park Kahi as Hwang Kahi

Ji Yeon T-Ara as Hwang Jiyeon

Siwon Suju as Choi Siwon

Park Ga-in as Kahi’s Daughter

Won Bin as Kim Wonbin

Donghae Suju as Lee Donghae

Jessica SNSD as Jung Jessica

Seohyun SNSD as Seohyun

Junho 2PM as Lee Junho

Seo In Guk as Seo In Guk

Minho Shinee as Choi Minho

==================================================================================

“Kau sama sekali tidak ingin membalas Choi Minho?” tanya Seohyun, sahabat Jiyeon.

“Aniya, akan ku buktikan aku jauh lebih populer daripada dirinya. Dalam hitungan hari setelah aku putus dengannya, kau lihat sendiri kan banyak lelaki yang mulai mendekatiku?” jawab Jiyeon acuh.

“Dasar wanita sombong! Kau bahkan menolak Myung Soo, aku sudah tidak paham dengan cara pikirmu yang aneh itu,” kata Junho, sahabat pria satu-satunya ikut mendorong kepala Jiyeon.

“Aku sudah jatuh cinta pada Yunho Oppa,” jawabnya.

“Tapi dia tidak mempedulikanmu,” jawab Seohyun seenaknya.

“Aish! Seo Hyun! Kau benar-benar mengahancurkan mood ku,” katanya sambil mengacak-acak rambut Seohyun.

“Atau kau lebih tertarik pada Junho Oppa mu ini,” goda Junho sambil merapikan rambutnya.

“Aigo Oppa..!!!” Seohyun kini menjambak rambut Junho.

Telepon Jiyeon tiba-tiba berbunyi, “Yobseo..”

“Jiyeon, hari ini jangan lupa menjemput Ga In. Eonni masih ada urusan,” kata Kahi di seberang telepon.

“Arasso, eonni karena ini masih siang bolehkah aku mengajak Ga In bermain? Aku juga berencana menjemput Tiffany eonni dan mengajak makan siang dengannya,” pinta Jiyeon.

“Memangnya kau sudah tidak ada kuliah?” tanyanya.

“Aku sudah selesai, hari ini hanya ada satu mata kuliah pagi tadi,” jawab Jiyeon.

“Baiklah, awasi Ga In dan jangan ganggu kerjaan Tiffany! Dia baru satu bulan menjadi sekretaris. Jangan sampai kejahilanmu dan Ga In menyebabkan dia dimarahi bosnya,” ancam Kahi.

“Aniya, eonni percaya saja padaku, nde?”

“Arasso, eonni tutup teleponnya, nde?” Kahi lalu memutuskan teleponnya.

“Seohyun-ah, Junho, aku pergi dulu. Sampai jumpa besok,” kata Jiyeon melambaikan tangan.

“Nde, hati-hati Jiyeon-ah..” Seohyun balas melambaikan tangannya. “Aigo, aku lupa bilang bahwa oppaku juga bekerja di kantor yang sama dengan Tiffany eonni,” keluh Seohyun pada Junho.

===================================================================================

“Bagaimana kabarmu?” tanya Wonbin membuka suara.

“Aku baik, Oppa bagaimana?” balas Kahi.

“Baik juga, sudah 10 tahun kita bertemu dan kau masih cantik seperti dulu saat kita bersama,” kata Wonbin. “Aku merindukanmu,” lanjutnya.

Kahi tersentak mendengar ucapan Wonbin, lalu buru-buru menyeruput minumnya.

“Maafkan kelancanganku, aku dengar dari Jung Ah bahwa kau sedang dalam proses berpisah dengan suamimu,” kata Wonbin dengan hati-hati.

Kahi tersenyum getir, “Ne, aku sudah 2 bulan berpisah dengan suamiku.”

Suasana berubah hening sampai akhirnya Wonbin membuka suara. “Maafkan aku yang meninggalkanmu 10 tahun yang lalu. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu. Saat itu aku berada dalam posisi yang sulit, “ jelasnya.

“Maksud Oppa?”

“Saat kelulusanku, Appaku langsung membawaku ke Inggris untuk kuliah dan melanjutkan bisnis Appaku. Aku tidak menepati janjiku untuk menemui kekasihku di taman kota dan berpamitan kepadanya,” katanya sedih.

“Oppa.. Jadi waktu itu…” Kahi mulai mengingat kejadian 10 tahun yang menurutnya sangat menyakitkan.

“Maafkan aku, tidak menemuimu saat itu,”

“Mengapa Oppa tidak memberi kabar padaku?”

“Saat itu ponselku hilang dan aku kehilangan kontakmu dan teman-temanku. Sekitar 5 tahun yang lalu aku baru bisa kembali ke Korea dan aku dikejutkan dengan kabar pernikahanmu. Aku sangat sedih dan memutuskan untuk tidak mengganggu kebahagiaanmu. Lalu saat aku tahu kau akan berpisah dengan suamimu, aku memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kehidupanmu lagi,” jelas Wonbin.

Kahi mulai menitikkan air mata, “Kau tahu Oppa, saat itu rasanya aku adalah wanita paling menyedihkan di dunia karena merasa kekasihku mencampakkanku. 4 tahun tanpa kabar darimu, aku menutup diri dari semua pria hingga akhirnya Sihoo Oppa datang dan mulai mengisi hariku. Lalu aku bersedia menikah dengannya. Aku tidak tahu apakah yang ku lakukan ini salah atau tidak?”

Wonbin menggenggam tangan Kahi. “Kau tidak salah, wajar jika kau berusaha mencari penggantiku. Aku yang salah telah meninggalkanmu tanpa pamit. Dan sampai saat ini rasa cintaku padamu tidak berubah sama sekali. Aku masih mencintaimu sampai detik ini.”

Kahi hanya terdiam, dirinya bingung harus berkata apa. Jujur saja dirinya merasa senang karena bertemu kembali dengan kekasihnya yang sempat hilang selama 10 tahun dan ternyata masih menyimpan rasa kepadanya. Tapi di sisi lain dirinya masih mencintai suaminya yang sudah mendampinginya dan menemani dirinya dalam suka maupun duka.

“Jika kau memutuskan untuk berpisah dengan suamimu, aku siap untuk kembali mengisi harimu. Kita membangun rumah tangga baru. Kau, aku dan anakmu, anakku juga,” tawar Wonbin.

Kahi hanya menatap Wonbin dengan bingung.

=================================================================================

“Baiklah, Jiyeon. Begitu sampai di kantor nanti, kau duduk saja di ruang tunggu. Eonni masih mempersiapkan rapat. Kalau kau merasa kesepian kau bisa mengobrol dengan Jessica eonni. Berhubung ini pertama kali kau ke kantorku, jangan membuat kekacauan,” kata Tiffany di telpon kepada Jiyeon.

“Arasso, setengah jam lagi aku dan Ga In ke sana. Lalu kita makan siang bersama,” kata Jiyeon lalu menutup sambungan telepon dengan Tiffany.

Setelah menjemput Ga In dan mencari taksi, mereka pun sampai di kantor Tiffany. “Ahjuma, apa kantor Aunty Fany sebesar ini?” tanya Ga In begitu mereka sampai di kantor Choi Corp.

“Menurut alamatnya memang begitu, bagaimana jika kita masuk saja? Sepertinya Aunty sudah selesai rapat dan kita bisa cepat makan,” kata Jiyeon. Mereka pun lalu masuk ke dalam kantor mewah itu.

Jiyeon berulang kali melihat kesana kemari untuk memastikan apakah ada orang yang dikenalnya hingga, “Jessica eonni..!!”

“Ah, Jiyeon. Kau sedang apa?” tanyanya ramah.

“Aku kesini untuk menjemput Fany Eonni, kami berencana makan siang bersama.

“Begitu, ya? Omo! Siapa gadis cantik ini?” tanya Jessica mengarah pada Ga In.

“Ini, anaknya Kahi eonni. Park Ga In. Ayo, beri salam pada Jessica ahjuma,” suruh Jiyeon.

“Anyeong, ahjuma. Park Ga In imnida, usiaku 4 tahun,” sapanya ramah.

“Aigoo.. Manis sekali anak ini,” kata Jessica gemas mencubit pipi Ga In.

“Honey, kita jadi pergi tidak?” sapa seorang pria menghampiri Jessica.

“Oh iya. Jiyeon, kau masih ingat dengan suamiku kan? Oppa, ini Jiyeon adik Tiffany. Dan si kecil ini keponakan mereka,” jelas Jessica.

“Anyeong..” ketiganya pun saling membungkukan badan.

“Jiyeon-ah, aku tidak bisa berlama-lama karena kami harus menghadiri seminar. Kalau kau butuh bantuan, kau bisa meminta pada… In Guk Oppa..!!!” teriak Jessica memanggil seseorang yang kebetulan lewat.

“Waeyo?” tanya laki-laki yang namanya baru saja diteriakan oleh Jessica.

“Aku dan Donghae Oppa harus menghadiri seminar. Tolong kau temani Jiyeon. Ah iya, ini Jiyeon, adik Tiffany dan ini In Guk oppa, teman satu divisi dan satu geng dengan kami Jiyeon. Tiffany masih rapat, mungkin sebentar lagi selesai,” jelas Jessica.

“Tidak perlu repot-repot, eonni dan oppa. Aku dan Ga In bisa menunggu di sini,” tolak Jiyeon halus.

“Ruanganku ada di sebelah sana, kalau kau memerlukan bantuan,” tawar In Guk sopan.

“Baiklah Oppa, silahkan melanjutkan pekerjaan,” kata Jiyeon. In Guk lalu berpamitan ke ruangannya. Sementara Jessica dan Donghae pun ikut meninggalkan Jiyeon dan Ga In.

“Ahjuma,” panggil Ga In setelah keduannya duduk di ruang tunggu.

“Ne?” jawab Jiyeon.

“Apakah wanita dan pria itu berpasangan?” tanya Ga In.

“Mwo?” Jiyeon kebingungan.

“Kakek dan Nenek, eomma dan appa, Sica ahjuma dan Donghae ahjussi. Mereka punya panggilan yang berpasangan?”

“Oh.. Tentu saja, laki-laki dan perempuan yang saling mencintai lalu memutuskan untuk menikah, maka akan ada nama panggilan tersendiri,” jawab Jiyeon yang sedikit ragu dengan jawabannya.

“Berarti Jiyeon ahjuma nanti akan punya ahjussi? Lalu Aunty?” tanya Ga In lagi.

“Ne, Jiyeon ahjuma akan mendapatkan ahjussi untukmu. Lalu, Aunty Fany akan memberikan Uncle untukmu. Ga In, ahjuma mau buang air kecil dulu. Kau jangan kemana-mana ya?” kata Jiyeon yang buru-buru ke kamar mandi.

“Hmm.. Ahjuma dan Ahjussi. Aunty dan Uncle. Mom and Dad. Mother and Father. Apalagi ya?” Ga In berusaha mengingat pelajaran pohon keluarga yang diajarkan oleh gurunya beberapa hari yang lalu. Hingga sesosok pria tampan pun melewati ruang tunggu dan menyita perhatian Ga In. “Tampan sekali ahjussi tadi,” Ga In pun mengikuti pria yang menurutnya sangat tampan tanpa mempedulikan Jiyeon yang belum kembali dari kamar mandi.

Pria yang berjalan melewati Ga In tidak lain dan tidak bukan adalah Choi Siwon yang baru saja keluar dari ruang rapat dan hendak menuju ruang kerjanya untuk jam makan siang. Merasa dirinya diikuti seseorang pria itu pun berbalik tepat di depan pintu ruangan kerjanya, “Siapa kau?”

Gadis kecil yang sedari tadi mengikutinya hanya memandangnya tanpa mengedipkan mata. Menurut Ga In pria ini sangat mirip dengan tokoh kartun Woody dari film Toy’s Story yang pernah dia tonton. “Ahjussi tampan sekali,” katanya tanpa sadar.

“Mwo?” Siwon hanya terkekeh mendengar pengakuan gadis itu. “Siapa kau?” tanyanya.

“Park Ga In imnida,” katanya sambil melebarkan roknya dengan manis seperti layaknya seorang putri kerajaan.

Siwon yang gemas dengan perilaku gadis ini lalu berjongkok di depannya. “Kau ke sini dengan siapa dan mencari siapa?” tanya Siwon lagi.

“Aku bersama Jiyeon ahjuma dan mencari Aunty Fany,” jawabnya polos.

“Fany? Tiffany Hwang?” tanyanya. “Kalau begitu, ayo masuk ruanganku. Sebentar lagi Aunty mu akan menyusul ke sini,” kata Siwon sambil membopong Ga In ke dalam ruang kerjanya lalu mendudukan di kursi berhadapan dengannya.

“Apakah ahjussi seorang pangeran?” tanya Ga In begitu dirinya duduk di hadapan Siwon.

“Apakah aku tampak seperti itu?” tanya Siwon sambil menahan senyum.

“Dari buku dongeng yang eomma bacakan setiap aku akan tidur, pangeran itu tinggi dan tampan seperti ahjussi,” jelas Ga In.

Saat asyik mengobrol tiba-tiba pintu ruangan Siwon terbuka. “Sajangnim, aku minta izin untuk mencari..” Tiffany membuka pintu ruang kerja Siwon dengan muka panik bersama seorang wanita yang tampak lebih muda, Jiyeon. “Ga In?” seru Tiffany dan Jiyeon bersamaan.

“Aunty? Ahjuma?” kata Ga In sambil tersenyum polos.

“Aigoo.. Aunty fikir kau menghilang. Jiyeon ahjuma panik mencarimu sayang,” kata Tiffany mengelus rambut Ga In.

“Mianhe, Aunty.. Tadi aku melihat pangeran tampan ini. Jadi aku mengikutinya. Ternyata buku dongeng eomma ada benarnya,” kata Ga In sambil menunjuk Siwon.

“Ga In, kau ini bicara apa? Mianhe Sajangnim, keponakanku memang suka aneh-aneh. Ga In, sekarang kau tunggu di luar bersama Jiyeon ahjuma. Aunty menyelesaikan tugas sebentar, lalu kita makan, nde?” kata Tiffany.

“Okay, Aunty!” kata Ga In bersemangat meminta Jiyeon untuk menggendongnya.

“Chakamman, biarkan mereka menunggumu di sini saja. Aku masih ingin mengobrol dengan putri cantik ini,” kata Siwon.

“Apa tidak apa-apa, Sajangnim? Aku takut mereka mengganggu,” kata Tiffany hati-hati.

“Gwencana, tugasku sudah selesai. Kau selesaikan notulensi rapat tadi saja. Kau adik Tiffany? Kemarilah,” kata Siwon mengundang Jiyeon untuk ikut duduk di samping Ga In.

“Ah, ne. Kamsahamnida, Choi Sajangnim,” kata Jiyeon membungkuk hormat lalu ikut duduk di samping Ga In. Sementara Tiffany duduk di meja kerjanya.

“Namamu Jiyeon?” tanya Siwon.

“Ne, Hwang Jiyeon imnida,” jawab Jiyeon.

“Apakah kau yeojachingu-nya Minho?” tanya Siwon.

“Kami sudah putus beberapa minggu yang lalu,” jawab Jiyeon.

“Kata Jiyeon ahjuma, namjachingu-nya seekor buaya,” sahut Ga In antusias.

“Mwo?” Siwon tampak kaget dengan jawaban Ga In.

Jiyeon buru-buru mengendalikan situasi, “Aniyo, waktu itu aku terlalu emosi putus dengannya sampai mengucapkan kata yang tidak pantas didengar. Hahaha,” Jiyeon tertawa sumbang sambil mengelus kepala Ga In.

“Hahaha.. Anak itu memang banyak gaya. Sayang sekali dia melepas wanita secantik dirimu,” kata Siwon.

“Aniya, sajangnim terlalu berlebihan,” jawab Jiyeon tersipu.

Tiffany lalu membereskan barang-barangnya dan bergegas pergi, “Sajangnim, jika berkenan aku ingin minta izin untuk makan siang dengan adik dan keponakanku sebentar,” pinta Tiffany.

“Ah, ne,” jawab Siwon dengan raut muka yang kecewa.

“Apakah pangeran mau ikut makan siang denganku?” tanya Ga In polos.

“Bolehkah?” tanya Siwon sambil tersenyum manis memamerkan lesung pipinya.

“Tentu saja,” jawab Ga In dan Jiyeon bersamaan. Tiffany hanya menatap Jiyeon dengan tatapan membunuh.

“Baiklah, Tuan Putri. Pangeranmu akan membelikanmu es krim yang banyak,” kata Siwon mengacak-acak rambut Ga In. “Nona Hwang, kau tidak keberatan kan jika aku bergabung di acara keluargamu?” tanya Siwon pada Tiffany.

“Gwencana, sajangnim. Tampaknya Ga In sangat menyukaimu,” jawab Tiffany.

“Baiklah, kalau begitu kita naik mobilku saja. Aku yang traktir,” kata Siwon lalu menggendong Ga In.

“Yeeaaaiii..!!” Ga In bersorak kegirangan.

Tiffany dan Jiyeon pun menyusul di belakang Siwon dan Ga In. “Sepertinya Ga In akan mendapatkan Uncle baru,” goda Jiyeon sambil menyikut lengan Tiffany.

“Apa maksudmu?” balas Tiffany dengan sewot.

“Aku rasa sajangnim menyukai eonni,” kata Jiyeon.

“Jinjja?”

“Yak! Kenapa wajahmu merah seperti kepiting rebus eonni?”

“Mwo?” Tiffany lalu menutupi pipinya dan mendorong wajah Jiyeon. “Dasar anak nakal,” umpatnya.

================================================================================

Hai hai hai! Ada yang udah nunggu cerita ini? (geer banget sih Min). Maaf ya kalo keluarnya lama. Hehehe… Semoga suka, ditunggu komennya. Gomaweo 🙂

Happy Birthday, My Sunshine (150125)

Jadi, aku tuh ngefans banget sama Lee Junho 2PM. Sampai ngarep bakal nikah sama dia. Hahaha..

Happy birthday Junho-ssi, umur kita sama lho 25 tahun.. Oke banget kalo di umur yang sama-sama 25 tahun ini kita nikah di tanggal 25 #maksa

Semoga karirmu semakin bagus, makin ganteng dan lucu, sehat selalu. I always wish you all the best.

I LOVE YOU, LEE JUNHO <3<3<3