Trinity (Part 4)

tumblr_nhwpr2367M1s2l93uo1_500

Cast:

Tiffany SNSD as Hwang Mi Young aka Tiffany Hwang

Ji Yeon T-Ara as Hwang Jiyeon

Siwon Suju as Choi Siwon

Park Ga-in as Kahi’s Daughter

Seohyun SNSD as Seohyun

Junho 2PM as Lee Junho

Seo In Guk as Seo In Guk

==================================================================

Mereka berempat pun sampai di foodcourt yang terletak di dalam pusat perbelanjaan milik keluarga Siwon. Siwon tampak sangat menyukai Ga In dan merasa nyaman dengan kehadiran anak itu. Siwon duduk di samping Tiffany sehingga dirinya berada di seberang Ga In, sementara Tiffany berseberangan dengan Jiyeon. Siwon tak henti-hentinya menggoda Ga In dan membantunya menyuapi makanan.

“Apa kau suka makanannya, Tuan Putri?” tanya Siwon mengelap pipi Ga In yang belepotan.

“Nde, makanannya enak sekali Pangeran. Apakah aku boleh minta es krim?” tanya Ga In.

“Tentu saja, apapun yang kau minta adalah perintah bagiku,” kata Siwon.

“Aigoo.. Kalian berdua romantis sekali… Kau beruntung Ga In sayang, sudah menemukan Pangeran,” goda Jiyeon dengan tatapan pura-pura iri. Tiffany hanya tersenyum manis melihat ketiganya.

“Pangeran sudah punya yeojachingu?” tanya Ga In di sela-sela makannya.

“Belum. Waeyo? Kau mau menjadi yeojachinguku?” tanya Siwon pada Ga In.

“Bolehkah?” balas Ga In.

“Tentu saja, sayang,” goda Siwon.

“Aniya, aku masih kecil. Nanti eommaku marah. Dan kau akan jadi kakek-kakek,” tolak Ga In.

“Yaaahh.. Sayang sekali,” kata Siwon dengan raut wajah kecewa yang di buat-buat.

“Apa Pangeran mau menjadi Uncle-ku?” pinta Ga In.

“Mwo?” Siwon dan Tiffany sama-sama berteriak terkejut.

“Eomma bersama Appa, Kakek dan nenek, Jessica ahjuma dan Donghae ahjussi. Aunty Fany juga harus bersama Uncle. Iya kan Jiyeon ahjuma?” paksa Ga In.

Jiyeon yang kebingungan hanya mengangguk sambil melirik Siwon dan Tiffany.

“Ga In-ah, kau jangan minta yang macam-macam, nde?” bujuk Tiffany. “Mianhe sajangnim,” kata Tiffany membungkuk.

“Tapi aku hanya ingin punya Uncle Siwon. Apakah itu macam-macam?” tanya Ga In dengan raut wajah kecewa.

“Eonni, Ga In ini masih kecil. Wajar jika banyak maunya,” kata Jiyeon menenangkan.

“Gwencana, Nona Hwang. Aku senang mempunyai keponakan seperti Ga In. Apakah aku boleh menjadi uncle bagi Ga In?” tanya Siwon.

“Jinjja? Jika sajangnim tidak keberatan, aku sangat berterimakasih,” balas Tiffany.

“Well, Ga In sayang.. Sekarang kau boleh memanggilku Uncle Siwon, nde?” kata Siwon sambil tersenyum manis.

“Horee..!! Gomaweo Aunty dan Uncle. Sekarang keluargaku sudah lengkap. Lalu apakah Aunty dan Uncle juga akan menikah seperti Jessica ahjuma? Aku ingin tinggal serumah juga dengan Uncle Siwon,” pinta Ga In.

Tiffany yang sedang meminum juice-nya tiba-tiba tersedak, “Yah! Jiyeon! Apa yang kau ajarkan pada anak ini?”

Jiyeon hanya menahan tawanya, “Aniya, eonni. Ini pasti pengaruh pelajaran pohon keluarga di sekolahnya kemarin.”

Siwon ikut terkekeh, “Soal itu nanti Uncle bicarakan dengan Aunty ya. Sekarang kau habiskan makananmu lalu kita jalan-jalan, nde?”

Tiffany lalu melirik Siwon, “Apakah tidak memakan waktu lama, Sajangnim? Bagaimana dengan kantor?”

“Sudahlah, sekali-kali kita juga harus istirahat. Nikmati saja hari ini,” kata Siwon menepuk bahu Tiffany.

Tiba-tiba Tiffany merasa sekujur tubuhnya lemas mendapat tepukan dari Siwon. Rasanya jantungnya mau meledak ditambah dengan melihat senyuman manis yang tersungging di bibirnya. Tiffany baru menyadari betapa tampan atasannya ini.

Selesai makan, mereka lalu pergi ke tempat bermain. Tentu saja hanya Jiyeon dan Ga In yang menikmati arena bermain ini. Jiyeon mendampingin Ga In mandi bola dan bermain perosotan. Sementara Siwon dan Tiffany duduk di bangku sambil mengawasi mereka.

“Ga In sangat lucu dan pintar,” kata Siwon memecah keheningan di antara mereka.

“Nde, eonniku sangat beruntung memiliki putri seperti dirinya,” jawab Tiffany sambil tersenyum.

“Nona Hwang, bolehkah aku memanggilmu dengan nama saja? Tiffany? Fany?” izin Siwon.

Tiffany terkejut dengan permintaan Siwon, namun kemudian menjawabnya. “Oh, nde. Gwencana, sajangnim,” jawabnya sambil memamerkan eye smile andalannya.

Siwon membalas dengan senyuman. “Dan, jika tidak di kantor.. Maukah kau memanggilku Oppa? Siwon Oppa. Supaya.. Uhmm.. agar kita lebih akrab. Maksudku, aku ingin berteman denganmu, bukan menjadi atasanmu saja. Tapi, itu jika kau tidak keberatan sih,” tanya Siwon ragu-ragu.

Tiffany hanya tertawa kecil. “Tentu saja, Oppa,” katanya dengan suara manja yang dibuat-buat dan membuat Siwon ikut tertawa.

Mereka pun pulang ketika menjelang sore. Siwon dan Tiffany tidak kembali ke kantor. Awalnya Tiffany merasa takut, namun karena bos-nya lah yang mengajaknya pergi bermain, apa boleh buat.

Siwon mengantar mereka sampai di depan rumah. “Gomaweo, Sajangnim. Aniya, maksudku gomaweo Siwon Oppa,” kata Tiffany.

Siwon tersenyum dan menjawab, “Sama-sama. Lain kali kita pergi jalan-jalan lagi, nde?” kata Siwon sambil mengelus kepala Ga In yang ada di gendongan Tiffany.

“Ne, Uncle. Aku mau dicium, bolehkah?” Ga In merajuk pada Siwon.

“Dasar genit,” gumam Jiyeon.

Siwon terkekeh mendengar permintaan Ga In lalu mencium pipinya. Namun karena posisi kepala Ga In yang dekat dengan wajah Tiffany, membuat Siwon seakan-akan hendak mencium Tiffany. Jantung Tiffany rasanya berhenti berdetak saat mencium aroma tubuh dan shampoo yang seolah melekat di kepala Siwon.

“Sekarang, kau istirahatlah Tuan Putri. Uncle pulang dulu, nde?” pamit Siwon.

“Ne, Uncle. Dadah..” Ga In melambaikan tangan.

“Aku permisi, Fany, Jiyeon,” pamit Siwon lagi.

“Nde, Oppa. Hati-hati di jalan,” kata Tiffany.

“Kamsahamnida, Sajangnim,” jawab Jiyeon.

Siwon lalu melambaikan tangan sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari pandangan mereka.

“Apa-apaan ini? Siwon Oppa?” goda Jiyeon sambil mencubit pinggang Tiffany ketika mereka masuk ke dalam rumah.

“Yak! Dia yang memintaku untuk memanggilnya seperti itu,” elak Tiffany.

“Aigoo.. Fany-ah.. Siwon Oppa..!!” kata Jiyeon dengan espresi sok imut.

“Siwon Oppa? Nugu?” serbu Kahi yang tiba-tiba muncul dan meraih Ga In untuk mandi.

“Aniya,” jawab Tiffany menutupi rasa malunya.

“Choi Siwon sajangnim, eonni,” balas Jiyeon sambil berbisik.

Kahi tersentak kaget, “Mwo? Kau memanggil atasanmu dengan Oppa? Seperti memanggil kekasihmu saja. Apa kalian mulai berpacaran?” selidik Kahi.

“Mereka sedang dalam proses menjadi Aunty dan Uncle bagi Ga In,” jawab Jiyeon sambil berlari menuju kamarnya.

“Yak!! Hwang Jiyeon..!!!” teriak Tiffany mengejar Jiyeon.

“Seohyun, kau lama sekali. Aku sudah berjamur di sini,” gerutu Jiyeon yang sedang menelpon Seohyun.

“Sebentar, ne? Kau sudah membeli tiketnya?” jawab Seohyun di seberang.

“Aku sedang mengantri. Antrianya cukup panjang,” jawab Jiyeon.

“Syukurlah, kalau begitu kau beli 3 tiket ya,” pinta Seohyun.

“Tiga? Memang kau membawa siapa?” tanya Jiyeon curiga.

“Aku mengajak kakak sepupuku. Sebenarnya ini permintaan ahjumaku, karena sepupuku setiap malam hanya berkutat dengan pekerjaan saja. Mungkin eommanya bosan melihat anaknya terus. Hahaha..” jawab Seohyun sambil tertawa.

Jiyeon hanya terkekeh tidak jelas. “Kau tidak mengajak Junho?” tanya Jiyeon.

“Aniya, dia bilang tidak suka film ini. Tapi dia bilang dia akan menyusul setelah film selesai untuk mentraktir makan,” jawab Seohyun.

“Omo! Baik sekali bocah itu,” seloroh Jiyeon.

“Nde, aku rasa kali ini dia mendapat pacar baru. Lalu memutuskan mentraktir kita makan,” jawab Seohyun.

“Baiklah, aku tutup telponnya ya,” kata Jiyeon lalu memutuskan sambungan dan mulai mengantri tiket film horror kesukaannya. “Aneh sekali, biasanya si tengik itu selalu mengintil aku dan Seohyun. Tapi kenapa kali ini tidak ikut? Jika ada wanita yang dia suka, pasti dia berkonsultasi denganku dulu. Ada apa dengan bocah itu?” batin Jiyeon terhadap Junho, sahabatnya.

Tepat saat dirinya memikirkan sahabatnya itu ponselnya berbunyi. “Yobseo,” sapa Jiyeon.

“Chagi-ya. Aku minta bantuanmu,” jawab suara pria di seberang.

“Yak! Jangan panggil aku seperti itu, Lee Junho!” jawab Jiyeon kesal.

Junho hanya terkekeh mendengar jawaban Jiyeon. “Omo, chagi. Kau manis sekali saat sedang marah begitu,” komentar Jiyeon.

“Kau menjijikan sekali. Ada apa?” seloroh Jiyeon.

“Tenang saja, setelah ini akan ada wanita yang ku panggil ‘chagi’ tapi tentu saja itu bukan kau,” jelas Junho.

“Aigoo.. Kau di mana sekarang?”

“Aku masih mencari perlengkapan untuk mengutarakan perasaanku. Kabari aku jika filmnya sudah selesai. Jangan lupa ajak Seohyun ke restoran tempat kita biasa makan siang, nde?”

“Mwo?? Jangan bilang orang yang kau suka itu adalah..”

Kata-kata Jiyeon terputus oleh sambungan telpon Junho yang diakhiri dengan ucapan, “Sampai jumpa chagi!”

“Yak! Lee Junho!” bentak Jiyeon keras pada ponselnya.

“Maaf agashi, apakah anda ingin membeli tiket menonton atau hanya berdiri di situ saja? Antrian sudah semakin panjang,” kata petugas penjual tiket.

“Ah, nde. Mianhamnida,” Jiyeon membungkuk malu. Jiyeon lalu membayar tiket dan membeli popcorn sampai akhirnya ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

“Biar kami yang membayar popcorn dan sodanya,” kata Seohyun sambil merangkul sahabatnya.

“Mengagetkan saja,” omel Jiyeon.

Seohyun hanya tertawa kecil lalu menyerahkan uang pada petugas kasir.

Jiyeon berbalik dan tampak mengenali sosok yang kini berdiri di belakangnya, “In Guk oppa?”

In Guk hanya tersenyum canggung melihat wanita yang berdiri di samping Seohyun, “Anyeong, Jiyeon..”

“Omo, kalian sudah saling kenal?” tanya Seohyun.

“Ne, Jiyeon pernah ke kantor mencari Tiffany,” jelas In Guk.

“Dan saat itu Ga In hilang,” sambung Jiyeon yang dibalas tawa oleh In Guk.

“Haaahhh… Baguslah, jadi aku tidak perlu repot-repot memperkenalkan kalian dan berada dalam situasi canggung. Ayo mari kita masuk,” ajak Seohyun. “Ngomong-ngomong, Junho tidak ikut?” bisik Seohyun.

“Dia bilang akan menyusul jika filmnya selesai, di restoran biasa,” jawab Jiyeon sambil mereka berjalan masuk ke dalam bioskop.

“Apakah dia sedang berkencan dengan seseorang yang tidak kita ketahui?” tanya Seohyun begitu mereka duduk di kursi penonton.

“Molla, terakhir dia bercerita tentang wanita itu adalah ketika dia membicarakan tentang..” kata-kata Jiyeon terputus dan diganti dengan teriakan mereka berdua “JEON HYOSUNG..!!”

“Ah jinjja, apakah dia sebodoh itu untuk mempermalukan dirinya sendiri di depan wanita itu?” omel Seohyun.

“Aku tidak bisa membayangkan betapa malunya dia nanti ketika Hyosung eonni menolaknya. Setauku dia akan segera bertunangan dengan Kikwang sunbae,” jelas Jiyeon.

“Dasar bodoh!” umpat Seohyun sambil mengunyah popcorn besar yang ada di pangkuannya.

“Nona nona bisakah kalian tenang? Filmnya sudah mulai,” tegur In Guk sambil mencomot pop corn dari Seohyun yang duduk di antara dia dan Jiyeon.

“Ah, mianhe oppa..” jawab Jiyeon dan Seohyun bersamaan.

Mereka pun menikmati film yang Jiyeon bilang “seru” itu sampai akhirnya Seohyun mengumpat. “Sial, tenyata ini film hantu! Berani beraninya kau membohongiku Hwang Jiyeon!” omelnya sambil menutupi wajahnya dengan kardus popcorn besar di pangkuannya.

“Salah sendiri kau tidak mencari info tentang film ini di internet,” ejek Jiyeon puas. In Guk hanya terkekeh kecil sambil sesekali menarik kotak popcornnya agar Seohyun melihat sosok hantu di film tersebut.

Ketika In Guk hendak mengambil popcorn di kotak itu, Jiyeon pun ternyata ingin mengambil popcorn. Sehingga tangan mereka secara tidak sengaja bersentuhan di dalam kardus itu. Buru-buru mereka menarik tangan masing-masing. Namun seulas senyum muncul dari bibir mereka. Entah mengapa sentuhan kecil tersebut membuat Jiyeon berdebar, demikian juga dengan In Guk. Sepanjang film itu pun mereka berdua habiskan untuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka berdua.

“Aaahhh… akhirnya filmnya selesai juga,” kata Seohyun lega setelah mereka keluar dari bioskop yang menurutnya sangat menyeramkan.

“Memangnya kau menonton apa? Sepanjang film ini tayang kau hanya bersembunyi di balik kardus pop corn itu,” ejek In Guk.

“Terimakasih Hwang Jiyeon kau sudah menjebakku ke dalam film yang sama sekali tidak berani aku tonton. Hah! Kau ini menyebalkan sekali,” omel Seohyun. Jiyeon hanya membalas dengan pelukan.

“Kajja, kita makan. Junho pasti sudah menunggu kita,” ajak Jiyeon.

Mereka bertiga pun bergegas ke tempat makan langganan mereka yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat mereka menonton film. Begitu masuk ke dalam, mereka tampak terkejut dengan dekorasi yang ada di situ. “Sepertinya baru ada orang yang menyatakan perasaannya kepada seseorang yang disukai,” kata In Guk setelah mengamati dekorasi di situ.

“Aku sudah tidak sabar menanti jawabannya,” kata Jiyeon tersenyum jahil. Jiyeon dan Seohyun pun langsung bergegas menghampiri Junho yang duduk sendirian di sudut ruangan.

“Jadi?” tanya Seohyun pada Junho

“Sudah pasti,” jawab Junho sambil cengar cengir.

“Sudah ku duga!” jawab Jiyeon sambil bertepuk kegirangan lalu duduk di samping Junho.

“Junho yah, ini In Guk oppa. Sepupuku,” kata Seohyun.

Junho lalu bangkit dan memberi hormat pada lelaki yang nampak lebih tua darinya. Setelah kedua lelaki itu saling memberi hormat dan berkenalan mereka pun mulai memesan makanan.

“Jadi, tidak ada traktiran hari ini?” kata Jiyeon pada Junho.

“Menurutmu?” jawab Junho dengan kalimat retoris.

“Sudah ku bilang Jeon Hyosung itu akan bertunangan. Kau saja yang tidak mau mendengarkan. Dan sekarang uangmu pasti terbuang sia-sia karena sudah mendekorasi ruangan ini dengan ornamen norak seperti ini,” kata Seohyun.

“Sudah, sudah. Kali ini biar aku saja yang traktir. Anggap saja ini hadiah perkenalan dariku untuk Jiyeon dan Junho,” kata In Guk mencoba melerai adik-adiknya ini.

“Ah, kamsahamnida,” jawab Jiyeon dan Junho.

“Tidak perlu sungkan, kalian kan sahabat Seohyun, jadi adikku juga,” kata In Guk.

Tanpa malu-malu Junho, Jiyeon dan Seohyun pun memesan makanan gratisan dari In Guk. Mereka pun mengobrol dengan seru sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 21.00 dan mereka memutuskan untuk pulang. In Guk pulang bersama Seohyun sementara Jiyeon diantar menggunakan Ducati milik Junho.

“Jiyeon-ah..” panggil In Guk ketika Seohyun dan Junho tengah berjalan di depan mereka sambil mengobrol menuju parkiran.

“Nde?” jawab Jiyeon .

“Bolehkah aku meminta nomor handphone mu?” Mmm.. Siapa tahu kelak aku membutuhkannya,” sahun In Guk malu-malu.

Jiyeon tersenyum manis lalu mengulurkan tangannya meminta ponsel In Guk. “Tentu saja, sini ku masukan nomorku ke ponselmu,” jawabnya.

In Guk dan Seohyun pun pamit pulang. Sementara Jiyeon tengah bersiap memakai helm. “Kau selalu mempunyai helm cadangan ya, Lee Junho,” kaya Jiyeon.

“Kita tidak pernah tau kan kapan dan di mana kita bisa berjumpa dengan jodoh kita. Jadi aku selalu membawanya jika nanti aku bertemu dengan orang spesial,” jawab Junho.

“Orang spesial apanya? Satu-satunya wanita yang mau kau bonceng kan hanya aku, atau Seohyun,” kata Jiyeon.

“Ah, kau benar juga. Malang juga ya nasibku,” ejek Junho.

“Yak! Kau ini menyebalkan!” Jiyeon lalu naik ke motor Junho setelah memukul helm yang bersarang di kepala Junho.

“Ngomong-ngomong kau sudah menemukan pengganti Choi Minho, atau pengganti Jaksa Yunho?” tanya Junho ketika motor sudah mulai berjalan.

“Maksudmu?”

“Ku pikir In Guk hyung menyukaimu,” kata Junho.

Jiyeon tersenyum di balik punggung Junho. “Jinjja yo?” Kita baru bertemu dua kali. Sekali di kantor Fany eonni, dan hari ini. Kau pikir cinta itu benar ada?” tanya Jiyeon.

“Entahlah, saat kau merasa nyaman dengan seseorang, itulah yang dinamakan cinta,” kata Junho.

“Aku belum tahu nyaman atau tidak bersamanya. Kita kan baru bicara sebentar. Yang jelas pria yang membuatku nyaman hanya kau. Mungkinkah aku mencintaimu?” tanya Jiyeon polos.

Junho terkekeh mendengar ucapan Jiyeon. “Kau ini ada-ada saja, kau nyaman denganku karena kau terbiasa membutuhkanku. Kau harus mulai terbiasa membuka hati untuk pria, atau kau akan berakhir di pelaminan denganku,” kata Junho.

“Enak saja!!!” omel Jiyeon sambil menepuk bahu Junho lagi.

Jiyeon sampai di rumah dengan selamat. Tidak lupa Jiyeon dan eommanya yang sudah menyambut di rumah mengucapkan terimakasih pada Junho yang sudah mengantarkan Jiyeon pulang. Lalu setelah mandi dan bersiap tidur, Jiyeon memeriksa kembali ponselnya.

“Anyeong Jiyeon, ini nomorku. Simpan ya. In Guk,” sebuah pesan dari In Guk pun menghiasi ponselnya.

“Nde, Oppa. Terimakasih untuk traktirannya hari ini J,” balas Jiyeon.

“Gwenchana. Apakah hari Minggu besok kau ada acara?” tanya In Guk lagi.

“Sepertinya belum ada. Kenapa Oppa?” balas Jiyeon sambil tersenyum-senyum.

“Apakah kau mau menemaniku jalan-jalan? Ke taman bermain atau toko buku? Tenang saja, kali ini aku yang traktir lagi,” kata In Guk.

“Baiklah, jangan lupa jemput aku,” balas Jiyeon.

“Arasso, ku jemput di rumahmu jam 10 pagi nde?” jawab In Guk.

“Siaaapp..!! J”

“Baiklah, selamat malam. Selamat tidur dan semoga mimpimu indah.”

“Terimakasih. Oppa juga, ne,” Jiyeon tak henti-hentinya tersenyum membaca pesan yang dikirim oleh In Guk.

==================================================================

Akhirnya berhasil ngepost cerita ini jugaaa… Setelah hampir berapa lama gak megang laptop buat nulis cerita. Ayok yok yang udah nungguin cerita ini dari lama monggo dikomen 😀

Satu respons untuk “Trinity (Part 4)

Tinggalkan komentar